[AkhirZaman.org] Kita baru saja mengulangi bukti-bukti sejarah mengenai pemeliharaan Sabat sepanjang zaman. Pada artikel “PENCIPTA BERKATA INGATLAH: YANG TERSEMBUNYI DALAM SEJARAH (1, 2, 3, dan 4), kita telah menyebutkan secara singkat posisi gereja Katolik dalam perubahan hari Sabat. Kali ini kita akan ulangi komentar yang dibuat oleh beberapa penulis Protestan dan Katolik. Penulis sejarah maupun ahli Teologi yang mengakui bahwa hari Sabat bukan diubah oleh Kristus atau murid-murid-Nya tetapi diubah oleh gereja pada abad-abad permulaan.
Kita mulai dengan Agustus Neander, mungkin yang terbesar dari seluruh ahli sejarah gereja, yang mengatakan dalam bukunya, General History of the Christian Religion and Church jilid I, hlm. 187: “Perayaan hari Minggu seperti perayaan-perayaan yang lain, hanyalah peraturan manusia, dan hal itu jauh dari maksud para rasul, dari sejak gereja Rasul-rasul yang pertama untuk memindahkan hukum hari Sabat kepada hari Minggu”.
Ensiklopedia agama oleh Schaff-Herzog selanjutnya meneguhkan pendirian Neander. “Hari Minggu (hari matahari-dis Solis dari Kalender Romawi, karena hari itu dibaktikan kepada matahari), hari pertama dari minggu (pecan), diterima oleh orang-orang Kristen sebagai hari perjamuan ‘matahari’ pujian latin yang mereka artikan sebagai ‘matahari kebenaran’…… Tidak ada peraturan dibuat untuk menghormatinya (hari Minggu) di dalam Alkitab Perjanjian Baru, atau dengan sesungguhnya tidak pernah ada perintah untuk memeliharanya” (jld. 6 Art. Sunday, hlm. 2259, edisi ke 3).
Seorang penulis tentang kehidupan Constantine, dalam keterangan pada masa gereja pertama, menulis sebagai berikut: “Penyimpangan dengan persetujuan bersama supaya bisa memenangkan orang kafir ditekankan pertama oleh pemerintah dalam hukum hari Minggu pada tahun 321, disahkan oleh Kaisar Roma, Constantine. Hukum itu adalah salah satu dari tindakan resminya yang diterima oleh Kekristenan secara rupa saja, ketika dia menjadikan dirinya sebagai pengarah keagamaan dari Pastor-pastor Gereja Katolik dan “menjadi imam-imam Allah jadi penasihatnya.” (Eusebius, Life of Constantine, buku 1, bab 32, dalam Nicene and Post Nicene Fathers, Seri ke 2 jilid 1, hlm. 491).
Perhatikan juga cap kekafiran pada baris pertama hukum hari Minggu yang pertama oleh Constantine: “Pada hari pemujaan kepada matahari (yaitu hari Minggu), biarlah para hakim dan semua orang yang bertempat tinggal di kota beristirahat, dan biarlah semua toko ditutup.” Hal ini sangat berbeda dengan hukum hari Sabat Tuhan kita, yang tidak mengatakan sesuatu tentang “pemuliaan” matahari, tapi harus memberi pemujaan kepada Pencipta matahi itu.
Gereja Roma Katolik mengatakan bahwa Konsili Laodikia sebagai suara resmi yang memindahkan kesucian hari Sabat kepada hari Minggu. Perhatikan kata-kata dari salah satu katekismus:
• “Pertanyaan: Hari apa hari Sabat?
• “Jawab: Hari Sabtu (ketujuh) adalah hari Sabat.
• “Pertanyaan: Mengapa kita memelihara hari Minggu gantinya hari Sabtu?
• “Jawab: Kita memelihara hari Minggu gantinya hari Sabtu karena gereja Katolik, pada Konsili di Laodikia (336 M.) memindahkan kesucian hari Sabtu kepada hari Minggu.” – Rev. Peter Geiermann, C, SS. R, The Convert’s Catechism of Catholic Doctrine, hlm. 50, edisi ke 2, 1910).
Constantine mengeluarkan paling sedikit enam surat perintah yang mempengaruhi cara pemelihara hari Minggu. Sejak masa pemerintahannya hingga seterusnya para kaisar bersama para Paus menambahkan undang-undang yang makin mengukuhkan pemeliharaan hari Minggu. Tapi walaupun hari Minggu sudah menjadi undang-undang, kebenaran hari Sabat masih tetap terpelihara. Selama zaman pertengahan oleh pria dan wanita yang tetap setia kepada Allah, mereka yang tidak mau membiarkan suara hatinya diombang-ambingkan. Reformasi, yang menekankan Alkitab, dan hanya Alkitab saja membangkitkan semangat rohani beberapa pemelihara Sabat.
