[AkhirZaman.org] Gereja Roma telah membuat rahmat Allah menjadi barang dagangan. Meja-meja penukaran uang (Matius 21:12) disediakan di samping mezbah-mezbah, dan udara dipenuhi hiruk pikuk teriakan para penjual dan para pembeli. Oleh karena kebutuhan dana yang besar untuk mendirikan gereja St. Petrus di Roma, surat-surat pengampunan dosa telah dijual secara terbuka atas persetujuan paus. Dengan hasil kejahatan sebuah kaabah akan didirikan, tempat berbakti kepada Allah batu penjuru telah diletakkan dengan upah kejahatan dan kekejaman! Tetapi cara yang digunakan untuk memperbesar kuasa dan kekayaan Roma telah menimbulkan pukulan yang mematikan kepada kekuasaannya dan kepada kebesarannya sendiri. Inilah yang membangkitkan musuh kepausan yang paling bertekad melawan dan yang paling sukses, yang menimbulkan peperangan yang menggoncangkan istana kepausan, dan yang telah mendesak mahkota bertingkat tiga itu dari kepala paus.
Petugas resmi yang ditunjuk melaksanakan penjualan surat pengampunan dosa itu di Jerman Tetzel namanya telah dipersalahkan melakukan kejahatan terhadap masyarakat dan terhadap hukum Allah. Tetapi ia tidak dihukum atas kejahatannya itu, sebaliknya ia dipekerjakan untuk memajukan proyek mencari keuntungan paus ini. Dengan kelancangan yang sangat ia mengulangi kepalsuan yang menyolok dan menghubungkan cerita-cerita dongeng untuk menipu orang-orang bodoh, orang-orang yang mudah percaya dan yang percaya kepada takhyul. Seandainya mereka mempunyai firman Tuhan, mereka tidak akan tertipu seperti itu. Alkitab dihindarkan dari orang-orang agar mereka tetap dibawah kekuasaan kepausan, dan agar kekayaan dan kekuasaan para pemimpinnya terus berkembang. Lihat Gieseler, Ecclesiastical History,” Period IV, sec. 1, par. 5.
Pada waktu Tetzel memasuki kota, seorang pesuruh mendahului dia dan mengumumkan, “Rahmat Allah dan bapa kudus sekarang berada di pintu gerbang Anda.” D’Aubigne, b. 3, ch. 1. Dan orang-orang menyambut penipu yang penuh hujat itu, seolah-olah ia adalah Allah Sendiri yang datang dari Surga kepada mereka. Perdagangan keji telah dilakukan di gereja, dan Tetzel naik ke mimbar dan mengacung-acungkan surat pengampunan dosa itu sambil mengatakan bahwa itulah pemberian yang paling berharga dari Allah. Ia mengatakan bahwa dengan jasa surat pengampunannya itu semua dosa yang akan dilakukan oleh pembeli sesudah ini akan diampuni dan bahwa “pertobatanpun tidak diperlukan.” Idem, b. 3, ch. 1. Lebih dari itu, ia juga memastikan kepada para pendengarnya bahwa surat pengampunan ini bukan saja berkuasa menyelamatkan yang hidup, tetapi juga yang sudah meninggal. Pada saat uang itu jatuh ke dasar kotaknya, maka jiwa untuk siapa uang itu dibayarkan, akan lolos dari api penyiksaan (purgatori) dan masuk ke Surga. Lihat Hagenbach, “History of the Reformation,” Vol. I, p. 96.
Pada waktu Simon Magus mau membeli dari rasul-rasul kuasa untuk melakukan mujizat, Petrus menjawabnya, “Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang” (Kisah 8:20). Tetapi tawaran Tetzel itu disambut oleh ribuan orang yang ingin. Keselamatan yang dapat dibeli dengan uang lebih mudah didapatkan daripada keselamatan yng menuntut pertobatan, iman dan usaha yang rajin untuk menolak dan mengalahkan dosa. (Lihat Lampiran).
Pengajaran mengenai surat pengampunan dosa telah ditentang oleh kaum terpelajar dan oleh orang-orang saleh di dalam Gereja Roma. Dan banyak yang tidak percaya kepura-puraan atau kemunafikan yang bertentangan dengan akal sehat dan nubuatan itu. Tak seorangpun pejabat tinggi gereja yang berani bersuara menentang perdagangan jahat ini. Tetapi pikiran orang-orang telah menjadi terganggu dan gelisah, dan banyak orang yang bertanya mengapa Allah tidak bekerja dengan cara lain untuk menyucikan gereja-Nya.
