Thursday, November 21, 2024
Google search engine
HomePendalamanNubuatanKERUNTUHAN KOTA YERUSALEM (3)

KERUNTUHAN KOTA YERUSALEM (3)


(nubuatan keruntuhan Yerusalem diucapkan Yesus oleh karena kedegilan dan ketidakpercayaan orang-orang Yahudi. Namun mengapa nubuatan ini memerlukan waktu hampir 40 tahun untuk digenapi pada tahun 70 Masehi sementara nubuatan ini diucapkan Tuhan Yesus pada tahun kematiaan-Nya, yaitu 31 Masehi? Kita akan pelajari dalam artikel nubuatan kali ini)

[AkhirZaman.org] Hampir selama 40 tahun, sesudah kebinasaan Yerusalem diumumkan oleh Kristus sendiri, Tuhan menunda penghakiman-Nya atas kota dan bangsa itu. Cukup mengagumkan panjang sabar Allah terhadap para penolak Injil-Nya dan para pembunuh Anak-Nya. Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah itu menyatakan perlakuan Allah terhadap bangsa Yahudi. Perintah sudah dikeluarkan, “Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma?” (Lukas 13:7). Tetapi belas kasihan ilahi telah memberikan waktu sedikit lagi.

Masih banyak orang-orang Yahudi yang tidak mengetahui tabiat dan pekerjaan Kristus. Dan anak-anak belum menikmati atau menerima terang yang di tolak orang tua mereka dengan hinaan, melalui pemberitaan rasul-rasul dan rekan-rekan mereka. Allah akan membuat terang itu bersinar atas mereka. Mereka akan diizinkan melihat bagaimana nubuatan itu digenapi, bukan saja pada kelahiran dan kehidupan Kristus, tetapi juga pada kematian dan kebangkitan-Nya. Anak-anak tidak di hukum atas dosa-dosa orang tua mereka. Akan tetapi, bilamana dengan mengetahui semua terang yang diberikan kepada orang tua mereka, anak-anak itu tetap menolak terang tambahan yang diberikan kepada mereka, maka mereka menjadi ikut mengambil bahagian dalam dosa-dosa orang tua mereka, dan turut terlibat di dalam kelaliman mereka.

Panjang sabar Allah atas Yerusalem hanya memastikan bahwa orang Yahudi itu tetap keras kepala tidak mau mengakui dosa-dosa mereka. Di dalam kebencian dan kekejaman mereka terhadap murid-murid Yesus, mereka menolak tawaran kemurahan terakhir. Lalu Allah tidak lagi melindungi mereka, dan menarik kuasa pengendalian-Nya atas serangan Setan dan malaikat-malaikatnya kepada mereka. Dan bangsa itu telah dibiarkan dikendalikan oleh pemimpin yang dipilihnya sendiri.

Anak-anaknya telah menghinakan rahmat Kristus, yang sebenarnya dapat menyanggupkan mereka untuk mengalahkan dorongan-dorongan jahat mereka. Dan sekarang mereka ditaklukkan oleh dorongan-dorongan jahat mereka sendiri. Setan membangkitkan kemarahan yang paling ganas dan yang paling keji di dalam jiwa mereka. Manusia tidak lagi menggunakan pertimbangan akal sehat; mereka sudah jauh dari pertimbangan akal sehat, — dikuasai oleh nafsu dan dorongan hati dan amarah yang membabi-buta. Mereka menjadi kesetanan dalam tindakan kejahatannya.

Di dalam keluarga atau di dalam masyarakat, baik dengan golongan atas maupun golongan bawah, terdapat kecurigaan, kecemburuan, kebencian, perkelahian, pemberontakan dan pembunuhan. Tidak ada rasa aman dimana-mana. Sahabat-sahabat dan sanak saudara saling mengkhianati satu sama lain. Orang tua membunuh anaknya dan anak membunuh orang tuanya. Para pejabat pemerintah tidak berkuasa memerintah mereka. Nafsu yang tidak terkendalikan membuat mereka jadi lalim.

Orang-orang Yahudi telah menerima kesaksian palsu untuk menghukum Anak Allah yang tidak bersalah itu. Dan sekarang tuduhan-tuduhan palsu membuat hidup mereka tidak ada kepastian. Oleh tindakan-tindakan mereka, telah lama mereka berkata, “Janganlah susahi kami dengan Yang Maha Kudus, Allah Israel.” (Yes. 30:11). Sekarang keinginan mereka telah diberikan. Takut akan Allah tidak lagi mengganggu mereka. Setan telah memimpin bangsa itu, dan penguasa tertinggi negara dan agama telah berada di bawah kendalinya.

