[AkhirZaman.org] Dalam memilih alat-alat pembaharuan gereja, rencana ilahi yang sama terlihat dalam penanaman dan pengembangan jemaat. Guru Surgawi itu diabaikan oleh orang-orang besar dunia, orang-orang kaya dan orang-orang bertitel, yang sudah terbiasa menerima pujian dan penghormatan sebagai pemimpin bangsa. Mereka begitu sombong dan angkuh dalam superioritas kebanggaan mereka, sehingga mereka tidak bisa diarahkan untuk bersimpati kepada sesama manusia dan menjadi teman kerja “Orang Nasaret” yang rendah hati itu. Kepada orang-orang yang tidak terpelajar, para nelayan Galilea yang bekerja keras, panggilan diberikan, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” ( Matius 4:19 ). Murid-murid ini rendah hati dan dapat diajar. Semakin sedikit mereka dipengaruhi oleh ajaran-ajaran palsu pada zamannya, semakin berhasil mereka diajar dan dilatih oleh Kristus bagi pelayanannya. Demikian juga halnya pada zaman Pembaharuan. Pembaharu-pembaharu terkemuka adalah orang-orang yang hidupnya sederhana, — orang-orang yang hidupnya jauh dari kesombongan kedudukan, dan dari pengaruh kefanatikan dan keimaman. Adalah rencana Allah untuk menggunakan alat-alat yang sederhana untuk mencapai hasil-hasil yang besar. Kemudian kemuliaan tidak akan diberikan kepada manusia itu, tetapi kepada-Nya yang bekerja melalui mereka yang melakukan kemauan-Nya.
Beberapa minggu setelah Luther lahir digubuk buruh tambang di Saxony, Ulric Zwingle telah lahir di pondok gembala diantara pegunungan Alpen. Lingkungan Zwingle pada masa kanak-kanak dan pendidikan pertamanya adalah sedemikian rupa sehingga mempersiapkan dirinya kepada misinya dikemudian hari. Karena dibesarkan ditengah-tengah kebebasan dan keindahan pemandangan alam, dan keagungan yang menakjubkan, pikirannya telah terkesan dengan rasa kebesaran, kuasa dan keagungan Allah. Sejarah perbuatan-perbuatan berani yang dicapai dinegerinya di daerah pegunungan telah menyalakan aspirasi kemudaannya. Dan dari neneknya yang saleh ia mendengar beberapa cerita-cerita Alkitab berharga yang telah dikumpulkan menggantikan cerita-cerita legenda dan tradisi gereja. Dengan penuh perhatian ia mendengarkan cerita tentang perbuatan-perbuatan besa para bapa dan para nabi, dan tentang para gembala yang menjaga kawanan ternaknya dibukit-bukit Palestina di mana malaikat-malaikat berbicara dengan mereka tentang Bayi Betlehem dan tentang Orang Golgota.
Seperti John Luther, ayah Martin Luther, ayah Zwingle juga menginginkan suatu pendidikan bagi anaknya. Lalu ia mengirimkan anak itu kesekolah diluar kampung halamannya di lembah itu. Pikiran anak muda ini berkembang cepat sehingga timbul masalah mendapatkan seorang guru yang berkompeten mengajarnya. Pada usia tiga belas tahun ia pergi ke Bern, dimana terdapat sekolah yang paling terkenal di Swis. Namun, disini timbulah suatu bahaya yang mengancam janji hidupnya. Usaha-usaha keras dilakukan oleh para biarawan untuk memikatnya memasuki biara. Para biarawan Dominika dan Francisca saling bersaing untuk menarik perhatian. Hal ini dilakukan dengan menunjukkan gereja-gereja mereka yang dihiasi, pertunjukan acara-acara mereka dan penarikan benda-benda kuno dan patung-patung yang membuat mujizat.
