Thursday, November 21, 2024
Google search engine
HomeGaya HidupPendidikanMemukul Anak, Apa Akibatnya?

Memukul Anak, Apa Akibatnya?

 

    [AkhirZaman.org] Bolehkah kita memukul anak?  Demikian pertanyaan yang umum ditanyakan oleh orang tua.  Umumnya orang tua memukul anak karena marah.  Seringkali kemarahan orangtua sedemikian hebat sehingga mereka cenderung memukul tanpa berpikir panjang dan berlebihan atau impulsif.  Setelah memukul kebanyakan orangtua menjadi sangat menyesal; tetapi tidak berdaya.  Kebanyakan orangtua sebenarnya tidak tega memukul anak mereka.  Tapi orangtua menganggap kalau dibiarkan bisa membuat anak lebih nakal.  Akhirnya, mau tidak mau, orang tua berpikir pukulanlah yang dapat memperbaiki tingkah laku anak-anak mereka.

    Pukulan-pukulan berakibat negatif pada anak-anak.  Pada tataran terendah,mereka akan malu.  Apalagi kalau ada orang lain (pembantu, adik-kakak, keluarga lain, teman) yang melihat mereka dipukul.  Anak yang dipukul cenderung menyalahkan diri sendiri.  Mereka menjadi susah dan sedih.  Dalam hati kecil, mereka umumnya mengasihi orangtua, tetapi mereka merasa telah membuat orangtua susah.  Padahal pada dasarnya seorang anak belum tahu bagaimana caranya menyenangkan papa-mamanya.  Akhirnya, si anak menjadi kesal terhadap dirinya sendiri.

   Perasaan-perasaan ini menumbuhkan kebingungan dan kemarahan dalam diri anak, baik terhadap dirinya sendiri maupun orangtuanya. Jika pemukulan, kemarahan, caci-maki, penghinaan, dsb terus dilakukan, anak akan tumbuh dengan harga diri yang rendah (inferior).

     Sepanjang hidupnya dia memendam kemarahan pada orangtuanya tetapi tidak tahu cara menyalurkannya.  Dia ingin membalas, tapi jelas tidak mungkin.  Maka satu-satunya cara yang dia lakukan (di bawah alam sadar tentunya) adalah membuat orangtuanya susah, lantas marah dan kembali memukulnya.  Demikian terus-menerus, sehingga pukulan menjadi hal yang dinanti-nantikannya.  Dia senang kalau orangtuanya marah.  Inilah bentuk pembalasan dendamnya atas kekasaran orangtuanya.

    Anak yang seringkali diancam, dipukul, atau diintimidasi, cenderung melakukan hal yang sama kepada anak-anak yang lebih kecil. Beberapa remaja tumbuh dengan keinginan yang kuat untuk memberontak, khususnya terhadap otoritas: orangtua, guru, penegak hukum. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka ada dan kehadiran mereka tidak boleh diabaikan. Kalau dirunut ke belakang, anak-anak remaja yang suka tawuran di jalanan ada kemungkinan miskin kasih dan terbiasa dengan kekerasan ketika masih kecil.

    Orang dewasa yang diabaikan ketika kecil atau mengalami kekerasan psikis dan orang-orang yang berarti dalam hidupnya, cenderung mengalami masa-masa sulit bersama pasangan dan anak-anaknya sendiri. Dia akan sulit memberikan kasih sayang karena dia sendiri tidak memiliki “stok kasih” dalam dirinya. Bahkan mungkin saja ia akan melakukan kekerasan yang sama pada orang di sekelilingnya.

    Pada dasarnya banyak cara mendisiplin anak selain memukul, misalnya: tidak mengizinkan anak nonton TV untuk beberapa saat, mengurangi atau bahkan mencabut jam bermain game, tidak mengizinkan anak main ke rumah teman sementara waktu, mengurangi uang jajan, dll.

    Mendisiplin anak sebaiknya dilakukan sejak mereka masih sangat kecil, sedini mungkin. Mulailah dengan mengajarkan disiplin dalam bentuk cerita. Atau bisa juga dengan mengajarkan hal-hal baik pada anak melalui obrolan, pergaulan, simulasi, dsb.

    Perlu disadari bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku disiplin orangtua yang baik. Orangtua yang cerdas secara emosi akan menemukan cara mendisiplin anak dengan benar.

(Sumber: Julianto Simanjuntak, MDiv, MSi – LK3)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?