Para pemimpin golongan penentang pada waktu itu bersatu untuk merampok dan menganiaya korban-korban yang malang. Dan sekali lagi mereka terlibat kekerasan satu sama lain dan saling membunuh tanpa dapat menahan kengerian keganasan mereka. Orang-orang yang datang beribadat ke kaabah telah di serang di depan mezbah, dan kaabah itu dikotori dengan tubuh orang-orang yang telah di bunuh. Namun dalam pikiran mereka yang buta dan yang penuh dengan hujatan para penggerak pekerjaan neraka itu secara terbuka menyatakan bahwa mereka tidak takut kota Yerusalem akan dibinasakan, karena Yerusalem adalah kota Allah sendiri.

Untuk memantapkan kekuasaan mereka lebih kuat lagi, mereka menyuap nabi-nabi palsu untuk mengumumkan, agar orang-orang menunggu kelepasan dari Allah, meskipun tentera Roma sedang mengepung kaabah itu. Akhirnya, orang banyak berpegang pada kepercayaan bahwa Yang Maha Tinggi campur tangan dalam mengalahkan musuh-musuh mereka. Tetapi Israel telah menolak dan menghinakan perlindungan ilahi, dan sekarang ia tidak mempunyai pertahanan sama sekali. Yerusalem yang malang! Di koyak-koyak oleh pertikaian di dalam negeri sendiri, darah anak-anak mereka yang di bunuh oleh tangan-tangan orang lain membuat jalan-jalannya merah, sementara tentera asing menghancurkan kubu-kubu pertahanannya, dan membunuh pahlawan-pahlawan perangnya.

Semua nubuatan yang dikatakan Kristus mengenai kebinasaan kota Yerusalem telah digenapi dengan tepat. Orang-orang Yahudi mengalami kebenaran amaran-Nya, “dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu.” (Matius 7:2).

Tanda-tanda dan keajaiban bermunculan mendahului bencana dan malapetaka itu. Pada tengah malam bersinarlah terang yang tidak biasa di atas kaabah dan mezbah. Di awan-awan matahari terbenam terlukis kereta-kereta perang dan bala tentera siap untuk berperang. Imam-imam yang bertugas malam di kaabah telah ditakutkan oleh suara-suara misterius. Bumi bergetar dan terdengar suara tangisan orang banyak, “Marilah kita pergi dari sini.” “Pintu gerbang kota sebelah timur yang besar, yang begitu berat, sehingga dengan susah payah bisa di tutup oleh dua puluhan orang, yang dipasangkan dengan batang-batang besi yang tertancap dalam pada batu, terbuka pada malam itu dengan sendirinya tanpa ada terlihat yang membuka.” — Milman, “History of the Jews,” buku 13.

Selama tujuh tahun seseorang terus menerus menelusuri jalan-jalan kota Yerusalem, menyatakan malapetaka yang akan menimpa kota itu. Siang dan malam ia menyanyikan nyanyian ratapan kesedihan, “Suara dari timur! suara dari barat! suara dari keempat penjuru mata angin! suara menentang Yerusalem dan menentang kaabah! suara menentang pengantin laki-laki dan pengantin perempuan! suara menentang semua orang!” Namun orang ini dipenjarakan, dicambuk dan dihukum dengan kejam, tetapi tidak ada keluhan yang keluar dari bibirnya. Terhadap hinaan dan perlakuan kejam itu ia hanya menjawab, “Malapetaka, malapetaka bagi Yerusalem! malapetaka, malapetaka bagi penghuninya!” Seruan amarannya terhenti setelah ia dibunuh pada pengepungan yang dikatakannya sebelumnya.

Tak satupun orang Kristen yang binasa pada waktu Yerusalem dimusnahkan. Kristus telah mengamarkan murid-murid-Nya. Dan semua orang yang percaya kepada firman-Nya, memperhatikan tanda-tanda yang sudah dijanjikan. “Apabila kamu melihat Yerusalem di kepung oleh tentera-tentera, ketahuilah bahwa keruntuhannya sudah dekat,” kata Yesus. “Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi.” (Lukas 21:20,21).