Para biarawan Dominika Bern melihat bahwa jika mereka dapat memenangkan pemuda berbakat ini, mereka akan mendapat keuntungan dan kehormatan. Usianya yang masih sangat muda, kemampuan alamiahnya sebagai pembicara dan penulis, kecerdasannya yang luar biasa dalam musik dan puisi, akan lebih efektif dai semua pertunjukan dan peragaan untuk menarik orang-orang mengunjungi kebaktian dan sekaligus meningkatkan pemasukan uang bagi ordo mereka. Dengan tipuan dan pujian yang berlebih-lebihan mereka berusaha membujuk Zwingle memasuki biara mereka. Luther, pada waktu ia masih sekolah, telah membenamkan dirinya diruangan biara. Ia pasti sudah hilang dari dunia ini seandainya pemeliharaan Allah tidak melepaskannya. Zwingle tidak diizinkan untuk menemui bahaya yang sama. Secara kebetulan ayahnya menerima informasi mengenai rencana para biarawan itu. Ia tidak berencana untuk mengizinkan anaknya untuk mengikuti jalan hidup biarawan, yang malas dan tak berguna itu. Ia melihat bahwa kegunaannya dihari depan terancam, sehingga ia menyuruh Zwingle segera pulang.
Perintah ayahnya itu dituruti. Tetapi pemuda ini tidak berapa lama bisa sabar tinggal di kampung halamannya di lembah itu. Ia segera meneruskan sekolahnya ke Basel setelah beberpa lama kemudian. Disinilah Zwingle untuk pertama sekali mendengar Injil rahmat Allah yang diberikan dengan cuma-cuma. Seorang guru bahasa-bahasa kuno, bernama Wittenbach, telah dituntun kepada Alkitab pada waktu ia mempelajari bahasa-bahasa Yunani dan Iberani. Dan dengan demikian sinar-sinar terang ilahi telah dipancarkan kedalam pikiran siswa-siswa yang diajarnya. Ia menyatakan bahwa ada satu kebenaran yang lebih tua dan yang lebih berharga daripada teori-teori yang diajarkan oleh para guru dan para ahli filsafat. Kebenaran tua ini ialah bahwa kematian Kristus adalah tebusan orang-orang berdosa satu-satunya. Bagi Zwingle perkataan ini bagaikan sinar terang pertama yang mendahului fajar.
Tidak lama kemudian Zwingle dipanggil dari Basel untuk memasuki pekerjaan hidupnya. Ladang tempat bertugasnya yang pertama ialah di salah satu paroki di Alpine, tidak jauh dari kampung halamannya di lembah. Setelah ia menerima pengurapan sebagai imam, ia “membaktikan dirinya dengan segenap jiwanya untuk menyelidiki kebenaran ilahi, karena ia sepenuhnya menyadari,” kata seorang teman pembaharu, “betapa ia harus tahu kepada siapa kawanan domba Kristus dipercayakan.” — Wylie, b. 8, ch. 5. Semakin ia menyelidiki Alkitab, semakin jelas tampak perbedaan antara kebenaran-kebenaran Alkitab dengan penyelewengan-penyelewengan Roma. Ia menerima Alkitab sebagai firman Allah, sebagai satu-satunya peraturan yang sempurna dan mutlak. Ia melihat bahwa firman itu menerangkan tentang dirinya sendiri. Ia tidak berani mencoba menerangkan Alkitab untuk mempertahankan ajaran-ajaran dan teori-teori yang sudah diprakondisi sebelumnya. Tetapi mengambil sebagai tugasnya untuk mempelajari apa ajarannya yang langsung dan nyata. Ia berusaha menyediakan dirinya menjadi penolong untuk memberikan pengertian yang penuh dan benar tentang artinya, dan memohon pertolongan Roh Kudus, yang ia katakan akan menyatakannya kepada semua orang yang mencarinya dengan sungguh-sungguh dan dengan doa.
