(Dalam pelajaran lalu kita telah melihat bahwa Kompromi antara kekafiran dan Kekristenan mengakibatkan berkembangnya “manusia durhaka” yang diramalkan di dalam nubuatan sebagai yang melawan dan yang meninggikan dirinya melebihi Allah. Setelah mulai dari mengangkat Paus sebagai Tuhan Allah dan kepala gereja menggantikan Yesus, “manusia durhaka” (2 Tes. 2:3), mereka mulai menahan jemaat untuk mempelajari Alkitab. Hingga pada akhirnya dengan mudah nubuatan Daniel 7:25 yang menubuatkan “mengubah waktu dan hukum” tergenapi. Hukum kedua yang melarang pembuatan dan penyembahan berhala (patung) telah dihapuskan dan membagi hukum kesepuluh menjadi dua bagian sehingga tetaplah menjadi sepuluh hukum. Itu membuat berhala (patung) masuk ke dalam gereja dan penyembahan berhala pun masuk dengan pesatnya ke dalam Gereja Roma pada waktu itu. Lalu apalagi yang dilakukan oleh kuasa kepausan dalam merubah hukum Tuhan? Kita akan segera pelajari).
[AkhirZaman.org] Pemberian konsesi (penyesuaian untuk kompromi) kepada penyembahan berhala membuka jalan kepada pengabaian lebih jauh kekuasaan Surgawi. Setan, yang bekerja melalui pemimpin-pemimpin gereja yang tidak suci, memalsukan hukum keempat dan mencoba menyingkirkan hari Sabat Alkitab, hari yang telah diberkati dan dikuduskan (Kej. 2:2, 3), dan sebagai gantinya meninggikan hari berpesta orang kafir sebagai “hari matahari yang patut dihormati.”
Mula-mula perubahan ini tidak dilakukan secara terbuka. Pada abad-abad pertama, hari Sabat yang sebenarnya telah dipelihara oleh semua orang Kristen. Mereka menjaga kehormatan Allah, dan percaya bahwa hukum-Nya tidak bisa dirubah. Dengan bersemangat mereka menjaga kesucian ajarannya. Tetapi dengan kelicikan yang amat sangat, Setan bekerja melalui agen-agennya untuk mencapai tujuannya. Supaya perhatian orang-orang boleh dialihkan kepada hari Minggu, hari itu telah dijadikan hari pesta perayaan menghormati kebangkitan Kristus. Diadakan juga upacara keagamaan pada hari itu, namun hari Minggu itu dianggap sebagai hari rekreasi, karena hari Sabat masih di pelihara sebagai hari kudus.
Untuk mempersiapkan jalan bagi pekerjaan yang telah ditetapkan untuk di capai, Setan telah menuntun orang-orang Yahudi, sebelum kedatangan Kristus, untuk membebani pemelihara hari Sabat dengan ketepatan yang sangat ketat, sehingga membuat pemeliharaan hari Sabat itu sebagai suatu beban. Sekarang, dengan mengambil keuntungan dari terang palsu yang mengharuskan pemeliharaan itu (kesalahan orang Yahudi dalam memelihara Sabat secara ekstrem), ia melemparkan cemoohan pada hari itu sebagai lembaga Yahudi. Sementara orang-orang Kristen umumnya terus memelihara hari Minggu hari pesta kesukaan, ia menuntun mereka untuk membenci Yudaisme dan menjadikan hari Sabat suatu hari berpuasa, hari kesedihan dan kemurungan.
Pada permulaan abad keempat, kaisar Constantine mengeluarkan suatu dekrit yang membuat hari Minggu menjadi hari perayaan umum di seluruh kekaisaran Romawi.
[Catatan: Undang-undang yang dikeluarkan oleh Constantine pada tanggal 7 Maret 321 TM mengenai hari perhentian, berbunyi: “Biarlah semua hakim, dan semua penduduk kota, dan semua pedagang beristirahat pada hari matahari yang dihormati. Tetapi mereka yang tinggal di desa-desa biarlah dengan leluasa dan dengan penuh kebebasan mengikuti kebiasaan mengusahakan ladang-ladang mereka, karena sering terjadi bahwa tidak ada hari lain yang sesuai untuk menaburkan biji gandum atau menanam pohon anggur; karena waktu yang sesuai tidak boleh dibiarkan berlalu, supaya berkat-berkat surga tidak hilang.” — A. H. Lewis, “History of the Sabbath and the Sunday,” pp. 123,124 (2nd ed., rev., 1903).
Aslinya (dalam “Codex of Justinian,” lib. 3, tit. 12, leg. 3) dikutip oleh Dr. J. A. Hessey dalam ceramahnya Bampton Lectures on “Sunday”, lecture 3, par. 1, dan oleh Dr. Philip Schaff dalam bukunya “History of the Christian Church,” Vol. III, sec. 75, par. 5, note 1. Lihat juga Masheim, “Ecclesiastical History,” cent. 4, part 2, ch. 4, sec. 5; Chambers’ Encyclopedia, art. Sabbath; Encyclopaedia Brittanica, 9th ed., art. Sunday; Peter Heylyn, “History of the Sabbath,” part 2, ch. 3 (2nd ed., rev., London, 1636, pp. 66,67)].