Luther, meskipun masih pengikut paus yang paling jujur, telah dipenuhi kengerian terhadap perdagangan surat pengampunan dosa yang penuh dengan kesombongan dan hujat itu. Banyak anggota jemaatnya telah membeli surat pengampunan itu, dan mereka segera datang kepada gembala jemaatnya mengakui dosa-dosa mereka, dan mengharapkan pengampunan, bukan karena mereka sudah bertobat dan menginginkan pembaharuan, tetapi atas dasar surat pengampunan itu. Luther menolak memberi pengampunan, dan mengamarkan mereka bahwa kecuali mereka bertobat dan membaharui kehidupan mereka, mereka akan binasa dalam dosa-dosanya. Dalam kebingungan yang sangat, mereka pergi ke Tetzel dengan keluhan bahwa gembala jemaat mereka telah menolak sertifikat pengampunan dosa. Dan sebagian dengan tegas meminta supaya uangnya dikembalikan. Tetzel sangat marah. Ia mengucapkan kutukan yang paling ngeri, dan menyuruh menyalakan api alun-alun kota, dan menyatakan bahwa ia telah menerima perintah dari paus untuk membunuh semua bida’ah yang berusaha melawan surat pengampunan dosa yang mahakudus itu. D’Aubigne, b. 3, ch. 4.
Sekarang Luther memulai pekerjaannya dengan berani sebagai pejuang kebenaran. Suaranya terdengar dari atas mimbar memberikan amaran yang sungguh-sungguh dan khidmat. Ditunjukkannya dihadapan orang-orang sifat pelanggaran dasar, dan mengajarkan kepada mereka bahwa adalah tidak mungkin bagi manusia, atas usahanya sendiri, mengurangi kesalahannya atau menghindari hukumannya. Tidak ada yang lain kecuali pertobatan kepada Allah dan iman kepada Yesus Kristus yang dapat menyelamatkan orang berdosa. Rahmat Kristus tidak dapat dibeli, itu adalah pemberian cuma cuma. Ia menasihati orang-orang supaya jangan membeli surat pengampunan dosa, tetapi memandang dengan iman kepada Penebus yang sudah disalibkan itu. Ia menghubungkan pengalamannya yang menyakitkan yang dengan sia-sia mencari kehinaan diri dan pengampunan untuk mendapatkan keselamatan. Ia juga meyakinkan pendengarnya bahwa barulah setelah ia melihat ke luar dari dirinya dan percaya pada Kristus, ia menemukan kedamaian dan sukacita.
Pada waktu Tetzel meneruskan perdagangan dan kepura-puraannya yang tidak percaya kepada Tuhan, Luther memutuskan untuk memprotes dengan lebih efektif terhadap penyalah gunaan ini. Suatu kesempatan segera didapatkan. Gereja kastel Wittenberg, yang mempunyai beberapa benda-benda kuno yang dianggap bernilai agama, yang pada hari-hari besar tertentu dipamerkan kepada umum, memberikan pengampunan penuh kepada semua orang yang berkunjung ke gereja itu dan yang membuat pengakuan dosa. Sebagai mana biasanya pada hari-hari seperti itu, banyak orang yang berkunjung ke tempat itu. Salah satu kesempatan yang paling penting ini, festival “Semua orang kudus,” yang sudah hampir tiba.
Pada hari sebelum fetival itu, Luther, bersama-sama dengan orang banyak yang pergi ke gereja, memakukan di pintu gereja selembar kertas yang berisi 95 dalil atau tesis yang menentang ajaran surat pengampunan dosa. Ia menyatakan kesediaannya untuk mempertahankan dalil atau tesis ini besoknya di universitas, terhadap semua yang merasa diserang.