“Alkitab itu,” kata Zwingle, “datang dari Allah, bukan dari manusia, dan bahkan Allah, yang menerangi itu, akan memberikan kepadamu pengertian bahwa perkataan itu datang dari Allah . . . tidak bisa gagal. Firman itu terang, mengajarkan sendiri, menyatakan dirinya sendiri. Ia menerangi jiwa dengan semua keselamatan dan rahmat kasih karunia, menghiburkan jiwa itu didalam Tuhan, melembutkannya, sehingga menyangkali bahkan menghilangkan diri sendiri dan merangkul Allah.” — Wylie, b. 8, ch. 6. Kebenaran firman ini telah dibuktikan sendiri oleh Zwingle. Berbicara mengenai pengalamannya pada waktu ini, ia kemudian menulis, “Ketika . . . aku mulai menyerahkan diriku seluruhnya kepada Alkitab yang suci, falsafah dan teologi selalu mengundang pertentangan dalam aku. Akhirnya saya datang kepada pemikiran ini, ‘Engkau harus menganggap itu semua sebagai kebohongan, dan mempelajari arti Allah semata-mata dari firman-Nya yang sederhana.’ Kemudian saya mulai memohon kepada Allah terang-Nya, dan Alkitab itu mulai lebih mudah saya mengerti.” — Idem, b. 8, ch. 6.
Doktrin yang diajarkan oleh Zwingle tidak diterimanya dari Luther. Doktrin itu adalah doktrin Kristus. “Jikalau Luther mengkhotbahkan Kristus,” kata Pembaharu Swis itu, “ia melakukan apa yang sedang saya lakukan. Mereka yang telah dibawanya kepada Kristus jauh lebih banyak daripada mereka yang saya tuntun. Tetapi ini tidak menjadi soal. Saya tidak akan membawa nama lain selain Kristus, yang saya adalah laskar-Nya dan Dia adalah satu-satunya pemimpinku. Belum pernah sepatah katapun kutuliskan kepada Luther, atau oleh Luther kepada saya. Dan mengapa? . . . Agar hal itu menunjukkan betapa Roh Alah adalah satu, oleh karena keduanya kami, tanpa persekongkolan, telah mengajarkan doktrin Kristus dengan cara yang sama.” — D’Aubigne, b. 8, ch. 9.
Pada tahun 1516, Zwingle telah diundang menjadi pengkhotbah di biara di Einsiedeln. Disini ia dapat melihat lebih dekat kebejatan Roma, dan berusaha menanamkan pengaruhnya sebagai Pembaharu, yang dapat dirasakan jauh diluar kampung halamannya Alpen. Salah satu yang paling menarik perhatian di Einsiedeln ialah patung Anak Dara, yang dikatakan mempunyai kuasa membuat mujizat-mujizat. Diatas gerbang biara ada tulisan, “Disini dapat diperoleh pengampunan dosa yang sempurna.” — D’Aibigne, b. 8, ch. 5. Sepanjang masa para musafir berdatangan ketempat pemujaan Anak Dara ini. Tetapi pada perayaan besar tahunan, penahbisannya, orang banyak datang dari berbagai bagian Swis, dan bahkan dari Perancis dan Jerman. Zwingle merasa sangat susah melihat hal ini, lalu menggunakan kesempatan itu untuk mengumumkan pembebasan melalui Injil bagi orang-orang yang diperbudak oleh ketakhyulan ini.
“Jangan kamu sangka,” katanya, “bahwa Allah hanya ada di dalam tempat pemujaan ini dan tidak ada ditempat lain. Negara mana sajapun tempat kamu tinggal, Allah ada disekitarmu, dan mendengarkan kamu . . . . Dapatkah pekerjaan sia-sia, pengembaraan berziarah yang jauh, persembahan-persembahan, pemanggilan Anak Dara atau orang-orang kudus memberikan rahmat kasih karunia Allah kepadamu? . . . Apakah manfaatnya kata-kata yang banyak yang kita tuangkan dalam doa-doa kita? Kemanjuran apakah yang dimiliki oleh mantel pendeta yang mengkilap, topi runcing, jubah yang panjang atau sandal yang bersulam emas? . . . Allah melihat pada hati, dan hati kita jauh dari pada-Nya.” “Kristus ,” katanya, “yang sekali telah dikorbankan di kayu salib, adalah persembahan dan korban, yang telah menyelesaikan dosa-dosa orang percaya sampai zaman kekalan.” — Idem, b. 8, ch. 5.