Setelah tentera Roma di bawah pimpinan Cestius mengepung kota itu, tanpa diduga pengepungan itu dibatalkan, pada saat segalanya sudah siap untuk mengadakan serangan segera. Kota yang terkepung dan yang tak mempunya harapan untuk bertahan itu, sudah mau menyerah pada waktu jenderal Romawi itu menarik pasukannya tanpa alasan yang jelas. Tetapi Allah yang berbelas kasihan itu, mengendalikan kejadian itu demi kebaikan umat-Nya. Tanda yang dijanjikan telah diberikan kepada orang-orang Kristen yang sedang menunggu. Dan sekarang suatu kesempatan diberikan kepada semua orang yang mau, untuk menuruti amaran Juru Selamat. Kejadian-kejadian semua dibatalkan sedemikian rupa sehingga baik orang Yahudi maupun orang Romawi tidak akan menghalangi pengungsian orang Kristen. Pada waktu Cestius dengan pasukannya mundur, orang Yahudi tiba-tiba keluar dari Yerusalem mengejar tentara Roma yang sedang mundur itu. Pada waktu kedua belah pihak terlibat pertempuran, orang-orang Kristen mempunyai kesempatan untuk meninggalkan kota itu. Pada waktu ini juga tidak ada lagi musuh-musuh di kota itu yang mungkin mencegat mereka. Pada waktu pengepungan itu, orang-orang Yahudi berkumpul di Yerusalem untuk merayakan hari Hari-hari Raya Kaabah, dengan demikian orang-orang Kristen dari seluruh negeri bisa meloloskan diri tanpa gangguan. Mereka meloloskan diri ke tempat yang aman tanpa bertangguh — ke kota Pella, di tanah Perea di seberang sungai Yordan.

Trome legion Copyentera orang Yahudi yang mengejar Cestius dan tenteranya, berada di belakang mereka, yang dengan keganasannya mengancam akan membinasakan dan memusnahkan mereka. Hanya dengan susah payah pasukan Romawi dapat berhasil mengundurkan diri. Orang Yahudi dapat megalahkan tentera Romawi hampir tanpa kehilangan apa-apa. Dan dengan barang-barang rampasan, mereka kembali ke Yerusalem di dalam kemenangan. Namun keberhasilan nyata ini hanya mengakibatkan kejahatan bagi mereka. Hal itu menimbulkan pembangkangan mereka kepada orang Romawi, yang dengan segera membawa malapetaka yang tak terkatakan ke atas kota Yerusalem itu.

Bencana yang mengerikan menimpa kota Yerusalem pada waktu pengepungan diulangi oleh Titus. Kota itu di kepung musuh pada waktu Hari Raya Paskah, pada waktu berjuta-juta orang Yahudi berkumpul di dalam kota. Gudang-gudang penyimpanan bahan makanan mereka, yang jika di isi dengan cermat akan dapat memasok bahan makanan bagi penduduk untuk bertahun-tahun lamanya. Tetapi sebelumnya telah dirusakkan oleh karena iri hati dan dendam kelompok-kelompok yang menentang. Dan sekarang bala kelaparan yang mengerikan harus dialami. Sesukat gandum telah di jual dengan harga satu talenta. Begitu ganasnya kelaparan itu, sehingga manusia menggerogoti ikat pinggang kulit, sandal kulit dan penutup perisainya yang terbuat dari kulit.

Banyak orang menyelinap keluar pada malam hari, mengumpulkan tanaman liar yang tumbuh di luar tembok kota, meskipun banyak yang tertangkap dan di siksa dengan kejamnya. Dan mereka yang kembali dengan selamat sering dirampok apa-apa yang telah mereka kumpulkan dengan penuh bahaya. Penyiksaan yang paling tidak mengenal peri kemanusiaan dilakukan oleh mereka yang berkuasa, untuk mengambil bahan makanan dari orang yang kelaparan, yang mungkin mereka sembunyikan. Dan tindakan kekejaman ini sering dilakukan oleh orang-orang yang cukup makan, dan hanya semata-mata untuk menimbun persediaan makanan untuk diri sendiri di masa mendatang.