Dalil-dalilnya itu menarik perhatian umum. Mereka membaca, dan membaca ulang dalil itu, dan mengulanginya di segala penjuru. Suatu kegemparan besar terjadi di universitas dan seluruh kota itu. Dengan tesis ini telah ditunjukkan bahwa kuasa untuk memberikan pengampunan dosa dan penghapusan hukuman tidak pernah diberikan kepada paus atau seseorang yang lain. Seluruh rencana itu adalah lelucon belaka, suatu kecerdikan untuk memeras uang oleh bermain melalui ketakhyulan orang-orang suatu alat Setan untuk membinasakan jiwa orang-orang yang mau percaya kepada dusta kepura-puraannya. Juga dengan jelas ditunjukkan bahwa Kristus adalah harta gereja yang paling berharga, dan bahwa rahmat Allah yang dinyatakannya, diberikan dengan cuma-cuma kepada semua orang yang mencarinya oleh pertobatan dan iman.
Tesis Luther menantang perbincangan, tetapi tak seorangpun berani menerima tantangan itu. Pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkannya telah tersebar ke seluruh Jerman hanya dalam beberapa hari saja. Dalam beberapa minggu telah terdengar ke seluruh dunia Kekritenan. Banyak dari pengikut agama Roma yang setia, yang telah melihat dan menyesali kejahatan keji yang merajalela di gereja tetapi tidak tahu cara menghentikannya, membaca dalil itu dengan sukacita besar, menganggap dalil itu sebagai suara Allah. Mereka merasa bahwa tangan Tuhan yang penuh rahmat telah menghentikan arus kebejatan moral yang cepat membengkak itu yang telah dikeluarkan dari Roma. Para pangeran dan para pejabat tinggi gereja bersukacita secara diam-diam karena sebuah rintangan telah diberlakukan terhadap kuasa yang congkak itu, yang telah menghilangkan hak naik banding atas keputusan-keputusannya.
Tetapi orang-orang banyak yang mencintai dosa dan ketakhyulan telah ketakutan pada waktu kepura-puraan yang telah menenangkan ketakutan mereka telah hilang. Para pendeta yang banyak tipu muslihatnya berhenti sementara dalam melakukan kejahatan mereka, dan melihat pendapatan mereka dalam bahaya, telah menjadi marah dan berlomba untuk mempertahankan kepura-puraan mereka. Sang Pembaharu menghadapi para penuduh yang gigih. Sebagian menuduh dia bertindak gegabah dan menurut dorongan hati saja. Yang lain menuduhnya berprasangka dan congkak, menyatakan bahwa ia tidak dipimpin oleh Allah, tetapi bertindak atas kesombongan dan penonjolan diri. “Siapa yang tidak tahu,” katanya, “bahwa seseorang jarang mengemukakan ide baru tanpa kelihatan sombong dan tanpa dituduh menimbulkan pertengkaran? . . . . Mengapa Kristus dan para syuhada dibunuh? Oleh karena mereka tampaknya seperti penghina yang sombong kepada kebijaksanaan masa itu, dan oleh sebab mereka memajukan hal-hal baru tanpa terlebih dahulu, dengan rendah hati, meminta nasihat orang-orang bijaksana sebelumnya.”
Sekali lagi ia nyatakan, “Apa saja yang saya lakukan akan saya lakukan, bukan oleh kepintaran manusia, tetapi nasihat Allah. Jika pekerjaan itu datangnya dari Allah, siapakah yang dapat menghentikannya? Jikalau tidak dari Allh, siapakah yang sanggup meneruskannya? Bukan kehendakku, atau kehendak mereka atau kehendak kami. Tetapi kehendak Mu, O, Bapa yang kudus, yang di dalam Surga.” Idem, b. 3, ch. 6.
Meskipun Luther telah digerakkan oleh Roh Allah untuk memulai pekerjaannya, ia tidak mengerjakannya tanpa pertentangan hebat. Celaan-celaan musuh-musuhnya, penyelewengan tujuan-tujuannya, dan pencerminan ketidak adilan dan bahaya atas tabiat dan motifnya, dilancarkan kepadanya seperti banjir yang sedang melanda, dan semuanya bukan tanpa pengaruh. Ia merasa percaya diri bahwa para pemimpin orang-orang baik dalam gereja maupun di sekolah-sekolah akan dengan senang bersatu dengan dia dalam usaha-usaha pembaharuan. Kata-kata dorongan dari mereka yang berada pada kedudukan yang tinggi, telah mengilhaminya dengan sukacita dan pengharapan. Ia telah mengantisipasi bahwa hari yang lebih cerah akan terbit di dalam gereja. Tetapi kata-kata dorongan telah berubah menjadi celaan dan kutukan. Banyak pejabat-pejabat tinggi, baik gereja maupun negara telah diyakinkan oleh kebenaran tesisnya itu; tetapi mereka segera melihat bahwa penerimaan kebenaran ini akan melibatkan perubahan besar. Memberi penerangan kepada rakyat dan mengadakan pembaharuan pada orang-orang jelas-jelas merendahkan kekuasaan Roma, menghentikan arus kekayaan mengalir ke perbendaharaan Roma, dan dengan demikian mengurangi perbuatan melampaui batas, dan kemewahan para pemimpin kepausan. Lebih jauh, mengajar orang berpikir dan bertindak sebagai makhluk yang bertanggungjawab, memandang kepada Kristus satu-satunya jalan keselamatan, akan meruntuhkan tahta paus, yang akhirnya menghancurkan kekuasaannya. Atas alasan-alasan ini mereka menolak pengetahuan yang ditawarkan kepada mereka oleh Allah, dan mempersiapkan diri mereka melawan Kristus dan kebenaran oleh perlawanan terhadap orang yang telah dikirimnya menerangi mereka.