Pengajaran ini tidak diterima oleh banyak pendengar. Adalah suatu yang mengecewakan kepada mereka mengatakan bahwa perjalanan mereka yang dengan susah payah itu adalah kesia-siaan. Mereka tidak dapat memahami pengampunan yang diberikan dengan cuma-cuma kepada mereka melalui Kristus. Mereka telah puas mencari Surga dengan cara lama yang telah ditentukan oleh Roma bagi mereka. Mereka menghindarkan diri dari kebingungan menyelidiki sesuatu yang lebih baik. Adalah lebih mudah mempercayakan keselamatan kepada imam-imam dan kepada paus daripada mencari kesucian hati.
Tetapi kelompok lain menerima dengan gembira berita penebusan melalui Kristus. Upacara-upacara yang diperintahkan oleh Roma telah gagal memberikan kedamaian jiwa, dan dengan iman mereka menerima darah Juru Selamat sebagai perdamaian mereka. Orang-orang ini kembali kekampung halamannya dan menyatakan kepada orang-orang lain terang berharga yang mereka telah terima. Dengan demikian terang kebenaran itu telah dibawa dari satu desa ke desa lain, dan dari satu kota ke kota lain. Orang-orang musafir peziarah ke tempat pemujaan Anak Dara berkurang dengan drastis. Dampaknya terjadi penurunan uang persembahan, dan sebagai akibatnya berkurang gaji Zwingle yang diperoleh dari persembahan itu. Akan tetapi ia bersukacita karena melihat bahwa kuasa kefanatikan dan ketakhyulan sedang hancur.
Para penguasa gereja tidak buta terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh Zwingle, tetapi untuk sementara mereka bersabar untuk tidak mengganggunya. Mereka masih mengharapkan Zwingle untuk kepentingan mereka, sehingga mereka berusaha memenangkannya dengan bujukan dan pujian-pujian. Dan sementara itu kebenaran telah memasuki hati orang-orang.
Pekerjaan Zwingle di Einsiedeln telah mempersiapkannya untuk suatu ladang yang lebih luas yang segera akan ia masuki. Setelah tiga tahun disini, ia telah dipanggil untuk menduduki jabatan pengkhotbah di katedral di Zurich. Zurich kemudian menjadi kota terpenting di konferderasi Swis, dan pengaruh yang dikembangkan disini akan dirasakan secara luas. Para rohaniawan, yang mengundangnya datang ke Zurich, sebenarnya ingin mencegah sebarang pembaharuan; dan oleh sebab itu mereka mulai menginstruksikan kepadanya apa-apa yang menjadi tugasnya.
“Engkau harus mengerahkan seluruh tenaga,” kata mereka, “untuk mengumpulkan pendapatan dari semua kelompok tanpa mengabaikan yang paling kecil. Engkau harus mendorong mereka yang setia, baik dari mimbar maupun dalam pengakuan dosa, untuk membayar semua persepuluhan dan iuran, dan menunjukkan kasih sayang mereka kepada gereja oleh persembahan mereka. Engkau harus rajin meningkatkan pendapatan dari orang-orang sakit, dari upacara misa dan pada umumnya dari setiap peraturan yang bersangkutan dengan gereja dan para ulama.” “Mengenai pelaksanaan sakramen, berkhotbah dan penggembalaan umat-umat,” para intrukturnya menambahkan, “ini juga adalah tugas pendeta. Tetapi untuk ini engkau boleh mempekerjakan seorang pengganti, terutama dalam berkhotbah. Engkau melaksanakan sakramen hanya kepada orang-orang terkenal, itupun kalau mereka memanggil. Engkau dilarang melaksanakannya tanpa membedakan orang-orang.” — D’Aubigne, b. 8, ch. 6.