Beribu-ribu orang yang binasa oleh karena kelaparan dan wabah. Peri kemanusiaan tampaknya sudah sirna. Suami-suami merampok isteri-isteri, dan sebaliknya. Anak-anak terlihat menjambret makanan dari mulut orng tua mereka yang sudah lanjut usia. Pertanyaan nabi, “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya?” (Yes. 49:15), jawabnya terdapat di dalam tembok kota yang mengalami malapetaka itu. “Dengan tangan sendiri wanita yang lemah lembut memasak kanak-kanak mereka, untuk makanan mereka tatkala runtuh putri bangsaku.” (Ratapan 4:10).

Sekali lagi amaran nubuatan yang diberikan empat belas abad yang lalu digenapi: “Perempuan yang lemah dan manja diantaramu, yang tidak pernah menjejakkan telapak kakinya ke tanah karena sifatnya yang lemah lembut dan manja itu, akan kesal terhadap suaminya sendiri atau terhadap anaknya laki-laki dan anaknya perempuan karena uri yang keluar dari kandungannya ataupun karena anak-anak yang dilahirkannya; sebab karena kekurangan segala-galanya ia akan memakannya dengan sembunyi-sembunyi, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhmu kepadamu di dalam tempatmu.” (Ulangan 28:56,57).

Para pemimpin Romawi berusaha menimbulkan teror pada orang-orang Yahudi, dan dengan demikian menyebabkan mereka mau menyerah. Para tawanan yang mencoba melawan, di cambuk dan disiksa dan disalibkan di luar tembok kota. Setiap hari ratusan orang di bunuh dengan cara ini. Dan perbuatan kejam ini berlangsung terus sampai seluruh lembah Jehoshaphat dan Golgota penuh dengan salib-salib yang didirikan, sehingga tinggal sangat sedikit ruang gerak di antara mereka. Sangat mengerikan hukuman dan kutuk dahsyat yang diucapkan di kursi pengadilan Pilatus: “Biarlah darah ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami.” (Matius 27:25).

Sebenarnya Titus mau mengakhiri keadaan yang mengerikan ini, dengan demikian menghindarkan kota Yerusalem dari kebinasaan total. Ia diliputi perasaan ngeri ketika ia melihat timbunan jenazah di lembah-lembah. Bagaikan seorang yang terpesona, ia melihat kaabah yang megah dan indah itu dari puncak Bukit Zaitun, sehingga ia memberi perintah agar tak satupun batunya boleh dijamah.

Sebelum berusaha menguasai kubu pertahanan, ia menghimbau para pemimpin Yahudi degan sungguh-sungguh agar jangan memaksanya untuk mencemarkan tempat kudus itu dengan darah. Jika mereka keluar dan bertempur dimana saja, maka tak seorangpun tentera Romawi akan melanggar kesucian kaabah itu. Josephus sendiri, dalam berbagai himbauannya, memohon dengan sangat agar mereka menyerah, untuk menyelamatkan mereka sendiri, kota mereka dan tempat mereka berbakti. Akan tetapi kata-katanya ini telah di jawab dengan kutukan pahit. Lembing telah dilemparkan kepadanya, sebagai seorang juru penengah manusia, pada waktu ia berdiri memohon kepada mereka. Orang Yahudi telah menolak permohonan Anak Allah, dan sekarang anjuran dan permohonan hanya membuat mereka tetap bertahan sampai akhir. Sia-sialah usaha Titus untk menyelamatkan kaabah; Seorang yang lebih besar dari padanya telah menyatakan bahwa tak satu batupun tinggal di atas batu yang lain.

Sikap keras kepala yang membabi-buta para pemimpin Yahudi dan kejahatan keji yang meraja-lela di dalam kota yang terkepung itu menimbulkan ketakutan dan kemarahan tentera Romawi, dan akhirnya Titus memutuskan untuk menyerang kaabah itu. Ia juga menetapkkan, jika mungkin, untuk menyelamatkan kaabah itu dari keruntuhan. Tetapi perintahnya itu tidak lagi diindahkan anak buahnya. Pada waktu itu ia beristirahat di kemahnya pada malam hari, orang Yahudi keluar dari kaabah itu dan menyerang tentera Romawi dengn tiba-tiba. Dalam pertempuran itu seorang tentera melemparkan obor berapi melalui lobang di serambi kaabah, dan dengan segera membakar ruangan yang dilapisi dengan kayu cedar, yang berdekatan dengan kamar yang kudus. Titus segera berlari menuju api itu, diikuti oleh jenderal-jederal dan komandan-komandan pasukannya, dan memerintahkan pasukan untuk memadamkan api itu. Namun perintahnya tidak diacuhkan.

