Monday, September 8, 2025
Google search engine
Home Blog Page 526

7 Alat Untuk Menemukan Kerendahan Hati

0

    [AkhirZaman.org] Alkitab penuh dengan ajaran, teladan, pelanggaran, perintah, dan dorongan tentang kerendahan hati. Tiada ada yang sepasti seperti mengetahui bahwa Yesus Kristus sendiri adalah pribadi yang rendah hati dan menjadi teladan bagi kita. Coba pelajari ayat berikut ini sebagai permulaan:

    Matius 11:29 : Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.

    Yohanes 13:14-15: Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.

   Filipi 2:5-8 : Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

    Alkitab mengatakan orang percaya untuk mengenakan kerendahan hati (Kolose 3:12), berpakaian dengan kerendahan hati (I Petrus 5:5), dan berjalan dengan kerendahan hati (Efesus 4:1-2).

    Tuhan sangat ingin anak-anak-Nya menjadi rendah hati hingga Dia memperlengkapi kita dengan tujuh alat bantu untuk mencapai hal ini dan untuk menjaga kita seperti itu.

Akal sehat
    Lihatlah ke sekeliling, ada miliaran orang. Anda hanya salah satu dari mereka. Lihatlah ke atas pada milyaran bintang. Anda duduk di satu planet kecil yang mengelilingi satu bintang kecil yang sederhana. Mereka sudah ada milyaran tahun, sementara Anda baru beberapa tahun hidup di sini. Jika itu tidak membuat Anda rendah hati, maka Anda tidak memperhatikan dengan baik.

Roh Kudus
    Buah Roh adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kerendahan hati… (Galatia 5:22-23).

Keluarga kita
    Pepatah lama mengatakan, “Tidak seorang pun menjadi pahlawan bagi pelayan pribadinya.” Demikian juga, untuk anak-anak Obama, Barack hanyalah “Ayah.” Untuk keturunan Billy Graham, dia “Ayah.” Keluarga kita merupakan pengingat terbaik agar kita selalu rendah hati.

Teman-teman kita
    Mereka yang menjadi teman-teman terdekat Anda bukanlah pengagum Anda. Mereka akan memberitahu Anda bau napas Anda buruk, Anda perlu menggunakan saputangan, atau bahwa Anda memiliki noda pada pakaian Anda bahwa Anda tidak memperhatikan. Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah. (Amsal 27:6).

Penderitaan, kesulitan
    Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak. Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN. (Ulangan 8:2-3)

Kegagalan
    Alkitab menyebutkan begitu banyak contoh tentang hal ini, sulit untuk tahu di mana untuk memulai. Allah membiarkan orang Israel gagal untuk menaklukkan kota kecil Ai untuk merendahkan mereka karena dosa di kamp mereka. Dia membiarkan Samson gagal karena keras kepalanya. Sama dengan Nebukadnezar. Berulang kali, Tuhan mengijinkan bangsa asing untuk menaklukkan Israel dan mendominasi mereka sampai mereka merendahkan diri dan berseru kepada-Nya.

    Seorang teman dalam pelayanan mengatakan kepada saya bahwa setelah istrinya meninggalkan dia, hal itu mengakhiri pelayanan yang membuat namanya terkenal. Allah benar-benar merendahkan dirinya. Saya berkata, “Dugaan saya adalah Anda melakukan pekerjaan jauh lebih baik bagi Tuhan sekarang daripada sebelumnya.” Dia berkata, “Saya bekerja untuk diriku sendiri sebelumnya dan sekarang saya bekerja untuk Yesus..”
Kritik

    Tidak ada yang mendorong Musa untuk mendekat dengan Yang Mahakuasa seperti celaan terus menerus dari orang Israel. Banyak pendeta harus berdiri di mimbar dan menyampaikan pesan Allah kepada orang-orang yang mencari kelemahannya dan bersemangat untuk menerkam pada setiap kesalahan yang dibuatnya. Ini adalah cara yang mengerikan untuk hidup, tapi Tuhan dapat menggunakan ini dalam hidupnya untuk membangun karakter dan memperdalam komitmennya kepada Kristus.

    Mungkin Anda tidak mengalami seperti Musa, namun akan tiba waktunya ketika sebuah kritikan diarahkan kepada Anda. Pada saat itu, rendahkan hati Anda untuk menerimanya.

    Kerendahan hati bukanlah sebuah karakter yang mudah dicapai. Banyak hal yang harus dilepaskan untuk mencapainya. Namun semakin Anda bertumbuh dalam kerendahan hati, Anda menjadi semakin seperti Kristus.
Writer: Dr. Joe McKeever

Cinta pada Pandangan Setengah Baya

0

    [AkhirZaman.org] Apa yang membedakan cinta pada masa berpacaran dan cinta pada masa sekarang? Pada masa berpacaran, saya mencintai istri saya karena dia menarik; sekarang, saya mencintainya karena dia berharga. Dulu saya tergila-gila padanya; sekarang, jika dia tidak di samping saya, rasanya saya seperti orang gila.

    Akhirnya saya lulus juga! Kemarin istri saya baru saja memberikan sebuah kartu kepada saya yang melukiskan keadaan pernikahan kami belakangan ini. Dalam satu kata, ia merasa, bahagia. Saya juga!

    Beberapa hari yang lalu kami sempat membincangkan sebenarnya apakah itu yang membuat kami tetap mencintai satu sama lain setelah 16 tahun menikah. Kesimpulan kami adalah, ketekunan, yakni sikap pantang menyerah dan niat untuk terus mencoba memperbaiki relasi kami.

   Seperti pasangan nikah lainnya, kami pun pernah merasa kecewa terhadap satu sama lain, pernah merasa sedih akibat perbuatan masing-masing, pernah marah karena ulah masing-masing, dan pernah menyesal mengapa memilih satu sama lain. Namun, kami tidak berhenti pada perasaan-perasaan itu saja; kami berjalan terus dan berusaha menyelesaikan yang belum terselesaikan dan mengoreksi perbuatan yang menimbulkan bencana.

    Bak petani yang telah bersusah payah menabur, sekarang kami mulai menuai hasilnya. Pengertian kami terhadap satu sama lain makin bertambah sehingga kami lebih dapat memadamkan api sebelum kebakaran. Kami pun makin menikmati kebersamaan kami sehingga keterpisahan sungguh menyengsarakan baik itu keterpisahan geografis akibat jarak maupun keterpisahan emosional karena pertengkaran.

    Suatu keadaan sebaik apa pun tidak akan terus bertahan dengan sendirinya. Demikian pula dengan pernikahan; kita harus terus menjaganya dengan hati-hati. Pernikahan ibarat gelas; kita dapat menggunakannya untuk minum sebanyak mungkin namun dengan satu syarat: Kita harus tetap memegangnya. Kenikmatan yang kita peroleh dari pernikahan harus disertai usaha untuk menjaganya. Perasaan harus dijaga, kebutuhan harus dipenuhi, pengertian harus diberikan, mulut harus dikekang, komunikasi harus dilancarkan. Semua ini adalah tangan yang memegang gelas; tanpa itu, gelas pernikahan kita niscaya jatuh dan pecah.

    Jika Saudara bertanya, apa itu yang membedakan cinta pada masa berpacaran dan cinta pada masa sekarang pada usia kami yang separuh baya saya akan menjawabnya seperti ini. Pada masa berpacaran, saya mencintai istri saya karena dia menarik; sekarang, saya mencintainya karena dia berharga. Dulu saya tergila-gila padanya; sekarang, jika dia tidak di samping saya, rasanya saya seperti orang gila.

    Waktu tidak memusnahkan cinta; waktu mentransformasi cinta. Berangkat dari rasa tertarik, berakhir dengan rasa sayang karena dia begitu berharga. Dimulai dengan tergila-gila, diakhiri dengan seperti orang gila kalau harus hidup tanpanya. Yang menentukan adalah perjalanan di tengahnya di antara titik berangkat dan titik akhir. Kalau kita berhenti berusaha dan menyerah, ujung akhirnya sudah pasti bukanlah rasa sayang karena dia berharga. Apabila kita tidak menjaga dan memegang gelas pernikahan kita, maka akhir perjalanan kita bukanlah keutuhan dan kenikmatan.

    Amsal 16:31 mengingatkan kita, Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran. Salah satu terjemahan bahasa Inggris lebih menekankan maknanya, yakni if it is found in the way of righteousness. Dengan kata lain, masa tua titik akhir atau ujung perjalanan pernikahan kita hanyalah akan bertransformasi menjadi mahkota yang indah bila kita menjalaninya dalam kebenaran.

    Teruslah berjalan, teruslah perbaiki, makin hari makin benar di bawah terang Kebenaran. Pada akhirnya, kita akan memetik buahnya yang manis dan mulia.