Hari matahari itulah (Minggu) dipuja oleh orang-orang kafir, dan telah dihormati oleh orang-orang Kristen. Adalah kebijakan kaisar untuk mempersatukan kepentingan yang bertentangan antara kekafiran dan Kekristenan. Ia telah didorong untuk melakukan ini oleh para bishop gereja, yang diilhami oleh ambisi dan kehausan akan kekuasaan, dengan pertimbangan, jika hari yang sama dipelihara oleh baik orang Kristen maupun orang kafir, maka akan meningkat penerimaan orang-orang kafir terhadap Kekristenan, dan dengan demikian memajukan kuasa dan kemuliaan gereja. Tetapi sementara banyak orang-orang Kristen yang takut akan Allah secara berangsur-angsur dituntun untuk menganggap hari Minggu sebagai hari yang mempunyai tingkat kekudusan, mereka masih tetap berpegang pada hari Sabat yang benar sebagai hari kudus Allah, dan memeliharanya sebagai penurutan kepada hukum keempat.
Penipu ulung itu belum menyelesaikan pekerjaannya. Ia telah bertekad untuk mengumpulkan dunia Kristen di bawah panji-panjinya dan menjalankan kuasanya melalui wakilnya, paus yang angkuh, yang mengatakan dirinya sebagai wakil Kristus. Melalui orang-orang kafir yang setengah bertobat, imam-imam yang ambisius dan orang-orang gereja yang mengasihi dunia ini, ia mencapai maksud dan tujuannya . Musyawarah-musyawarah akbar telah diadakan dari waktu ke waktu, di mana pejabat-pejabat tinggi gereja dari seluruh dunia diundang untuk berkumpul (perhatikan, pertemuan para pejabat tinggi gereja seluruh dunia ini juga akan
terulang di masa kini atau masa depan). Di dalam hampir semua musyawarah, hari Sabat yang telah ditetapkan oleh Allah, telah di tekan dan semakin direndahkan, sementara hari Minggu semakin ditinggikan (hal ini pun juga akan terulang kembali di masa depan).
Demikianlah pesta perayaan kekafiran akhirnya dihormati sebagai lembaga ilahi, sementara hari Sabat yang menurut Alkitab, telah dinyatakan sebagai peninggalan Yudaisme, yang pengikutnya telah dinyatakan terkutuk.
Yang murtad itu telah berhasil meninggikan dirinya sendiri “di atas segala yang di sebut atau yang di sembah sebagai Allah” (2 Tes. 2:4). Ia telah berani mengganti ajaran hukum ilahi yang menunjukkan semua umat manusia kepada Allah yang benar dan hidup itu. Dalam hukum keempat (pemeliharaan Sabat), Allah dinyatakan sebagai khalik, pencipta langit dan bumi, yang dengan demikian membedakannya dari semua allah-allah palsu. Hari Sabat itu adalah sebagai peringatan kepada pekerjaan penciptaan, dan hari ketujuh itu telah disucikan sebagai hari istirahat bagi manusia. Hari Sabat itu dirancang agar Allah yang hidup itu selalu berada di dalam pikiran manusia sebagai sumber segala sesuatu dan tujuan dari penghormatan dan perbaktian.
Setan berusaha keras untuk membalikkan manusia itu dari kesetiaannya kepada Allah dan dari penurutannya kepada hukum-Nya. Itulah sebabnya ia menunjukkan usahanya terutama menentang hukum yang menunjuk kepada Allah sebagai Khalik. Protestan dewasa ini mengatakan bahwa kebangkitan Kristus pada hari Minggu itu menjadi hari Sabat orang Kristen. Tetapi bukti-bukti Alkitabiah tidak cukup mendukung ide itu. Tidak ada ide penghormatan seperti itu diberikan kepada hari itu baik oleh Kristus maupun oleh rasul-rasul-Nya. Pemeliharaan hari Minggu sebagai institusi Kristen bermula dalam “rahasia kedurhakaan” (2 Tes. 2: 7) yang, bahkan pada zaman Rasul Paulus, telah memulai pekerjaannya. Di mana dan kapankah Tuhan mengadopsi anak kepausan ini? Alasan sah apakah yang dapat diberikan untuk perubahan yang tidak disetujui Alkitab?
Pada abad keenam kepausan telah berdiri dengan kokoh. Tahta kekuasaannya telah ditetapkan di kota kerajaan, dan imam (bishop) Gereja Roma telah dinyatakan menjadi kepala atas semua gereja. Kekafiran telah menerima kepausan. Naga itu telah memberikan kepada binatang itu “kekuatannya, dan tahtanya dan kekuasaannya yang besar” ( Wahyu 13:2; lihat juga Lampiran). Dan pada waktu itulah masa 1260 tahun penindasan kepausan yang telah diramalkan dalam nubuatan Daniel dan Wahyu ( Daniel 7:25; Wahyu 13:5-7). Orang-orang Kristen telah dipaksa untuk memilih apakah melepaskan integritas mereka dan menerima upacara dan perbaktian kepausan atau menghabiskan hidup mereka di dalam penjara bawah tanah yang gelap atau menderita kematian di atas rak penyiksaan, di bakar, atau di pancung kepalanya.
Pada waktu itu telah digenapi perkataan Yesus, “Dan kamu akan diserahkan juga oleh orangtuamu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu dan sahabat-sahabatmu dan beberapa orang di antara kamu akan di bunuh dan kamu akan di benci semua orang oleh karena nama-Ku” ( Lukas 21:16,17). Penganiayaan atas orang-orang yang setia dilakukan dengan lebih kejam dari sebelumnya, dan dunia ini menjadi medan perang yang luas. Selama ratusan tahun gereja
Kristus berlindung di tempat-tempat terpencil dan tempat yang tidak tentu. Beginilah kata nabi itu, “Perempuan itu lari ke padang gurun, dimana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya” ( Wahyu 12:6). [perempuan adalah lambang dari gereja – Efesus 5:23]