Zwingle mendengar tugas-tugas ini dengan diam. Dan dalam jawabannya setelah mengucapkan rasa syukurnya atas panggilannya kepada pos penting ini, ia mulai menerangkan rencana yang ia usulkan untuk dijalankan. “Hidup Kristus telah terlalu lama disembunyikan dari umat manusia,” katanya. “Saya akan mengkhotbahkan seluruh Injil Matius, . . . yang seluruhnya diambil dari mata air Alkitab, mengukur kedalamannya, membandingkan satu alinea dengan alinea lainnya, dan berusaha memahaminya oleh doa yang sungguh-sungguh dan terus menerus. Saya akan mengabdikan pelayanan saya kepada kemuliaan Allah , kepada puji-pujian kepada Anak-Nya yang Tunggal, kepada keselamatan jiwa-jiwa yang sesungguhnya, dan kepada pembangunan mereka dalam iman yang benar.” — Idem, b. 8, ch. 6. Walaupun sebagian dari para ulama itu tidak menyetujui rencana ini, dan berusaha mencegahnya untuk dilakukan, Zwingle tetap pada pendiriannya. Ia mengatakan bahwa ia tidak memperkenalkan metode baru, tetapi metode lama yang digunakan oleh gereja pada zaman yang lebih dahulu dan yang lebih murni.
Suatu minat telah timbul pada kebenaran yang diajarkannya. Orang-orang sangat banyak berkumpul mendengarkan khotbahnya. Banyak diantara para pendengar adalah orang-orang yang sudah lama tidak menghadiri upacara perbaktian. Ia memulai pelayanannya dan membuka Injil, dan membacanya dan menerangkannya kepada para pendengarnya berita kehidupan itu, pengajaran dan kematian Kristus. Disini, sebagaimana juga di Einsiedeln, ia menyampaikan firman Allah sebagai satu-satunya kuasa mutlak, dan kematian Kristus sebagai satu-satunya korban yang sempurna. Ia berkata, “Saya ingin menuntun kamu sekalian kepada kristus — kepada Kristus, sumber keselamatan yang benar.” — Idem, b. 8, ch. 6. Disekeliling pengkhotbah itu berkerumun orang-orang dari segala lapisan — para negarawan dan cendekiawan, para pekerja dan petani. Mereka mendengarkan kata-kata Zwingle dengan perhatian yang mendalam. Ia bukan saja mengumumkan untuk memberikan keselamatan dengan cuma-cuma, tetapi tanpa gentar mencela kejahatan dan kebejatan pada zaman itu. Banyak yang pulang dari katedral memuji Tuhan. “Orang ini,” kata mereka, “adalah pengkhotbah kebenaran. Ia adalah Musa kita, yang memimpin kita keluar dari kegelapan Mesir ini.” — Idem, b. 8, ch. 6.
Akan tetapi walaupun pada mulanya pekerjaannya telah diterima dengan semangat yang tinggi, perlawanan timbul setelah beberapa lama waktunya. Para biarawan menghalang-halangi usahanya dan mencela ajaran-ajarannya. Banyak yang menyerangnya dengan ejekan dan cemoohan; yang lain bertindak kurang ajar dan mengancam. Tetapi Zwingle menanggung semuanya dengan sabar, dan berkata, “Jikalau kita ingin memenangkan orang jahat kepada Kristus, kita harus menutup mata kita terhadap banyak hal.” — Idem, b. 8, ch. 6.
Kira-kira pada waktu ini seorang anggota baru tampil untuk memajukan pekerjaan pembaharuan. Seorang anggota ordo Lucian telah dikirim ke Zurich dengan membawa beberapa tulisan-tulisan Luther oleh seorang sahabat di Basil, yang imannya telah dibaharuai. Ia menyarankan bahwa dengan menjual buku-buku ini mungkin akan menjadi satu alat ampuh untuk menyebarkan terang kebenaran itu. “Pastikan,” ia menulis kepada Zwingle, “apakah orang ini cukup bijaksana dan trampil; jika demikian, biarkanlah ia menjual dari kota ke kota, dari desa ke desa dan bahkan dari rumah ke rumah orang-orang Swis, karya-karya Luther, terutama pembahasannya atas Doa Tuhan Yesus, yang ditulis untuk orang awam. Semakin banyak yang mengetahui, semakin banyak pembeli yang ditemukan.” — Idem, b. 8, ch. 6. Demikianlah terang kebenaran memperoleh jalan masuk.
-KA