Andrew Fisher, yang tadinya imam Katolik, memikirkan matang-matang dari hal keputusannya untuk berbakti pada hari Sabat. Dia membuktikan bahwa hukum hari Sabat bukanlah bagian dari hukum upacara karena hukum itu sudah ditetapkan pada saat penciptaan, yaitu sebelum sistem hukum-hukum upacara korban berlaku. Mengutip Matius 5:17-18, dia menunjukkan bahwa Yesus menolak mengeluarkan satu titik pun dari hukum itu. Merujuk ke Yakobus 2:10-12, dia membuktikan bahwa Rasul-rasul tidak mengubah hari Sabat. Dengan berani dia menunjukkan kepada gereja Katolik sebagai sumber kemurtadan.
Perbaktian hari Minggu menurut dia adalah penggenapan langsung dari kuasa kepausan, “Mengubah waktu dan hukum”, seperti dinubuatkan dalam Daniel 7:25. Fisher juga kehilangan hidupnya oleh sebab pendiriannya itu. Pada tahun 1529, tuan dan nyonya Andrew Fisher dijatuhi hukuman mati.
Sebagaimana sudah kita pelajari sebelumnya, pada Reformis Protestan juga menguraikan tentang perubahan hari Sabat.
Selama abad keenambelas, sahabat Luther, bernama Andreas Carlstadt, menerima kebenaran hari Sabat pada tahun 1524. Dua tahun sesudah perpisahannya dengan Luther, dia menulis sebuah risalah penting berjudul, “Dari hal Sabat dan hari-hari suci yang diperintahkan.” Menarik sekali karena Luther membalas dengan cara berikut kepada Risalah Carlstadt mengenai hari Sabat itu. “Kalau Carlstadt, harus menulis banyak lagi tentang hari Sabat, hari Minggu pun harus ditinggalkan dan hari Sabat yaitu hari Ketujuh harus dirayakan.” (Dikutip dari Sabbath in Scripture and History, Review and Herald Publishing Association, 1982 hlm. 217).
Dalam pengakuannya yang termasyhur di Augsburg, Luther menuliskan pernyataan yang kuat menjelaskan pengertiannya dari hal persoalan yang penting: “Diduga keras Katoliklah yang mengubah hari Sabat kepada hari Minggu, hari Tuhan, nyatanya bertentangan dengan Sepuluh Hukum. Tidak ada lagi contoh kecongkakan yang lebih besar daripada mengubah hukum hari Sabat. Kata mereka, kuasa dan wibawa gereja itu besar, sehingga dia mengeluarkan satu dari Sepuluh Hukum itu” (Luther, Your Augsburg Confession, dikutip dari buku The Creeds of Christendom, Philip Schaff, jld. 3, hlm. 64).
Selama pengadilan Luther, Uskup Agung, Reggio menyuruh Dr. Eck yang terkenal itu untuk menentang Luther. Persoalan berpusat sekitar kekuatan dan wibawa gereja. Pertanyaan utama adalah: “Apakah suara Allah berbicara melalui gereja? Dimanakah kekuasaan tertinggi? Apakah pengadilan tertinggi yang terakhir? Jika ada pertentangan yang jelas antara Alkitab dan Gereja, kepada siapa Anda lebih percaya?
Perdebatan itu berlangsung berhari-hari. Akhirnya Dr. Eck mengambil kesimpulan terakhir. Oleh sebab gereja Katolik mengubah Sabat dari hari Sabtu kepada hari Minggu, kekuasaan gereja lebih tinggi dari Alkitab. Dengan menerima hari Minggu, gereja Protestan menerima kuasa gereja Katolik. Penjelasan dan ulasan Dr. Eck mengubah haluan dan para reformis kembali memihak kepada gereja Katolik.
Tetapi pertanyaan yang cocok dan relevan untuk kita adalah: “Apakah gereja Katolik memiliki kekuasaan untuk mengubah hukum Allah? Apakah Gereja lebih tinggi dari Alkitab: Siapakah penguasa terakhir?” Sementara Anda membaca dengan seksama pendapat atau pertanyaan beberapa pendeta dari berbagai gereja yang berikut ini, Anda harus memutuskan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas untuk kepentingan saudara sendiri.