(Sebuah kesaksian dari seorang perempuan bernama Grace)
[AkhirZaman.org] “Ayo teman-teman!” aku memanggil teman-temanku dari puncak sebuah lembah luncuran. “Semakin banyak orang yang menaiki kereta luncur ini, maka semakin cepat pula kereta ini akan meluncur!” Saat itu merupakan pertama kalinya salju turun dengan lebat dalam sepanjang tahun itu. Lembah itu dipadati banyak pengunjung. Aku telah mengatur sekelompok teman-teman gerejaku untuk pergi bermain bersama, dan aku begitu gembira ketika melihat salah seorang temanku membawa kereta luncur. Ini akan menjadi sangat seru, pikirku sembari mengambil posisi di bangku depan dan empat temanku berdatangan memenuhi bangku-bangku di belakangku
Saat kami hampir mulai meluncur ke bawah, tiba-tiba ayahku datang mendekati kami.
“Tunggu! Kalian tidak boleh meluncur dengan kereta itu!” katanya. “Meluncur dengan kereta ini sangatlah berbahaya!”
Oh, bagus, kenapa ayah harus selalu ikut campur dan merusak kesenangan ini? pikirku. Sedikit merasa malu dengan peringatannya, aku berkata pada ayah bahwa semuanya akan baik-baik saja.
“Tidak,” ayah bersikeras. “Lihatlah di bawah sana. Ada begitu banyak anak kecil. Kau bisa menabrak mereka! Dan jika itu terjadi, itu akan menjadi kecelakaan yang serius.”
Oh, saudaraku, semua orang juga tahu bahwa meluncur pasti melibatkan sedikit risiko, namun kenyataannya selalu tidak apa-apa, pikirku.
“Kereta luncur ini layaknya sebuah mesin pembunuh yang meluncur menuruni gunung!” Ayah melanjutkan. “Seseorang bisa saja meninggal karenanya!”
“Ayah,” aku menjelaskan, “Ya beginilah yang dinamakan meluncur. Semua orang tahu bahwa mereka harus minggir saat ada kereta yang meluncur.”
“Kau salah! Kereta ini akan meluncur terlalu cepat. Lembah ini sangat padat dengan manusia. Tidak seharusnya kau turun dan meluncur!”
Saat itu seluruh anggota gereja telah mendengarkan dan mulai menerka-nerka apa yang akan terjadi. Semua teman-temanku yang sudah naik ke kereta luncur itu berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku juga beranggapan sama. Bahkan orang-orang dewasa lainnya tidak tampak terlalu kuatir, jadi akhirnya ayahku terpaksa mengalah, dan kami pun mulai bersiap untuk meluncur.
“Kami akan berteriak sekencang mungkin sehingga semua orang akan minggir dari lintasan kami,” kami berusaha menenangkan ayahku.
Kami pun meluncur. Kami meluncur semakin cepat dan semakin cepat dan itu sangatlah seru – sampai –kami menabrak seorang anak perempuan berumur 6 tahun. Dia terbang terpental dan mendarat persis di sisi lain kereta luncur kami.
Saat kereta luncur kami berhenti, kami pun bergegas melompat turun, dan berlari ke arah anak perempuan yang tertabrak tadi, yang sekarang sedang berdiri dalam pelukan ayahnya. “Apakah ia baik-baik saja?” temanku bertanya.
“Bagaimana menurut kalian?” ayahnya menghardik kami. Sangat jelas bahwa ia sangat marah.
Mengapa ini semua harus terjadi saat ayah mengingatkan kami supaya kami tidak pergi? aku bertanya-tanya.
Pada akhirnya anak perempuan itu tampak baik-baik saja, hanya masih terguncang. Lalu sebuah pikiran yang mengusik menghampiriku: Ayah berada di atas bukit dan melihat ini semua terjadi.
Ya, ayah menderita horror yang mengerikan selama beberapa detik saat ia melihat anak perempuan itu terbang terpental dari atas bukit sana. Aku pun langsung pergi menghampiri ayah, merasa menyesal dan ingin bertobat, dan kami pun berunding tentang apa yang harus kami lakukan. Namun saat kami mencari anak perempuan itu dan keluarganya, mereka sudah pergi.
Pesta luncur itu mendadak menjadi lebih tenang. Semua orang dari gerejaku telah menyaksikan bahwa aku tidak mengindahkan pesan ayahku dan itu berbuntut pada masalah ini. Kami semua belajar dari pengalaman ini. Aku meminta maaf pada ayahku, dan aku bersyukur kejadian ini tidak menimbulkan efek yang lebih buruk lagi.
Beberapa minggu kemudian… hari Natal pagi, aku melihat ada sebuah kado dari ayahku yang diletakkan di belakang pohon natal. Aku tersenyum kerika aku melihat bahwa kado itu berupa sebuah miniatur kereta luncur. Di sebelahnya ada sebuah puisi berjudul “Pelajaran dari Kereta Luncur.” Puisi itu menjelaskan bahwa dalam hidup ini ada begitu banyak “kereta luncur”—hal-hal yang tampaknya seru dan menyenangkan untuk sesaat, namun membawa banyak masalah pada akhirnya.
“Perjalanan dengan kereta luncur” dapat berupa sebuah hubungan dengan seorang pacar, atmosfir yang tidak bermoral dari sebuah sekolah atau universitas sekuler, atau juga dapat berupa pergaulanmu dengan teman-teman yang menarikmu ke arah yang salah. Ini juga bisa berupa membaca novel-novel romantis, menonton TV dan film, mendengarkan musik rock, berbohong, atau tidak hati-hati saat surfing di internet.
Setan, yang mengetahui setiap kelemahan kita, akan menggunakan berbagai macam pencobaan dalam setiap kehidupan kita. Kereta luncur selalu meluncur ke satu arah, turun. Itu merupakan jalanan menurun yang sangat licin. Kita akan meluncur semakin cepat dan terus semakin cepat, dan akan sangat susah untuk berhenti. Kereta luncur sangatlah susah untuk dikendalikan. Kita bisa saja melompat masuk ke dalamnya karena semua teman kita melakukan hal yang sama, namun tak lama kita akan melihat bahwa kita akan segera mengalami kecelakaan. Bahkan jika kita dapat menghindari segala kecelakaannya, kita pun masih harus mendaki naik untuk menuju ke tempat kita berada sebelumnya. Tampak sangat mudah untuk naik ke atas kereta luncur dan meluncur turun namun sangatlah sulit untuk mendaki naik ke arah standar Tuhan yang terbaik. Namun sedikit kesenangan yang kita mungkin dapatkan jika kita meluncur dengan kereta luncur itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kedamaian, sukacita, dan upah yang akan TUhan berikan ketika kita mengikuti jalanNya dan terus mendaki untuk mendapatkan hadiahNya. Kita harus berjalan naik, bukan turun!
Diterjemahkan dari: The Dating Debate, Becky Rich