Telaga.org

Ibadah Keluarga yang Menyenangkan

0

[AkhirZaman.org] Mendengar kata ibadah, kebanyak orang menghubungkannya dengan ritual formal yang kaku, membosankan, dan tidak menarik. Karena itu, banyak keluarga yang sekalipun menyebut dirinya keluarga Kristen, jarang atau bahkan tidak pernah melakukan persekutuan dalam keluarganya sendiri. Padahal ibadah keluarga dapat menjadi saat-saat yang menyenangkan dan paling dinantikan oleh anak-anak kita.

Keluarga adalah sesuatu yang berharga bagi Tuhan. Ada beberapa contoh dalam Alkitab bahwa Tuhan menyelamatkan keluarga umat-Nya dari pembinasaan orang-orang fasik yang Tuhan lakukan. Nuh beserta istri dan anak serta menantunya diselamatkan dari air bah, Lot beserta istri dan anaknya juga diselamatkan dari pemusnahan Sodom dan Gomora. Selain itu, Tuhan memberkati keluarga Abraham dan juga keluarga Yakub. Kita juga memperoleh gambaran mengenai ibadah keluarga yang dilakukan oleh orang-orang beriman ini. Karena itu, ibadah keluarga merupakan aktivitas penting dan melalui ibadah keluarga, Tuhan berkenan mencurahkan berkat-Nya.

Absennya ibadah keluarga menyebabkan lemahnya keluarga menghadapi serangan terhadap moral dan spiritual keluarga. Anggota keluarga terpecah-belah karena tidak ada kasih Tuhan yang mengikat mereka. Keluarga yang tidak menyelenggarakan ibadah juga rentan terhadap pengaruh dunia yang menggerogoti kehidupan rohani. Sebaliknya, terpeliharanya ibadah keluarga menyebabkan tidak terputusnya generasi yang beriman dan mengasihi Tuhan. Berkat Tuhan akan tercurah ke atas keluarga yang demikian.

Pentingkah Ibadah Keluarga?
Mazmur 1 adalah salah satu hafalan Alkitab yang kami hafalkan ketika kami masih kanak-kanak. Tentu saat itu saya tidak dapat mencerna sepenuhnya arti Mazmur ini. Ketika itu saya sering bertanya pada diri sendiri, “Apa menariknya kita merenungkan Taurat Tuhan siang dan malam? Bagaimana saya dapat bersukacita ketika merenungkannya?”

Ketika dewasa, saya baru menyadari dan bersyukur bahwa kebiasaan melakukan ibadah keluarga yang diterapkan orangtua saya itu membawa banyak berkat dalam kehidupan kami. Sekalipun kerajinan saya dalam membaca Alkitab dan berdoa dapat mengalami pasang surut, kebiasaan beribadah dalam keluarga ‘memaksa’ saya untuk terus mengupayakan doa dan pembacaan Firman Tuhan. Dari sanalah sukacita sejati dapat kita nikmati. Saya kemudian dapat menghayati, “Titah Tuhan itu tepat, menyukakan hati; perintah Tuhan itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan Tuhan itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum Tuhan itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah.” (Mazmur 19:8-10)

Apa pentingnya ibadah keluarga?
Pertama, ibadah keluarga membuat hidup kita diarahkan kepada Tuhan. Setiap hari, keluarga kita mempunyai waktu khusus buat Tuhan. Dengan demikian hidup kita relatif terlindung dari dosa dan perpecahan keluarga.

Kedua, ibadah keluarga membuat anggota keluarga diikat satu sama lain dalam kasih Kristus. Bila ada perselisihan, ibadah keluarga mempercepat pemulihan suasana harmonis dalam rumah tangga. Dorongan untuk beribadah membuat masing-masing anggota keluarga merasa ‘sungkan’ sehingga berpotensi mengurangi ketegangan. Tentu tidak enak rasanya menghadap Tuhan dalam keadaan yang kurang baik dan dengan masih menyimpan kebencian. Dalam keluarga yang bermasalah sekalipun, misalnya ketika salah satu orangtua absen dan bermasalah, adanya ibadah keluarga yang rutin diadakan memberi kekuatan ekstra untuk menghadapi masalah demi masalah. Ada kalanya Tuhan mengadakan pemulihan buat keluarga bermasalah ketika anggota keluarga saling mendoakan satu sama lain.

Ketiga, ibadah keluarga membuat anggota keluarga bertumbuh secara rohani. Anak-anak akan mempunyai kenangan indah bagaimana mereka dibimbing oleh orangtua mereka dalam hal iman dan Firman Tuhan. Anak yang terbiasa membaca Firman Tuhan akan lebih mudah mengembangkan kepekaan akan hal-hal rohani dan karena itu perilaku mereka pun lebih terkontrol. Sebaliknya, acapkali orangtua pun diingatkan secara tidak langsung akan perilaku mereka yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ajarkan. Dengan demikian orangtua pun lebih waspada akan tingkah lakunya sendiri.

Keempat, anak-anak dalam keluarga yang secara rutin menerapkan ibadah keluarga akan lebih mudah diajar dan lebih peka terhadap kebenaran. Mereka secara kritis akan bertanya mengenai arti rohani dari pengalaman-pengalaman mereka. Dampaknya, kita pun memiliki lebih banyak kesempatan untuk menjelaskan kebenaran dan memahami apa yang mereka pikirkan.

Kelima, persekutuan keluarga membuat seluruh anggota keluarga lebih kuat untuk menghadapi tekanan hidup. Ini dapat terjadi karena ketika kita bersekutu bersama, setia anggota keluarga memiliki kesempatan untuk saling memperhatikan dan saling mendukung. Banyak kebutuhan emosi maupun rohani dapat memperoleh pemenuhan ketika kita berkesempatan berkumpul, sehingga ketika krisis melanda, anggota keluarga memiliki kekuatan untuk bertahan.

Bila ibadah keluarga sedemikian bermanfaat, mengapa kita sering enggan melakukannya?

  1.     Ibadah keluarga menuntut kerja keras dari orangtua, dalam hal ini untuk mempersiapkan diri dengan lebih banyak belajar Firman Tuhan. Ketika ibadah dilangsungkan, kita tentu perlu membimbing anak-anak kita untuk bertumbuh dalam iman. Bila kita tidak menyiapkan diri dengan baik, kita menjadi gamang ketika berhadapan dengan anak-anak yang ingin melihat contoh nyata bagaimana hidup dalam Firman Tuhan. Sebagai manusia berdosa yang sering berperang melawan kedagingannya sendiri, kita perlu mengingatkan diri kita agar tidak lengah dan malas dalam bersaat teduh dan membaca Alkitab.
  2.     Sering kali ibadah keluarga terabaikan karena adanya prioritas yang lebih utama di mata orangtua. kesibukan mengejar karir dan popularitas di masyarakan acapkali mempersulit orangtua menyelenggarakan ibadah keluarga secara rutin. Kurangnya waktu kebersamaan dalam keluarga modern karena orangtua sibuk bekerja di luar rumah dan pulang malam hari dalam keadaan letih. Kesulitan anak dalam pelajarannya di sekolah membuat orangtua harus terus-menerus mengawasi anaknya belajar dan ini juga menyita banyak waktu keluarga. Dalam keadaan seperti ini, orangtua perlu mengingatkan diri bahwa semua kesibukan dan kesempatan menikmati hidup dari Tuhan juga asalnya. Karena itu kita perlu mendahulukan Tuhan dan kita pun perlu memberi contoh kepada anak-anak kita. Bila di tengah sempitnya waktu, kita masih dapat mengupayakan ibadah, anak akan juga belajar memprioritaskan Tuhan dalam hidupnya.
  3.     Ada cukup banyak orangtua berpandangan bahwa sekolah sabat telah mengajarkan segala sesuatu tentang Alkitab. Guru sekolah sabat dianggap lebih kompeten dibanding orangtua. karena itu, orangtua sudah cukup puas bila anaknya disertakan dalam kegiatan sekolah sabat. Ada kalanya alasan ini dikemukakan karena orangtua tidak hidup di dalam pemahaman Alkitab dengan akibat orangtua gagap dalam beribadah, apalagi bila harus memimpin ibadah, bahkan untuk memimpin ibadah dalam keluarga sendiri sekalipun. Bila orangtua kurang percaya diri mengajarkan Alkitab dan memimpin doa di rumah, orangtua perlu berusaha membaca Alkitab lebih sering dan kemudian mempelajari latar-belakang suatu bagian Alkitab ditulis, baik lewat buku-buku maupun lewat kelas-kelas pemahaman Alkitab. Sebetulnya anak-anak akan terbantu secara meyakinkan bila mereka mmeperoleh pengajaran Alkitab di gereja dan juga di rumah. Alasannya, pengenalan akan Tuhan bukan hanya terjadi secara rasio belaka. Alkitab mengajarkan pula mengenai bagaimana harus menjalani hidup ini dan anak perlu diajarkan untuk hidup dalam hikmat Tuhan. Bandingkan berapa banyak waktu untuk melihat televisi dan orang tidak percaya mempengaruhi mereka bila dibandingkan dengan jumlah waktu mereka bersentuhan dengan Firman Tuhan. Selain itu, banyak kali anak-anak memperoleh gambaran mengenai Tuhan melalui orangtuanya di bumi ini. Persekutuan keluarga membantu mereka mengenal Tuhan lewat orangtua mereka.
  4.     Kita tidak mempunyai hubungan pernikahan yang baik dan karena itu kita enggan berbicara dan bertegur sapa dengan pasangan atau anak-anak kita. Keadaan demikian mempengaruhi suasana hati kita sehingga kita pun enggan bersekutu, berdoa, dan membaca Alkitab. Bila pernikahan kita berada pada kondisi demikian, kita wajib bekerja keras memperbaiki hubungan pribadi kita dengan Tuhan dan kemudian memperbaiki juga kondisi pernikahan kita dengan pasangan kita.
  5.     Ada kegiatan lain yang merupakan selingan, namun akhirnya lebih menyita waktu dan menghalangi keluarga beribadah. Selingan itu dapat berupa acara televisi, play station, internet, komputer, mobil atau motor, menonton film, shopping, rekreasi, dan sebagainya. Tontonan dan permainan yang sehat tentu saja kita butuhkan. Namun jangan sampai selingan itu mengambil alih persekutuan keluarga dengan Tuhan. Keberanian menghitung kembali waktu kita berekreasi dan memotong waktu keluarga untuk selingan yang tidak perlu akan membantu kita mengadakan persekutuan lebih baik dengan Tuhan.

