[AkhirZaman.org] Romanisme sekarang ini dihargai lebih besar oleh kaum Protestan daripada tahun-tahun sebelumnya. Di negara-negara dimana Katolikisme tidak menjadi agama yang berpengaruh, dan para pengikut paus mengambil sikap berbaikan agar memperoleh pengaruh, terdapat ketidakacuhan yang semakin bertambah mengenai doktrin-doktrin yang memisahkan gereja yang dibaharui dari hirarki kepausan. Ada pendapat yang semakin kuat bahwa, sebenarnya kita tidak berbeda jauh dalam pokok-pokok penting sebagaimana yang disangka sebelumnya, dan bahwa dengan sedikit kelonggaran dari pihak kita akan membawa pengertian yang lebih baik dengan Roma. Ada waktunya bilamana kaum Protestan memberikan penilaian yang tinggi kepada kebebasan hati nurani, yang sudah dibeli dengan begitu mahal Mereka mengajar anak-anaknya untuk membenci kepausan dan berpendapat bahwa berusaha mencari persesuaian dengan Roma berarti tidak setia kepada Allah. Tetapi sekarang betapa berbedanya sikap mereka.
Para pembela kepausan menyatakan bahwa gereja telah membuat kesalahan; dan dunia Protestan cenderung menerima pernyataan itu. Banyak yang berpendapat bahwa tidaklah adil untuk menghakimi gereja sekarang dengan kekejian dan sesuatu yang mustahil yang menandai pemerintahannya selama abad-abad kebodohan dan kegelapan. Mereka memaafkan kekejamannya yang mengerikan itu sebagai akibat dari barbarisme pada waktu itu, dan menyatakan bahwa pengaruh peradaban modern telah mengubah perasaan dan sentimennya.
Apakah orang-orang ini sudah lupa pernyataan tidak pernah bersalah selama delapan ratus tahun yang dinyatakan oleh penguasa yang sombong ini? Jauh dari dihapuskan, pernyataan bahkan dikukuhkan pada abad ke sembilan belas dengan kepastian yang lebih besar dari sebelumnya. Sebagaimana Roma menyatakan bahwa gereja “tidak bersalah, atau akan pernah bersalah, menurut Alkitab,” (Mosheim, “Eccl. Hist.,” b. 3, cent. 11, part 2, ch. 2, par. 9, note 1), bagaimanakah ia dapat meninggalkan prinsip-prinsip yang mengatur geraknya pada abad-abad sebelumnya?
Gereja kepausan tidak akan pernah meninggalkan pernyataannya sebagai yang tidak pernah salah. Semua yang telah dilakukannya dengan menganiaya mereka yang menolak dogma-dogmanya, dinyatakan sebagai tindakan yang benar. Dan tidakkah ia akan mengulangi tindakan-tindakan yang serupa itu seandainyaa kesempatan diberikan? Seandainya segala pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah dicabut, dan Roma dikembalikan kepada kekuasaannya yang semula, maka akan segera bangkit kembali kelaliman dan penganiayaannya.
Seorang penulis kenamaan berbicara mengenai sikap hirarki kepausan sehubungan dengan kebebasan hati nurani, dan bahaya yang terutama mengancam Amerika Serikat dari keberhasilan politiknya:
“Banyak orang cenderung berpendapat bahwa ketakutan terhadap Katolikisme Romawi di Amerika Serikat adalah suatu kefanatikan atau sifat kekanak-kanakan. Mereka ini tidak melihat sesuatu dalam tabiat dan sikap Romanisme yang bermusuhan dengan lembaga-lembaga bebas kita, atau tidak menemukan sesuatu yang luar biasa di dalam pertumbuhannya. Kalau begitu, marilah kita pertama-tama membandingkan beberapa prinsip-prinsip dasar pemerintahan kita dengan prinsip-prinsip Gereja Katolik.
“Konstitusi Amerika Serikat menjamin kebebasan hati nurani. Tidak ada yang lebih mahal atau lebih mendasar. Paus Pius IX, dalam Surat Ensiklikalnya pada tanggal 15 Agustus 1854 mengatakan, ‘Doktrin-doktrin yang tidak masuk akal dan salah atau omongan yang tidak rasional dalam mempertahankan kebebasan hati nurani, adalah kesalahan yang paling mewabah — satu wabah dari semua yang lain, yang paling ditakuti di suatu negara.’ Paus yang sama, dalam Surat Ensiklikalnya pada tanggal 8 Desember 1864, mengharamkan ‘mereka yang menyatakan kebebasan hati nurani dan kebebasan perbaktian keagamaan,’ dan juga, ‘semua yang mempertahankan bahwa gereja tidak boleh menggunakan kekerasan.’
