Saya percaya nasihat rasul Paulus kepada gereja Korintus mengenai perilaku ibadah adalah pedoman yang kuat untuk menjaga kita tetap pada jalurnya.
Diskusi mengenai ibadah, mengingatkan saya bagaimana Tuhan menciptakan otak kita. Ada kekuatan pikiran yang “lebih tinggi” di lobus frontal kita; ini adalah pusat moral untuk membuat pilihan yang bijaksana. Ini adalah aspek manusia yang paling unik dari otak kita dibandingkan dengan hewan lain.
Lalu ada fungsi yang lebih rendah di otak kita, seperti lobus limbik, yang digerakkan oleh emosi. Beberapa orang membiarkan bagian pikiran ini “menjalankan” hidup mereka. Mereka hidup dengan perasaan mereka daripada menggunakan lobus frontal untuk memandu pilihan mereka. Sementara Tuhan memberi kita emosi, namun perasaan yang tidak terarah bisa menipu. Emosi harus tunduk pada pemikiran moral kita, bukan sebaliknya.
Bagaimana hubungannya dengan perbaktian? Terlalu sering kebaktian gereja condong ke arah merangsang fungsi otak yang lebih rendah. Orang-orang menjadi percaya bahwa mereka hanya menyembah Tuhan jika mereka “merasa” gembira. Ini menyesatkan.
Sementara saya percaya kita harus membuat kebaktian kita menyenangkan, yang menuntun sukacita itu bukanlah musik yang keras, lampu warna-warni, tepuk tangan, dan lompat-lompat … melainkan penghargaan yang mendalam atas apa yang telah Tuhan lakukan bagi kita dalam kehidupan Yesus.
Paulus membimbing kita untuk memiliki pelayanan yang “layak” dan “tertib”. Kata-kata ini mencerminkan kekuatan pikiran kita yang lebih tinggi. Ketika perasaan adalah kekuatan pengendali utama dalam ibadah, kita akan dibawa ke dalam pengalaman yang bisa salah dan menyesatkan.
Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur. (I Korintus 14:40)