Beberapa Ide Agar Ibadah Menyenangkan
Bila kita dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, saat beribadah akan menjadi saat yang dinanti-nantikan oleh seluruh keluarga. Dengan demikian hambatan beribadah dapat dikurangi. Beberapa ide berikut ini dapat dicoba untuk menghidupkan suasana ibadah keluarga kita.

  1.     Ciptakan suasana keluarga yang saling mengasihi. Ibadah keluarga akan terasa sebagai aktivitas yang kering dan tidak menyenangkan tatkala suami-istri dan anak-anak tidak memiliki hubungan yang baik. Upaya kita untuk mengasihi satu sama lain akan memberi rasa aman dan sukacita, sehingga kita pun menikmati kebersamaan dalam ibadah keluarga.
  2.     Upayakan agar bentuk ibadah tidak terlalu formal dan kaku. Banyak orangtua yang terpaku pada ritual yang lebih cocok untuk orang dewasa. Padahal sebenarnya yang lebih penting dari suatu ibadah keluarga adalah kebersamaan dalam Tuhan. Jadi, kita boleh melakukan itu hanya dengan berdoa bersama saja dan kemudian menghafalkan ayat Alkitab, atau bisa juga dengan menceritakan kesaksian mengenai kebaikan Tuhan. Ibadah bersama anak juga dapat dilakukan dengan pertanyaan kita kepada mereka menyangkut iman atau moralitas, misalnya mengenai kejujuran, atau mengenai kebaikan Tuhan atas diri mereka. Jawaban mereka ini kemudian kita diskusikan dan ditutup dengan doa.
  3.     Buatlah variasi yang menyenangkan. Ada banyak cara yang kita dapat lakukan agar anak senang beribadah dalam keluarga. Kita dapat bernyanyi lagu rohani bersama anak dan kemudian berdoa. Pada kesempatan lain kita dapat bermain teka-teki Alkitab. Ibadah dapat pula dilakukan dengan menanyakan satu dua hal yang anak ingin doakan, baik menyangkut teman mereka atau persoalan mereka. Pada kesempatan lain orangtua dan anak dapat saling berbagi cerita. Kemudian cerita ini dapat dikaitkan dengan pelajaran dari Alkitab. Umumnya anak-anak suka sekali mendengar kisah tokoh-tokoh Alkitab. Karena itu bercerita dapat menjadi bagian yang paling sering dilakukan dalam ibadah kita. Menghafal ayat Alkitab juga dapat menjadi bagian ibadah yang menyenangkan. Bila anak sudah dapat membaca, anak dapat diminta membacakan ayat-ayat tertentu dari Alkitab. Beberapa buku bantuan dalam buku renungan Alkitab yang disusun secara menarik buat anak dapat pula dijadikan sebagai salah satu bahan ibadah. Teka-teki silang, juga permainan kata dan gambar dapat merupakan alat bantu menarik sehingga anak tertarik untuk belajar Alkitab.
  4.     Seyogyanya acara ibadah keluarga berlangsung tidak terlalu lama. Lebih baik Mengadakan ibadah keluarga dengan frekuensi lebih banyak setiap minggunya dari pada jarang diadakan, tetapi setiap kali dilakukan selalu berlangsung lama. Alasannya, anak yang masih kecil tidak mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang lama. Bila ibadah berkepanjangan, selain anak menjadi bosan dan tidak lagi menyukainya, kita pun seolah melakukannya dengan terpaksa.
  5.     Ciptakan berbagai kesempatan untuk melangsungkan ibadah dalam keluarga. Banyak kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagi hidup di dalam Tuhan dengan anak-anak kita. Dalam perjalanan ke sekolah, bila kita mengantar sendiri anak kita dengan mobil, kita mempunyai kesempatan cukup banyak untuk membagikan apa yang kita lihat dan mengajak anak untuk bersyukur. Bila di rumah ada alat musik atau tape, kita dapat memainkan atau memutarkan lagu rohani dan menyanyikannya bersama anak. Makan malam bersama keluarga merupakan waktu yang baik untuk mendengarkan anak-anak bercerita tentang pengalaman mereka dan menggali beberapa pokok doa. Waktu malam menjelang tidur adalah waktu yang ideal bagi kebanyakan orangtua untuk berdoa dan berbagi cerita.

Ibadah keluarga lebih mudah dilakukan bila kita dapat mengupayakan relasi keluarga yang harmonis. Orangtua yang takut akan Tuhan dan anak-anak yang dididik sejak usia sangat muda di dalam Tuhan merupakan modal penting dalam membangun suasana ibadah dalam keluarga. Selamat berbakti melalui keluarga!–Telaga.org

Kasih dan Penghargaan

0

    [AkhirZaman.org] Banyak pernikahan, hilangnya cinta bukan dikarenakan oleh perbuatan pengkhianatan atau ketidaksetiaan yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. Cinta harus tetap ada dan bersemi dalam pernikahan. Pertanyaannya sekarang ialah, bagaimanakah kita bisa melestarikan cinta itu.
…suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi istrinya, mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat.
Efesus 5:28-29

   Bayangkan pemandangan ini. Seorang pria setengah baya bersama istri dan kedua anak mereka, duduk bersama di sebuah restoran. Si pria melayangkan pandangannya ke mana-mana, kecuali ke arah istri dan anak-anaknya; si istri melihat ke kiri dan kanan, tetapi tidak ke arah suami dan anak-anak-nya; kedua anak mereka juga menengok ke segala arah, kecuali ke arah orangtua mereka. Yang menarik adalah, tidak ada seorang pun yang berbicara…dengan siapa pun! bak orang bisu, mereka tidak berkomunikasi sama sekali !

    Saya kira pemandangan seperti ini dapat kita saksikan pada banyak meja makan, baik itu yang berada di rumah makan atau yang di rumah sendiri. Saya sendiri sudah sering melihat pasangan suami-istri yang duduk semeja, saling berhadapan, namun dengan tatapan kosong dan tanpa mengucapkan satu suku kata pun. Saya mengamati bahwa kebanyakan mimik wajah mereka ditandai dengan kebosanan—tanpa ekspresi, apalagi api cinta.

    Pada banyak pasangan suami-istri, “cinta” seolah-olah merupakan sebuah kata yang terdengar aneh untuk diucapkan dan lucu untuk dibisikkan. Seakan-akan zaman keemasan cinta sudah berlalu dengan usainya bulan madu dan dimulainya kehidupan “berumah tangga.” Cinta menjadi perasaan yang dikenang dengan manis dan hanya manis dalam kenangan. Jika untuk dialami sekarang, cinta berubah menjadi sesuatu yang tidak nyaman karena di dalam kata ini tersirat tuntutan—atau ketidakpuasan, jika tidak terpenuhi, dan kebutuhan—atau ketidakdewasaan, bila terus menerus dibutuhkan. Suami atau istri yang masih menggumamkan kata cinta dengan mudah akan menerima tuduhan, “kekanak-kanakan” atau “tidak hidup dalam realitas” atau—ini yang mencengangkan—“sudah bukan masanya lagi!”