Dalam keganasannya tentara-tentara itu melemparkan obor-obor menyala ke ruangan-ruangan yang berdampingan dengan kaabah itu, dan kemudian dengan pedangnya membunuh banyak sekali orang-orang yang bersembunyi di situ. Darah mengalir di tangga kaabah, bak aliran air layaknya. Beribu-ribu orang Yahudi binasa. Selain suara peperangan itu, terdengar teriakan, “Ichabot!” — kemuliaan sudah hilang.

rebuild the temple Copy“Tidak mungkin bagi Titus menghentikan amukan tenteranya pada saat itu. Ia bersama stafnya memasuki dan memeriksa bagian dalam bangunan yang kudus itu. Mereka terpukau dan kagum karena api belum membakar tempat kudus itu. Ia membuat usaha terakhir untuk menyelamatkan tempat kudus itu. Ia melompat ke depan dan mengajak tenteranya untuk menghentikan kebakaran itu. Biasanya pasukan Liberalis harus patuh kepada atasannya. Tetapi rasa hormat kepada kaisarpun akan hilang oleh karena kebencian terhadap orang Yahudi, dan keganasan pertempuran itu, serta pengharapan akan mendapat rampasan. Tentera-tenera itu melihat di sekeliling mereka kilauan emas, yang memantulkan cahaya dalam amukan api. Mereka mengira bahwa harta yang tak terhitung banyaknya di simpan di dalam kaabah itu. Tanpa menyadari, seorang tentera menyulutkan obornya yang sedang menyala ke antara engsel pintu. Dengan sekejap saja seluruh bangunan sudah menyala. Nyala api dan asap yang membutakan mata memaksa para staf mundur, dan bangunan agung itupun dibiarkan menemui nasibnya.

“Bagi orang Roma pemandangan itu adalah suatu yang mengerikan – apalagi bagi orang Yahudi? Seluruh puncak bukit tempat kota itu berdiri, terbakar bagaikan gunung berapi. Satu demi satu banguan itu runtuh dengan bunyi yang bergemuruh, lalu di telan lubang dalam yang menyala. Atap-atap yang terdiri dari kayu cedar bagaikan lempengan-lempengan nyala api. Menara-menara yang di atas rumah yang disepuh bersinar bagaikan paku-paku cahaya merah. Menara gerbang terbakar dengan nyala api yang membubung tinggi. Bukit-bukit di sekitar itu terang-benderang. Orang-orang memperhatikan dengan kecemasan yang luar biasa kemusnahan kaabah itu. Tembok kota bagian luar dan bukit-bukit penuh dengan manusia yang sebagian pucat pasi oleh karena ketakutan dan putus asa, dan yang sebagian lagi dengan wajah marah ingin pembalasan, tetapi sia-sia.

Teriakan-teriakan tentara Roma yang berlari ke sana ke mari, dan jeritan orang-orang Yahudi yang binasa dalam nyala api bercampur-baur dengan dengan gemuruh nyala api besar dan suara membahana balok-balok dan tiang-tiang yang rubuh. Gema dari bukit-bukit memantulkan kembali teriakan orang yang berada di ketinggian. Di sepanjang tembok terdengar teriakan dan ratap tangis yang dipantulkan kembali. Orang-orang yang nyaris mati karena kelaparan, mengerahkan seluruh tenaganya yang masih sisa untuk berteriak dalam kesakitan dan keputus-asaan.

“Pembantaian di dalam jauh lebih mengerikan daripada yang dapat di lihat dari luar. Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, para pembangkang atau imam-imam, mereka yang bertempur dan yang memohon belas kasihan, telah ditebas tanpa pilih bulu dalam pembantaian itu. Jumlah yang terbunuh jauh melebihi pembunuh. Para tentera itu harus melompati tumpukan mayat-ayat untuk meneruskan penumpasan.” — Milman, “History of the Jews,” buku 16.

Setelah keruntuhan kaabah, kemudian seluruh kota itu jatuh ke tangan tentera Romawi. Para pemimpin Yahudi meninggalkan menara-menara benteng-benteng pertahanan kuat mereka, dan Titus — mendapatinya dalam keadaan sunyi senyap. Ia memandanginya dalam kekaguman. Dan ia menyatakan bahwa Allahlah yang telah menyerahkan semua itu ke tangannya, karena tak ada musuh, betapapun kuatnya, yang dapat menundukkan benteng yang begitu kuat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?