Thursday, April 25, 2024
Google search engine
HomePeristiwa AkhirZamanPenderitaanKasus Bunuh Diri di Jepang Meningkat, Lampaui Kematian Covid

Kasus Bunuh Diri di Jepang Meningkat, Lampaui Kematian Covid

[AkhirZaman.org] Kasus bunuh diri di Jepang dilaporkan meningkat pada Oktober dan menjadi penyebab kematian tertinggi, melampaui pasien yang meninggal karena Covid-19.
Data statistik pemerintah Jepang, menukil Badan Kepolisian Nasional mencatat kasus bunuh diri naik menjadi 2.153 pada Oktober.

Sementara menurut Kementerian Kesehatan, hingga Jumat (27/11), total korban meninggal akibat Covid-19 di Jepang adalah 2.087 orang.

Jepang adalah salah satu dari sedikit negara berekonomi besar yang mengungkapkan data bunuh diri dengan tepat waktu. Sebagai contoh, data bunuh diri Amerika Serikat terakhir diperbarui pada 2018.

Dengan ini, data bunuh diri Jepang dapat memberikan wawasan kepada negara lain tentang dampak tindakan pandemi pada kesehatan mental dan kelompok mana yang paling rentan.
“Kami bahkan tidak melakukan lockdown, dan dampak Covid sangat minim dibandingkan dengan negara lain… Tapi kami masih melihat peningkatan besar dalam jumlah kasus bunuh diri,” kata Profesor di Waseda University di Tokyo, sekaligus pakar bunuh diri, Michiko Ueda seperti diwartakan CNN.

“Itu menunjukkan bahwa negara-negara lain mungkin melihat peningkatan serupa atau bahkan lebih besar dalam jumlah kasus bunuh diri di masa depan,” tambahnya.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Jepang sudah sejak lama menjadi salah satu negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di dunia.

Pada 2016, Jepang memiliki angka kematian akibat bunuh diri sebesar 18,5 per 100 ribu orang, nomor dua setelah Korea Selatan di kawasan Pasifik Barat dan hampir dua kali lipat rata-rata global tahunan dengan 10,6 per 100 ribu orang.

Alasan tingginya angka bunuh diri di Jepang terbilang rumit dan dipengaruhi berbagai faktor seperti jam kerja yang panjang, tekanan sekolah, isolasi sosial, dan stigma budaya seputar masalah kesehatan mental.

Tapi menurut Kemenkes Jepang, selama sepuluh tahun menjelang 2019, jumlah bunuh diri di Jepang turun menjadi sekitar 20 ribu orang pada tahun lalu, jumlah terendah sejak otoritas kesehatan negara mulai mencatat perkembangannya pada 1978.

Kasus bunuh diri perempuan meningkat

Pandemi Covid-19 nampaknya telah mengembalikan tren bunuh diri di negara tersebut. Jepang menyaksikan peningkatan kasus bunuh diri telah mempengaruhi kaum perempuan secara tidak proporsional.

Meskipun perempuan mewakili proporsi lebih kecil dari total kasus bunuh diri dibandingkan pria, tapi jumlah perempuan yang bunuh diri telah meningkat.

Pada Oktober, kasus bunuh diri di kalangan perempuan di Jepang meningkat hampir 83 persen dibandingkan bulan yang sama pada 2019. Sebagai perbandingan, bunuh diri di kalangan pria meningkat hampir 22 persen dalam periode waktu yang sama.

Dalam studi global terhadap lebih dari 10 ribu orang yang dilakukan oleh organisasi bantuan internasional nirlaba, CARE, 27 persen perempuan melaporkan menghadapi peningkatan tantangan terkait kesehatan mental selama pandemi, dibandingkan pria dengan 10 persen.
Meningkatnya kecemasan tentang kesehatan dan kesejahteraan anak-anak juga turut menambah beban para ibu selama pandemi.

Selain itu, Jepang adalah satu-satunya negara G-7 di mana bunuh diri menjadi penyebab utama kematian bagi kaum muda berusia 15 hingga 39 tahun. Bahkan, menurut Kemenkes, bunuh diri di antara anak muda berusia di bawah 20 tahun telah meningkat sebelum pandemi Covid-19 melanda.

https://bit.ly/2KYeMsc

Banyak sekali alasan yang melatarbelakangi kasus bunuh diri terjadi, bisa karena fakta ekonomi, lingkungan, trauma masa lalu dan bahkan keluarga. Bilamana dirangkumkan semuanya itu terpaku kepada satu hal yaitu “kecemasan/kekuatiran”. Tingkat kecemasan atau kekuatiran yang berlebihan akan membuahkan depresi dan yang paling fatal adalah terjadinya bunuh diri.

Katakutan atau kekuatiran atau kecemasan terjadi oleh karena tidak adanya sebuah harapan akan sebuah kehidupan yang dapat membantu melepaskan mereka dari pikiran. Penawar bagi kondisi itu adalah “Harapan”, sebuah harapan akan sebuah kelepasan dari beban pikiran.

Jika kita mengizinkan pikiran kita lebih banyak memikirkan Kristus dan hal surgawi, kita pasti mendapat kuasa yang mendorong dan menyokong kita dalam peperangan Tuhan. Kesombongan dan kasih dunia akan hilang kuasanya bila kita merenungkan kemuliaan negeri yang lebih baik, yang tak lama lagi akan menjadi tempat tinggal kita. Dengan keindahan Kristus, segala penarikan dunia lainnya akan tampak tak bernilai. (Hidup Yang Disucikan, hal.85, Pf.2)

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:6)

Satu-satunya kunci keberhasilan adalah menyendengkan hati dan pikiran hanya kepada Tuhan saja, bilamana keragu-raguan datang maka usirlah itu. Karena keragu-raguan adalah usaha yang setan lakukan untuk menjauhkan kita dari rasa percaya kita kepada Tuhan.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?