    Siapakah yang membagi hubungan nikah dalam dua kurun, “sebelum dan sesudah menikah,” dan memasukkan cinta pada masa “sebelum menikah?” Kita telah membuat cinta seakan-akan hanyalah sebagai pemanasan atau persiapan yang diperlukan guna terciptanya pernikahan namun setelah itu, kegunaan cinta lenyaplah sudah. Tanpa sadar kita telah menetapkan cinta sebagai prasyarat terjadinya pernikahan sebab tanpa cinta, pernikahan akan sukar terwujud. Itu betul. Namun, juga tanpa sadar, kita telah melupakan bahwa cinta sesungguhnya merupakan syarat berlangsungnya kehidupan pernikahan itu sendiri. Tanpa cinta, pernikahan akan mati. Yang tersisa adalah bangunan pernikahan belaka—ibarat rumah kosong tanpa penghuni yang perlahan-lahan akan dirusakkan oleh kekosongan itu sendiri.

    Saya mengamati bahwa pada banyak pernikahan, hilangnya cinta bukan dikarenakan oleh perbuatan pengkhianatan atau ketidaksetiaan yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. Saya melihat bahwa pada umumnya cinta lenyap dari perkawinan karena kita sendiri beranggapan bahwa cinta memang tidak seharusnya berada dalam pernikahan yang “serius.” Kita sendirilah yang memensiunkan cinta dari rumah tangga kita karena kita telah menyimpulkan bahwa masa bakti cinta telah berakhir seiring dengan dimulainya kehidupan bersama. Sekali lagi, cinta hanya dapat dan boleh dikenang, tetapi tidak untuk dicicipi oleh “orang yang dewasa!” betapa sedihnya dan betapa sangat kelirunya !

    Cinta harus tetap ada dan bersemi dalam pernikahan. Pertanyaannya sekarang ialah, bagaimanakah kita bisa melestarikan cinta itu. Ada banyak cara untuk melukiskan dan menjelaskan cinta; Alkitab sendiri menggunakan beberapa cara untuk menjabarkannya, sebagaimana tertera pada 1 Korintus 13. Saya memparalelkan cinta dengan harga atau nilai. Secara praktisnya, yang kita cintai adalah yang kita hargai; sebaliknya, yang kita hargai adalah yang kita cintai. Saya kira prinsip ini berlaku mulai dari benda sampai orang sekalipun. Barang yang kita hargai adalah barang yang kita sayangi; itu sebabnya kita merasa sedih tatkala kehilangan barang yang bernilai tinggi (bagi kita). Sebaliknya, kita sukar menyayangi barang yang sudah kita anggap, tidak bernilai.

    Demikian pula dengan manusia. Orang yang kita hargai biasanya adalah orang yang kita kasihi; bak barang berharga, kita mencoba melindunginya, jangan sampai ia dipermalukan atau dibuat susah. Sama dengan itu, orang yang kita sayangi adalah orang yang kita hargai pula. Kita mengasihinya sebab kita menghargainya. Kesimpulannya ialah, cinta dapat diidentikkan dengan nilai atau penghargaan yang kita lekatkan pada objek cinta itu. Memang cinta jauh lebih besar daripada nilai atau penghargaan, tetapi keberadaan dan besarnya cinta dapat diukur dengan keberadaan dan besarnya penghargaan yang kita berikan pada objek cinta itu.

    Firman Tuhan yang tertera di atas menegaskan keparalelan antara cinta dan penghargaan. “Siapa yang mengasihi istrinya, mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri tetapi mengasuhnya dan merawatinya…” bukankah istilah “mengasuh” yang dapat pula diterjemahkan “memberi makan” dan “merawati” yang dalam bahasa Inggrisnya, to cherish, mengandung muatan penghargaan pada sesuatu yang bernilai? Saya simpulkan, mengasihi suami atau istri berisikan, atau setidak-tidaknya dimulai dengan, menghargai suami atau istri dan kita menghargai suami atau istri dengan cara “memberi makan” dan “merawatinya.”

    Kata “memberi makan” yang digunakan pada ayat ini mempunyai arti, membesarkan anak sampai mencapai kedewasaan (to bring up to maturity). Dengan kata lain, istilah ini mengandung makna memberi kecukupan makan dan gizi agar anak dapat bertumbuh secara wajar. Hampir sama dengan itu, istilah “merawati” memiliki makna, memperhatikan dan menyayangi dengan penuh kelembutan (to tenderly care). Kesimpulannya, itulah yang Tuhan kehendaki kita lakukan kepada suami dan istri kita yakni menyediakan gizi emosional—cinta kasih—serta memperlakukan dan menyayangi pasangan hidup kita dengan penuh kelembutan. Tidak lebih, tidak kurang !
    Sebagaimana telah saya singgung di atas, menghargai setidak-tidaknya merupakan langkah awal atau lebih tepat lagi, tindakan nyata, dari mengasihi. Ada beberapa saran yang dapat saya sumbangkan agar kita dapat mewujudkan penghargaan kita kepada suami dan istri kita.

    Pertama,gunakan pelbagai kesempatan untuk mengungkapkan kepadanya bahwa kita bersyukur sebab Tuhan telah memberikan dia sebagai suami atau istri kita. Dengan kata lain, kehadirannya bukan saja kita inginkan, tetapi juga kita hargai. Dia begitu bernilai bagi kita sehingga kita bersyukur bahwa dia berada di dalam hidup kita. Kita bisa menunjukkan penghargaan kita melalui ucapan terima kasih, sentuhan lembut, tatapan sayang, atau melakukan sesuatu yang disukainya. Perhatikan prinsip yang berlaku di sini: Mulai dengan terima kasih, berakhir dengan menerima kasih. Mulai dengan tidak tahu berterima kasih, berakhir dengan tidak ada kasih.

    Kedua, bersikaplah dengan lemah lembut. Perlakuan kasar bukan saja meninggalkan luka pada si penerimanya, melainkan juga merobek penghargaan kita terhadapnya. Perhatikan prinsip yang berlaku di sini: Semakin halus kita memperlakukannya, semakin bernilai dia di hadapan kita. Semakin kasar kita memperlakukannya, semakin rendah dia di mata kita. Upayakan supaya jangan sampai kita melanggar batas kepatutan dalam mengumbar emosi kita. bagaimanapun juga perlakuan kita akan mempengaruhi penilaian kita terhadap pasangan kita.

    Ketiga, sebisa-bisanya, utamakan kepentingan pasangan kita di atas kepentingan lain atau orang lain. Cinta terungkap dengan jelas dalam wadah perbandingan—bagaimana kita memperlakukannya dibandingkan dengan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Siapa atau apa yang kita dahulukan mencerminkan siapa atau apa yang penting bagi kita. Dalam hal ini, perbuatan berbicara jauh lebih keras dari ucapan. Jadi, ucapan cinta kita mesti didukung oleh perbuatan kita mendahulukannya. Apabila itu tidak terjadi, dia akan dengan segera tahu bahwa sesungguhnya ia tidaklah sepenting yang kita katakan. Perhatikan prinsip yang berlaku di sini: Mengorbankan kepentingan sendiri, itu cinta; mengorbankan kepentingan pasangan kita, itu menomorduakannya.

    Baik itu berterimakasih, bersikap lembut, ataupun mendahulukan kepentingan pasangan kita, sebetulnya semua melambangkan penghargaan kita terhadapnya. Semua itu merupakan wujud nyata ungkapan, “Engkau berharga bagiku!” Cinta tidak dapat lepas dari upaya membuat pasangan kita merasakan bahwa ia bernilai bagi kita. Ingatlah, barangsiapa menabur penghargaan, ia akan menuai cinta.

Telaga.org

Memukul Anak, Apa Akibatnya?

0

 

    [AkhirZaman.org] Bolehkah kita memukul anak?  Demikian pertanyaan yang umum ditanyakan oleh orang tua.  Umumnya orang tua memukul anak karena marah.  Seringkali kemarahan orangtua sedemikian hebat sehingga mereka cenderung memukul tanpa berpikir panjang dan berlebihan atau impulsif.  Setelah memukul kebanyakan orangtua menjadi sangat menyesal; tetapi tidak berdaya.  Kebanyakan orangtua sebenarnya tidak tega memukul anak mereka.  Tapi orangtua menganggap kalau dibiarkan bisa membuat anak lebih nakal.  Akhirnya, mau tidak mau, orang tua berpikir pukulanlah yang dapat memperbaiki tingkah laku anak-anak mereka.

    Pukulan-pukulan berakibat negatif pada anak-anak.  Pada tataran terendah,mereka akan malu.  Apalagi kalau ada orang lain (pembantu, adik-kakak, keluarga lain, teman) yang melihat mereka dipukul.  Anak yang dipukul cenderung menyalahkan diri sendiri.  Mereka menjadi susah dan sedih.  Dalam hati kecil, mereka umumnya mengasihi orangtua, tetapi mereka merasa telah membuat orangtua susah.  Padahal pada dasarnya seorang anak belum tahu bagaimana caranya menyenangkan papa-mamanya.  Akhirnya, si anak menjadi kesal terhadap dirinya sendiri.