Luther gemetar pada waktu dia memandang dirinya seorang melawan orang yang paling berkuasa di dunia. Kadang-kadang ia ragu-ragu apakah ia benar-benar dipimpin oleh Allah untuk melawan otoritas gereja. “Siapakah aku,” ia menulis, “menentang keagungan paus, yang dihadapannya . . . raja-raja dunia ini dan seluruh dunia gemetar? . . . Tak seorangpun yang tahu betapa hatiku menderita selama dua tahun pertama ini, dan kedalam kemurungan dan keputusasaan aku tenggelam.” Idem, b. 3, ch. 6. Tetapi ia tidak dibiarkan tawar hati. Bilamana dukungan manusia gagal, ia hanya melihat kepada Allah saja, dan mengetahui bahwa ia dapat bersandar dengan aman di atas tangan Yang Mahakuasa itu.
Luther menulis kepada seorang sahabat Pembaharuan, “Kita tidak dapat mengerti Alkitab itu baik oleh mempelajarinya atau oleh kepintaran. Tugas pertamamu ialah memulai dengan berdoa. Mintalah agar Tuhan memberikan kepadamu, oleh kemurahannya yang besar, pengertian yang benar tentang firman Nya. Tidak ada penafsir firman Allah yang lain selain Pengarang firman itu sendiri, sebagaimana Ia sendiri katakan, ‘Mereka semua akan diajar oleh Allah.’ Janganlah mengharapkan sesuatu dari usahamu sendiri, dari pengertianmu sendiri. Percayalah kepada Tuhan saja dan kepada pengaruh Roh Nya. Percayalah kepada perkataan ini dari seorang yang sudah berpengalaman.” Idem, b. 3, ch. 7. Inilah satu pelajaran yang sangat penting bagi mereka yang merasa dipanggil oleh Allah untuk menyajikan satu-satunya kebenaran itu kepada orang lain pada masa ini. Kebenaran itu akan membangkitkan rasa permusuhan Setan dan orang- orang yang menyukai cerita-cerita dongeng yang telah dirancangnya. Dalam pertentangan dengan kuasa kejahatan, ada suatu keperluan yang lebih penting dari pada sekedar kekuatan intelek dan akal budi manusia.
Bilamana musuh menarik perhatian kepada adat dan tradisi, atau tuntutan dan kekuasaan paus, Luther menghadapinya dengan Alkitab, dan satu-satunya Alkitab. Inilah argumentasi yang tidak dapat dijawab oleh mereka. Oleh sebab itu budak- budak formalisme dan ketakhyulan berteriak menuntut darahnya, sama seperti orang-orang Yahudi berteriak menuntut darah Kristus. “Dia seorang bida’ah,” teriak orang-orang fanatik Roma itu. “Adalah suatu pengkhianatan besar terhadap gereja membiarkan seorang bida’ah hidup lebih dari sejam. Dirikanlah segera tiang gantungan baginya!” Idem, b. 3, ch. 9. Akan tetapi Luther tidak jatuh menjadi mangsa keganasan mereka. Allah mempunyai pekerjaan yang akan dikerjakannya, dan malaikat-malaikat Allah telah dikirimkan untuk melindunginya. Namun begitu banyak orang yang telah menerima terang yang berharga itu dari Luther, telah menjadi sasaran murka Setan, dan demi kebenaran tanpa takut menderita siksaan dan kematian.