   Perasaan-perasaan ini menumbuhkan kebingungan dan kemarahan dalam diri anak, baik terhadap dirinya sendiri maupun orangtuanya. Jika pemukulan, kemarahan, caci-maki, penghinaan, dsb terus dilakukan, anak akan tumbuh dengan harga diri yang rendah (inferior).

     Sepanjang hidupnya dia memendam kemarahan pada orangtuanya tetapi tidak tahu cara menyalurkannya.  Dia ingin membalas, tapi jelas tidak mungkin.  Maka satu-satunya cara yang dia lakukan (di bawah alam sadar tentunya) adalah membuat orangtuanya susah, lantas marah dan kembali memukulnya.  Demikian terus-menerus, sehingga pukulan menjadi hal yang dinanti-nantikannya.  Dia senang kalau orangtuanya marah.  Inilah bentuk pembalasan dendamnya atas kekasaran orangtuanya.

    Anak yang seringkali diancam, dipukul, atau diintimidasi, cenderung melakukan hal yang sama kepada anak-anak yang lebih kecil. Beberapa remaja tumbuh dengan keinginan yang kuat untuk memberontak, khususnya terhadap otoritas: orangtua, guru, penegak hukum. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka ada dan kehadiran mereka tidak boleh diabaikan. Kalau dirunut ke belakang, anak-anak remaja yang suka tawuran di jalanan ada kemungkinan miskin kasih dan terbiasa dengan kekerasan ketika masih kecil.

    Orang dewasa yang diabaikan ketika kecil atau mengalami kekerasan psikis dan orang-orang yang berarti dalam hidupnya, cenderung mengalami masa-masa sulit bersama pasangan dan anak-anaknya sendiri. Dia akan sulit memberikan kasih sayang karena dia sendiri tidak memiliki “stok kasih” dalam dirinya. Bahkan mungkin saja ia akan melakukan kekerasan yang sama pada orang di sekelilingnya.

    Pada dasarnya banyak cara mendisiplin anak selain memukul, misalnya: tidak mengizinkan anak nonton TV untuk beberapa saat, mengurangi atau bahkan mencabut jam bermain game, tidak mengizinkan anak main ke rumah teman sementara waktu, mengurangi uang jajan, dll.

    Mendisiplin anak sebaiknya dilakukan sejak mereka masih sangat kecil, sedini mungkin. Mulailah dengan mengajarkan disiplin dalam bentuk cerita. Atau bisa juga dengan mengajarkan hal-hal baik pada anak melalui obrolan, pergaulan, simulasi, dsb.

    Perlu disadari bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku disiplin orangtua yang baik. Orangtua yang cerdas secara emosi akan menemukan cara mendisiplin anak dengan benar.

(Sumber: Julianto Simanjuntak, MDiv, MSi – LK3)

Pentingnya Mengajar Anak Menjaga Perkataan

0

   

    Dalam Amsal 4:24, Salomo mengatakan kepada putranya: “Buanglah mulut serong dari padamu dan jauhkanlah bibir yang dolak-dalik dari padamu.”

    [AkhirZaman.org] Orangtua perlu mendidik anak mereka agar menjaga perkataan mereka. Perkatakanlah kebenaran. Berbicaralah mengenai apa yang bermanfaat, bukan yang melukai orang lain. Dan pertahankan perkataan Anda agar senantiasa murni.

    Saya dapat membuktikan bahwa ketika saya sedang bertumbuh, hal ini merupakan salah satu pelajaran yang paling diupayakan oleh orangtua saya untuk mendidik saya. Oleh sebab itu, sebagai orang dewasa, saya tidak pernah terpikir bahkan untuk menggunakan perkataan bernada porno. Mungkin saya tidak seperti anak-anak lain yang sedang bertumbuh di muka bumi ini yang menggunakan kata-kata kutuk atau yang tidak senonoh. Tidak diragukan lagi, itu dikarenakan sebagai seorang anak, berulang kali mulut saya dicuci dengan sabun setiap kali saya mengucapkan kata-kata yang bahkan saya belum mengerti bahwa itu tidak benar.

Hingga hari ini, ketika saya kebetulan mendengar orang lain menggunakan perkataan kotor, saya segera merasakan busa sabun di mulut saya.

    Amsal Salomo penuh dengan peringatan mengenai betapa pentingnya menjaga perkataan:

Mulut orang benar adalah sumber kehidupan (Amsal 10:11).
Lidah orang benar seperti perak pilihan (ayat 20).
Bibir orang benar menggembalakan banyak orang (ayat 21).
Bibir orang benar tahu akan hal yang menyenangkan (ayat 32).
Bibir orang bijak menaburkan pengetahuan (Amsal 15:7).
Hati orang bijak menjadikan mulutnya berakal budi, dan menjadikan bibirnya lebih dapat meyakinkan (Amsal 16:23)
Yang paling berharga ialah bibir yang berpengetahuan (Amsal 20:15).

Dan simaklah peringatan khusus dari Amsal 12:22:
Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi orang yang berlaku setia dikenan-Nya.

    Satu pelajaran yang selalu ditekankan berulangkali pada anak-anak kita adalah betapa pentingnya untuk mengatakan hal yang benar. Rasa sakit sebagai akibat dusta selalu berlipatganda dibandingkan dengan pelanggaran yang lain. Tentu saja, tidak satupun dari mereka yang ingin ketahuan sedang melakukan ketidaktaatan. Tetapi jika mereka tidak taat dan berbohong mengenai itu, akibat buruk yang diterimanya berlipatganda. Dengan demikian kita harus mengajar mereka untuk selalu berkata benar. Ini merupakan pelajaran yang penting, karena jika seseorang dapat melatih hati nuraninya untuk hidup dengan dusta, orang tersebut akan rentan terhadap semua dosa. Bila Anda dapat menutupi dosa Anda dengan dusta, dan jika Anda membiasakan hati nurani Anda untuk membiarkan dusta itu, akibatnya hati nurani Anda menjadi tidak bermanfaat untuk mencegah Anda dari dosa apa pun.

Berikut ini ada pelajaran penting yang lain tentang menjaga perkataan Anda:

Amsal 10:19
Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.
Ajarlah anak Anda bahwa seringkali lebih bijaksana untuk tidak berbicara. Yakobus menulis,
Yakobus 3:8
Tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan.

    Mulut orang bodoh penuh dengan perselisihan, kehancuran, umpat, meremehkan, gosip, pencemaran, dusta, kejahatan, pembangkangan. Jadi ajarlah anak Anda mengucapkan kata yang terbaik.

 (Sumber : jawaban.com)

Tugas Ilahi

0

[AkhirZaman.org] Pekerjaan yang dilakukan murid murid Yesus dahulu adalah juga pekerjaan kita. Setiap orang Kristen menjadi seorang misionaris. Dalam rasa simpati dan iba, kita melayani mereka yang membutuhkan pertolongan, berusaha meringankan penderitaan dan kesengsaraan umat manusia dengan kesungguh sungguhan yang tidak mementingkan diri. The Ministry of Healing, hal. 104.

Sebelum naik ke surga, Kristus menyerahkan tugas kepada murid murid Nya. Dikatakan Nya kepada mereka bahwa mereka sendiri adalah pelaksana kehendak Nya di mana Dia mewariskan kekayaan hidup kekal di dunia ini. The Acts of the Apostles, hal. 27.

Dalam kepercayaan yang diberikan kepada murid murid yang mula mula, orang orang di sepanjang zaman telah mengambil bagian. Setiap orang yang telah menerima Injil telah diserahi kebenaran untuk dibagikan kepada dunia ini. Umat Tuhan yang setia selamanya menjadi misionaris yang agresif, memusatkan perhatian demi kehormatan nama Nya, dan dengan bijaksana menggunakan segenap kemampuan dalam pelayanan Nya. The Acts of the Apostles, hal. 109.

Tugas penginjilan adalah piagam misionaris agung kerajaan Kristus. Murid murid bekerja dengan giat menyelamatkan jiwa jiwa dan menyebarkan undangan kemurahan kepada semua orang. Mereka tidak menunggu supaya didatangi orang, tetapi mereka menemui orang dengan pekabarannya. The Acts of the Apostles, hal. 28.

Para pesuruh Tuhan diutus untuk melakukan pekerjaan yang telah dilakukan Nya semasih di dunia ini. Mereka menyerahkan diri bagi setiap bidang pelayanan yang telah dilaksanakan Nya. Dengan ketulusan dan kesungguh sungguhan, mereka memberitakan kepada orang orang tentang kekayaan yang tak ternilai dan harta yang tak dapat binasa yang berasal dari surga. Testimonies, Jld. 9, hal. 130.

Penugasan yang diberikan kepada murid murid itu juga diberikan kepada kita. Sebagaimana dulu, sekarang ini seorang Juru Selamat yang telah disalibkan dan yang telah bangkit akan ditinggikan di hadapan mereka yang hidup di dunia ini tanpa Tuhan dan tanpa pengharapan. Tuhan memanggil para gembala, guru dan evangelis. Dari pintu ke pintu, hamba hamba Nya memasyhurkan pekabaran keselamatan. Kepada semua bangsa, suku, kaum dan bahasa, kabar pengampunan melalui Kristus disampaikan. Peka baran itu diberikan bukan dengan ucapan lunak yang tidak hidup hidup, tetapi dengan ucapan pasti dan jelas yang menggugah hati. Ratusan orang sedang menunggu amaran supaya dapat selamat. Dunia perlu melihat dalam diri orang Kristen satu bukti kuasa Kekristenan. Bukan hanya di beberapa tempat, tetapi di seluruh dunia, pekabaran kemurahan ini diperlukan. Gospel Workers, hal. 29.

Ketika Yesus naik ke surga, Dia menyerahkan pekerjaan Nya di bumi ini kepada mereka yang telah menerima terang Injil. Merekalah yang akan melaksanakan pekerjaan itu selanjutnya dan menyempurnakannya. Dia tidak menyediakan agen lain untuk mengajarkan kebenaran. “Pergilah ke seluruh dunia dan beritakanlah Injil kepada semua makhluk.” “Dan lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai ke ujung bumi.” Penugasan yang khidmat ini menjangkau kita pada zaman ini. Tuhan meninggalkan tanggung jawab apakah kita menerimanya atau menolaknya. Historical Sketches, hal. 288.

Di atas pundak kita diletakkan satu tugas kudus. Penugasan telah diberikan kepada kita: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid Ku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku perintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Matius 28:19, 20. Engkau diabdikan kepada pekerjaan memperkenalkan Injil keselamatan. Kuasa Mu adalah penyempurnaan surga. Testimonies, Jld. 9, hal.20, 21.

Oleh: Ellen White

HARMONI DALAM PERNIKAHAN (2)

0

 “Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.” 1 Petrus 3:4

[AkhirZaman.org] Dari pembahasan sebelumnya (Harmoni dalam Pernikahan 1) telah kita pelajari mengenai kunci untuk meraih harmoni dalam pernikahan yaitu dengan menjaga komunikasi dan keterbukaan satu sama lain. Selain itu perlu adanya upaya dari suami maupun isteri untuk dapat meraih keharmonisan dalam pernikahan.

Usaha yang berkesinambungan perlu dijaga agar keharmonisan dapat diraih tidak hanya untuk jangka pendek saja, melainkan untuk jangka panjang, karena pernikahan adalah untuk seumur hidup.

Mari kita lihat apa yang Firman Tuhan katakan bagi suami dan isteri berikut ini.

1. Isteri
“Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu.” 1 Pet 3:1-2
Tuhan telah menetapkan seorang wanita menjadi isteri dari seorang pria untuk menjadi penolong bagi suaminya. Sedangkan suami ditetapkan oleh Tuhan sebagai kepala rumah tangga. Otoritas dari Tuhan turun melalui suami hingga kepada seluruh keluarganya.
Oleh karena itu Tuhan menetapkan juga bahwa isteri harus tunduk kepada suami. Hal ini akan menjadi mudah jika karakter dari sang suami sudah terbentuk menjadi pribadi yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Tetapi ada sebagian isteri yang masih menghadapi suami mereka yang masih memiliki karakter yang keras dan bahkan tidak menghargai isterinya. Bukan hal yang mudah bagi seorang isteri yang selalu dimarahi, mungkin juga hingga mengalami kekerasan fisik; untuk menerima keadaannya dan tetap tunduk kepada suaminya serta tetap setia menjadi penolong bagi suaminya bahkan hingga akhir hidupnya. Tahun-tahun yang dilalui dengan berbagai penderitaan merupakan suatu ujian bagi para isteri.
Firman Tuhan senantiasa mengingatkan kita bahwa tidak ada segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita yang tanpa sepengetahuan Tuhan. Se-negatif apapun sikap suami terhadap isteri, sebagai seorang isteri yang sudah mengenal Tuhan harus memegang teguh apa yang telah diperintahkan Tuhan. Dengan tunduk kepada suami, tetap mengasihi dia dalam segala keadaan, tetap sabar dalam kesesakan, tetap percaya dan berdoa kepada Yesus, maka sang isteri akan melihat karya Tuhan yang bekerja dalam diri sang suami (1 Pet 3:1-2).
Karakter lemah lembut dan penuh penundukkan diri dari seorang isteri akan membuat suami yang sebelumnya memiliki karakter yang keras, akan berubah. Kasih akan mengalir lewat sang isteri dan menjamah hati suami. Suami akan dimenangkan melalui perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Tidak ada hati yang terlalu keras untuk dapat dilembutkan oleh aliran kasih Yesus.

2. Suami

“Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang. ” 1 Pet 3:7
Suami memiliki tanggung jawab yang besar atas keluarganya, baik isteri maupun anak-anaknya. Suami merupakan gambaran Kristus dan isteri merupakan gambaran dari umat Tuhan. Suami harus bisa menjadi pribadi yang senantiasa mengasihi, menjaga, melindungi, mencukupi, merawat, menemani, menghibur, dan memotivasi isterinya, kapanpun dan dimanapun diperlukan. Ini merupakan tugas yang sangat berat bagi suami. Kecenderungan akan mengejar karir dalam pekerjaan maupun harta kekayaan dapat membuat suami tidak dapat sepenuhnya mengasihi isterinya.
“Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.” Efesus 5:33
Mengasihi isteri bukanlah berarti hanya mencukupi segala kebutuhannya dengan materi bahkan memberikan segala kemewahan yang ada di dunia ini, tetapi lebih kepada sikap suami terhadap isteri. Firman Tuhan mengatakan bahwa suami harus mengasihi isterinya seperti dirinya sendiri. Pertanyaan ini perlu diajukan kepada diri para suami: “Apa yang akan Anda lakukan demi kebutuhan, keperluan, keinginan/kemauan diri Anda sendiri?” Jawaban atas pertanyaan tersebut harus juga dilakukan oleh para suami untuk isterinya.
Kunci utama bagi suami untuk dapat mengasihi isteri seperti mengasihi diri sendiri adalah dengan melepaskan harga diri atau yang sering disebut dengan ego. Isteri bukanlah sebagai pelengkap kehidupan, melainkan teman pewaris dari kasih karunia. Jika Firman Tuhan katakan “Teman Pewaris”, artinya adalah bahwa isteri mempunyai hak yang sama dengan hak yang dimiliki oleh suami.
Lepaskan segala keinginan untuk merasa lebih tahu, merasa lebih pintar, merasa selalu benar, merasa tidak pernah salah, merasa lebih hebat dan lain sebagainya. Berikan perhatian khusus bagi isteri sehingga mereka dapat merasa bahwa mereka adalah seorang pribadi yang memiliki arti yang spesial bagi hidup suaminya. Hargai setiap pendapat isteri, dengarkan nasehat yang diberikan isteri dan perhatikan apa yang dikatakan oleh isteri.  Dan dengan demikian sikap suami terhadap isterinya tidak akan menjadi penghalang bagi doa yang dinaikkan.
Pada akhirnya, kasih Kristus harus menjadi pengikat bagi suami dan isteri. Jangan jadikan hal lain sebagai pengikat atau pemersatu bagi rumah tangga. Ada beberapa pasangan yang bisa dikatakan terlalu berlebih memberi perhatian kepada anak-anak mereka, sehingga tanpa sadar kasih kepada pasangannya mulai meluntur. Hal ini akan membawa dampak yang negative, ketika anak-anak tumbuh menjadi dewasa hingga menikah dan meninggalkan orang tua mereka. Banyak pasangan yang retak pada titik ini, oleh karena mereka menjadi anak-anak mereka sebagai pemersatu Sehingga pada saat anak-anak mulai membangun rumah tangga mereka sendiri, tidak ada lagi yang dapat mengikat rumah tangga mereka.
Kasih Yesus merupakan tali pemersatu yang begitu kuat. Tidak ada satupun yang dapat melepaskan ikatan tali kasihNya dalam rumah tangga. Pasangan suami-isteri yang menjadikan kasih Yesus sebagi pengikat akan merasakan kasih sayang di antara mereka semakin bertambah hari demi hari bahkan terus bertambah hingga pada masa tuanya.

“Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal. ” Yudas 1:21

www.pelitahidup.com

HARMONI DALAM PERNIKAHAN (1)

0

“Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.” Matius 19:

[AkhirZaman.org] Memasuki pernikahan merupakan idaman bagi hampir semua manusia. Dikatakan hampir semua, karena ada sebagian kecil orang yang memang mempunyai karunia untuk hidup single seperti Rasul Paulus. Setiap orang berusaha mencari pasangannya masing-masing, membina hubungan dan saling mengenal satu sama lain, hingga pada akhirnya masuk ke jenjang pernikahan.

Membina suatu pernikahan yang indah dan harmoni merupakan idaman bagi setiap pasangan yang akan memasuki jenjang pernikahan. Apa yang ada dalam bayangan calon pengantin umumnya adalah semua hal yang indah-indah.

Tetapi ketika pernikahan telah disahkan dan sepasang pengantin baru mulai menjalani pernikahan mereka, maka mulailah timbul hal-hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Masalah demi masalah pasti akan timbul dalam suatu pernikahan, mulai dari masalah yang kecil hingga masalah yang besar. Dan seringkali suatu pertengkaran timbul disebabkan oleh masalah yang sepele, seperti menaruh barang tidak sesuai dengan keinginan sang suami atau isteri, cara menggosok gigi yang berbeda, cara tidur yang mengganggu, dan masih banyak lagi kebiasaan-kebiasaan masing-masing yang bisa memicu pertengkaran.

Tahun-tahun pertama, lima tahun pertama atau bahkan sepuluh tahun pertama dari suatu pernikahan bukanlah masa-masa yang mudah. Belum lagi ditambah omongan dari keluarga pasangan yang tidak menyenangkan, maka akan semakin memperumit keadaan. Kondisi pekerjaan yang kurang baik maupun kondisi keuangan yang juga kurang baik akan semakin memicu pertengkaran dalam suatu rumah tangga. Cara mendidik anak bisa juga menimbulkan perbedaaan pendapat yang juga mempunyai kemungkinan akan suatu pertengkaran dalam rumah tangga. Dan masih banyak lagi deretan kejadian-kejadian yang mempunyai potensi untuk menimbulkan pertengkaran dalam rumah tangga. Tidak jarang juga pertengkaran demi pertengkaran terus menumpuk tanpa penyelesaian yang berarti, hingga pada akhirnya memicu kata perceraian dalam rumah tangga yang baru dibina.

Penyebab dari semuanya itu sebenarnya sangat dipengaruhi oleh satu faktor, yaitu perbedaan latar belakang. Bukan suatu hal yang mudah untuk menyatukan dua latar belakang yang berbeda dalam satu rumah tangga. Sekian puluh tahun, mungkin 20 tahun, 30 tahun atau 40 tahun, seseorang telah hidup dalam suatu kebiasaan, kemudian harus hidup menyatu dengan pribadi lain yang juga mempunyai kebiasaannya sendiri selama puluhan tahun juga. Karakter yang keras akan lebih sulit untuk beradaptasi dengan kebiasaan pasangan yang berbeda. Bahkan ada yang telah puluhan tahun menjalani pernikahan tetapi mereka masih belum mempunyai cara untuk mencari jalan keluar jika terjadi pertengkaran.

Masalah-masalah yang terjadi dalam rumah tangga tidak dapat diselesaikan jika masing-masing mempertahankan pendapatnya. Harus ada pihak yang mengalah. Bahkan kedua pihak harus mengalah. Masalah yang terjadi dalam rumah tangga adalah salah satu cara yang Tuhan ijinkan untuk dapat memproses kehidupan masing-masing pribadi. Karakter masing-masing akan dibentuk dan diubahkan dari yang keras hingga menjadi lemah lembut. Dari yang suka marah diubahkan menjadi suka mengalah. Dari yang suka berteriak diubah menjadi ramah. Dari yang suka memukul diubah menjadi penyayang. Dari yang tidak peduli diubah menjadi peduli dan penuh perhatian. Dari yang suka mengomel diubah menjadi suka memuji.

Perlu diingat bahwa pertengkaran bukanlah suatu alasan bagi kita untuk mengatakan bahwa kita tidak cocok dengan pasangan kita, sehingga memutuskan untuk bercerai. Tuhan sendiri mengatakan bahwa Dia membenci perceraian (Maleakhi 2:16). Tidak ada kata bercerai dalam “kamus” pengikut Kristus.
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Matius 19:6. Kunci untuk meraih harmoni dalam pernikahan adalah dengan menjaga komunikasi dan keterbukaan satu sama lain.

Ambil waktu untuk mengobrol dengan pasangan kita. Bicarakan apa yang memang perlu dibahas, tentunya dengan kepala dingin dan penuh kesabaran. Ceritakan apa yang telah dialami selama satu hari yang telah dijalani, entah pekerjaan di kantor, atau pekerjaan di rumah bagi isteri yang tidak bekerja. Ceritakan ide-ide yang muncul dipikiran kita dan juga rencana-rencana bagi masa depan keluarga. Bahas rencana keuangan rumah tangga, baik pemasukan maupun pengeluaran. Perlu diingat bahwa ketika kita memasuki pernikahan, Firman Tuhan mengatakan bahwa suami isteri adalah satu. Dengan demikian, tidak ada yang namanya sebagian harta ini milik suami, sebagian harta ini milik isteri. Uang dan harta kekayaan yang ada adalah milik bersama dan dikelola secara bersama-sama juga. Suami isteri bertanggung jawab secara bersama-sama atas apa yang terjadi dalam rumah tangga mereka, baik keuangan, anak-anak dan lain-lainnya.

Usahakan keterbukaan dalam setiap keadaan. Jangan simpan rahasia di belakang pasangan. Keterbukaan adalah pintu menuju keharmonisan. Tidak perlu takut mengungkapkan sesuatu yang salah karena kejujuran jauh lebih penting dibandingkan segala sesuatu yang ditutup-tutupi.

Pada akhirnya, usaha dari kedua belah pihak baik suami maupun isteri sangat diperlukan untuk meraih keharmonisan dalam keluarga. Tidak perlu menunggu pasangan kita yang memulai untuk berbuat baik terlebih dahulu. Tidak perlu menunggu pasangan kita untuk mengatakan maaf jika memang pertengkaran telah terjadi. Dengan usaha yang demikian dari suami maupun isteri, maka keharmonisan keluarga dapat diraih demi kemuliaan nama Tuhan. Haleluya!

Sumber: www.pelitahidup.com

Mengapa Perlu Pendidikan Anak?

0

[AkhirZaman.org] 2 Tim 1:5 Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.

l. Apa itu PENA (Pendidikan Anak)
PENA yang akan diterangkan disini adalah pendidikan anak yang berdasarkan Firman Tuhan atau Alkitabiah.

Orangtua mempunyai kesempatan yang besar untuk menulisi hati anak-anaknya yang masih subur, bukan dengan tinta, tetapi dengan Firman Tuhan dan pengurapan Roh Kudus 2Kor 3:3, yaitu menanamkan iman dalam hati anak-anaknya dan itu menyelamatkannya. Kehendak orangtua bisa ditulis dalam hati anak-anaknya sewaktu masih kecil, waktu hatinya masih subur dan ini akan banyak menentukan anak itu menjadi baik atau menjadi jahat.

ll. Maksud utama PENA

  1. Supaya selamat masuk Surga. 2Tim 1:5.
    Maksud utama Pena supaya selamat masuk Surga, perkara-perkara  jasmani itu nomor dua, yang harus diutamakan adalah yang rohani yaitu mencari kerajaan Surga dan Tuhan berjanji bahwa semua yang lain, termasuk kebutuhan-kebutuhan jasmani akan ditambahkan kepada kita Mat 6:33.
  2. Tumbuh semulia mungkin.
    Orangtua wajib berusaha mendidik anak-anaknya supaya bisa tumbuh semulia mungkin di Surga. Kalau ini dikerjakan, maka juga di dunia, anak ini akan disertai Tuhan dan itu indah Luk 2:52, punya kesaksian hidup yang baik dan limpah dengan fasilitas jasmani, tetapi bukan ini tujuan utamanya, sebab tujuan utamanya adalah selamat dan mulia di Surga Mat 16:26.

lll. Mengapa kita perlu mendidik anak-anak kita?
Dilihat dari segi:
•    Anak
•    Orang tua
•    Sikon

A. Anak Perlu PENA sebab:

  1. Tidak otomatis
    Anak orang rohani, tidak otomatis jadi rohani seperti orang tuanya, perlu dididik supaya jadi rohani. Daud yang rohani, ada anaknya yaitu Absalom, yang menjadi jahat dan rusak. Imam Eli yang rohani, anaknya Hofni dan Pinehas, begitu  jahat di hadapan Tuhan. Tetapi anak-anak orang beriman punya janji khusus, yaitu Kis 16:31 “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu”, meskipun tidak otomatis, kalau mau mengusahakan dengan tekun maka seluruh isi rumah akan selamat kekal.
  2. Tidak bisa bedakan baik dan jahat
    Anak-anak belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat menurut Firman Tuhan Ibr 5:13-14, sebab itu mereka perlu dididik dan diajarkan kebenaran-kebenaran dari FT Yoh 17:17, sehingga mereka bisa membedakan dan memilih yang benar menurut Firman Tuhan.
  3. Lahir dalam dosa
    Meskipun sudah percaya (diselamatkan dalam orang tuanya 1Kor 7:14), iman harus dipelihara, sebab: (a) Ia masih hidup dalam tubuh dosa (daging) yang menarik ke dalam dosa Rom 7:18, semua manusia condong kepada dosa Yoh 3:19. Jadi anak-anak harus ditolong untuk mau terus mematikan tabiat daging, yaitu hidup lama dan memakai hidup baru, sebab itu perlu pikul salib sejak kecil Rat 3:27. (b) Ada Iblis yang hendak merusak rohaninya sampai binasa Yoh 10:10. (c) Dunia dan pergaulannya banyak mempengaruhi, sebab itu didik baik-baik supaya mau dan bisa jadi rohani
  4. Untuk masa depan
    Anak-anak yang sejak kecil dididik dengan kebenaran Firman Tuhan akan memiliki masa depan yang indah bersama Tuhan Yesus Ams 23:18. Sebab itu orangtua harus mengisi dan menaburi anak2nya dengan benih-benih Firman Tuhan Luk 8:11 sejak lahir 2Tim 3:15, untuk bisa kuat menghadapi tantangan yang lebih berat di akhir zaman.

B. Orangtua perlu mendidik anak-anak menurut FT, sebab :

  1. Tanggung jawab orang tua.
    Tuhan memberi kepada orangtua tanggung jawab untuk mendidik anak-anak Ams 29:17, sebab itu orangtua harus lahir baru dan mengerti kebenaran Firman Tuhan supaya tidak salah mendidik anaknya Mar 12:24. Dalam mendidik anak jangan memakai kekuatan sendiri, hasilnya terbatas, tetapi dengan doa, Firman Tuhan, dan pertolongan kuasa Roh Kudus.
  2. Lalai.
    Banyak orangtua yang lalai dan tidak mendidik anak-anaknya dengan baik, mereka seringkali sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak punya waktu untuk mendidik anaknya. Kalau orangtua lalai mendidik anaknya maka setan yang tidak pernah lalai dan tidak pernah lelah akan menaburi dengan lalang Mat 13:25 dan mendidiknya dengan segala cara, misalnya dengan pergaulan yang jahat 1Kor15:33, buku-buku, TV, film, game , internet, lagu dunia dll, sehingga  sempurna dalam dosa dan menjadi seperti iblis.
  3.  Tidak mengerti.
    Beberapa orang sudah mendidik anak-anaknya, tetapi hanya secara sekuler dan itu tidak cukup, itu hanya menghasilkan orang baik cara manusiawi, kalau tidak ada iman, tidak akan selamat Mat 16:26.
  4. Prinsip-prinsip berkebun.
    PENA (Pendidikan Anak) itu seperti berkebun, bayi dan kanak-kanak adalah tanah yang subur, apa saja yang ditaburkan akan tumbuh dengan subur.
    4.1. Tabur menuai.

    Pena masa kanak-kanak adalah kesempatan emas orangtua untuk menabur dalam anaknya.  Sebab itu taburi dengan kebenaran Firman Tuhan maka akan menuai anak-anak yang hidup berkenan dan tidak menyimpang dari jalan Tuhan Ams 22:6. Kalau kesempatan ini tidak dipakai oleh orangtua, setan akan menabur hal-hal yang jahat, maka anak tersebut menjadi jahat dan rusak rohaninya sehingga satu kali kelak akan menjadi telaga kesukaran bagi orangtuanya Ams 19:13 TL.
    4.2. Yang ditabur itu yang dituai.
    Gal 6:7 jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Jadi orangtua harus:
    (A) Menabur benih Firman Tuhan
    Mengajarkan prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan supaya benih Firman Tuhan itu bisa tumbuh Luk 8:11 dan sifat-sifat Kristus yang baru bisa semakin nyata dalam pertumbuhan rohani anak-anaknya.
    (B) Memperbaiki yang salah.Orangtua harus segera menunjukkan pada anak, mana-mana yang salah dalam terang Firman Tuhan, dan bagaimana membetulkannya dengan pimpinan dan kuasa Roh Kudus.
  5. Tekun.
    PENA perlu ketekunan Ul 6:7,bukan instan tapi perlu waktu, tidak mungkin selesai dalam satu bulan atau satu tahun, seperti orang yang menyusun batu bata, satu persatu dengan tekun sampai selesai, sehingga menghasilkan satu bangunan yang kuat dan indah.
  6. Tidak mampu.
    Jangan kecil hati, percayalah dengan Tuhan pasti bisa, sebab mendidik anak adalah kehendak Tuhan Ams 29:17.

C. Sikon
1.    Tantangan akhir zaman.
Tantangan anak-anak di akhir zaman ini jauh lebih berat dari zaman dulu, sebab keadaan dunia sudah berubah 2Tim 3:1-4. Sebab itu anak-anak tidak cukup hanya diberi susu tapi perlu diberi makanan keras Ibr 5:13-14, yaitu pengertian Firman Tuhan yang dalam-dalam, supaya kuat dan tumbuh dalam sikon akhir zaman yang jahat itu.
2.    Iblis pembunuh.
Iblis selalu berusaha tanpa lelah untuk menipu, membunuh dan membinasakan Yoh 10:10 dengan segala tipu dayanya untuk menjatuhkan. Tanpa dididik baik-baik dalam Kristus, anak-anak akan disesatkan dan dibinasakan oleh iblis dan kaki tangannya.

IV. Apa saja yang harus diajarkan?
Ada 30 pokok pendidikan anak yang Alkitabiah yang bisa kita pelajari dan kita terapkan dalam mendidik anak-anak, yaitu:

  1. Mengapa perlu Pendidikan Anak → supaya selamat masuk Surga
  2. Target Pendididkan Anak → jadi seperti Tuhan Yesus
  3. Pembagian umur → sebab kebutuhan anak2 berbeda, sesuai umur, yaitu:
  4. Pre Natal (kandungan), Bayi dan balita → ini masa subur untuk pendidikan
  5. Masa kanak-kanak → pengaruh dunia luar mulai masuk harus diperhatikan
  6. Masa remaja → orang tua perlu memperhatikan dan membantu masa perubahan yang besar ini
  7. Masa muda → disiapkan untuk terjun dalam masyarakat
  8. Peran orangtua dalam PENA → seharusnya paling besar
  9. Peran orang lain dalam PENA → jangan sampai merugikan
  10. Pendidikan Anak sekuler → tidak cukup untuk masuk Surga
  11. Metode pendidikan anak → mengubah jadi baru, bukan menambal baju lama
  12. Kurikulum pendidikan anak → ada 3 macam
  13. Character building I → prinsip-prinsip mendapat tabiat yang baru
  14. Character building ll → rincian tabiat yang baru
  15. Menghormati orang tua → secara Alkitabiah
  16. Pendidikan hidup nikah → pendidikan seks Alkitabiah yang diarahkan ke dalam pernikahan
  17. Game dll → pengaruhnya dalam hidup anak-anak
  18. Tantangan akhir zaman → anak-anak harus dipersiapkan, kalau tidak, mudah jatuh dalam dosa dan tertinggal
  19. Salah didik, tidak dididik → kesempatan itu habis karena salah didik
  20. Manja → membuat anak jadi kurang ajar
  21. Kenakalan anak → bagaimana mengatasinya
  22. Menghajar anak → dengan betul supaya jangan sampai membuat cacat atau merusakan imannya
  23. Peran Gereja → dalam pendidikan anak
  24. Peran Sekolah Gereja dan kebaktian Kaum Muda → punya andil yang penting
  25. Peran sekolah sekuler → harus tahu untung ruginya, istimewa bagi imannya
  26. PENA dalam asrama, panti, sekolah luar negeri → apa kerugiannya dan bahayanya
  27. Single parent child → bagaimana bisa mendidik dengan betul
  28. Broken home, krisis keluarga → mengatasi akibatnya
  29. Kesehatan anak → tidak boleh dilupakan
  30. Kelainan-kelainan idiot, autis, jenius, dll → bagaimana menanganinya

V. Kesimpulan
1.    Perlu PENA
Sebab anak-anak orang beriman tidak otomatis jadi orang beriman, tetapi ada janji Tuhan kalau diusahakan akan selamat, dan sesudahnya, imannya tetap harus dipelihara terus supaya tetap tumbuh setinggi mungkin dalam kemuliaan Sorga, ini yang kekal.
2.    Kalau tidak melakukan PENA maka:

  1. Menderita seperti Daud
  2. Dihukum Tuhan seperti Imam Eli
  3. Kehilangan anak jasmani dan rohani dalam neraka kekal

3.    PENA jangan memakai kekuatan sendiri, sebab itu terbatas, tetapi dengan Doa, Firman Tuhan, pertolongan kuasa Roh Kudus  dan persekutuan tubuh Kristus. Hasilnya akan jauh lebih indah sampai kekal.

Sumber: http://www.tulang-elisa.org

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?