“Nada perdamaian Roma di Amerika Serikat tidak berarti adanya perubahan hati. Ia akan bersikap toleransi bilamana ia tidak berdaya. Uskup O’Connor berkata, ‘Kebebasan beragama hanya dapat bertahan sampai yang sebaliknya dapat dijalankan tanpa membahayakan dunia Katolik.’ . . . Uskup besar St. Louis pernah berkata, ‘Bida’ah dan ketidakpercayaan adalah kejahatan; dan di negara-megara Kristen, seperti di Italia dan Spanyol, sebagai contoh, dimana semua penduduk adalah penganut Katolik, dan dimana agama Katolik merupakan bagian penting dari hukum negara itu, mereka dihukum sebagaimana kejahatan-kejahatan lainnya.’ . . .
“Setiap kardinal, uskup besar dan uskup dalam Gereja Katolik bersumpah setia kepada paus, di mana terdapat kata-kata berikut: ‘Para bida’ah, pemecah belah, pemberontak kepada tuan kita (paus), atau para penerusnya, aku akan menganiaya dan melawan dengan sekuat tenaga.'” — Strong, Dr. Josiah, “Our Country,” ch. 5, pars. 1-3).
Adalah benar bahwa ada orang-orang Kristen sejati di dalam persekutuan Katolik. Ribuan orang di dalam gereja itu sedang melayani Allah sesuai dengan terang terbaik yang mereka miliki. Mereka tidak diizinkan membaca firman-Nya, dan oleh sebab itu mereka tidak mengerti kebenaran. Mereka tidak pernah melihat perbedaan antara pelayanan yang sejati yang dari dalam hati dengan serangkaian bentuk dan upacara-upacara. Allah memandang dengan belas kasihan yang lembut jiwa-jiwa ini, yang dididik dalam iman yang palsu dan yang tidak memuaskan. Ia akan mengirimkan sinar-sinar terang menembusi kegelapan yang mengelilingi mereka. Ia akan menyatakan kepada mereka kebenaran sebagaimana yang ada di dalam Yesus, dan banyak kelak yang akan bergabung dengan umat-Nya.
Tetapi Romanisme sebagai suatu sistem tidak lebih selaras dengan Injil Kristus sekarang daripada masa-masa sebelumnya dalam sejarahnya. Gereja-gereja Protestan berada dalam kegelapan besar; kalau tidak demikian, mereka tentu dapat memahami tanda-tanda zaman. Gereja Romawi mempunyai jangkauan luas dan jauh dalam perencanaan dan operasinya. Ia menggunakan segala cara untuk meluaskan pengaruhnya dan menambah kekuasaannya untuk persediaan kepada pertentangan yang dahsyat dan menentukan untuk menguasai kembali dunia ini, untuk mengadakan kembali penganiayaan, dan merusakkan semua yang telah dibuat oleh Protestan. Katolikisme sedang mencapai kekuatan di segala sudut. Lihatlah pertambahan gereja-gerejanya dan tempat-tempat perbaktian di negara-negara Prostestan. Perhatikan ketenaran perguruan-perguruan tinggi dan seminari-seminari mereka di Amerika, yang ditiru secara luas oleh Protestan. Perhatikan pertumbuhan ritualisme di Inggris, dan pembelotan-pembelotan kepada Katolik yang sering terjadi. Perkara-perkara ini seharusnya membangkitkan kecemasan semua orang yang menghargai dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip Injil.
Protestan telah berubah kepada dan meniru kepausan; mereka telah berkompromi dan memberi konsesi yang para pengikut kepausan sendiri heran melihatnya, dan tidak dapat memahaminya. Manusia sedang menutup mata terhadap tabiat Romanisme yang sebenarnya, dan bahaya yang akan timbul dari supremasinya. Orang-orang perlu dibangunkan untuk menahan lajunya musuh kebebasan sipil dan agama yang paling berbahaya ini.
Banyak orang Protestan menganggap bahwa agama Katolik tidak menarik, dan bahwa perbaktiannya adalah upacara yang menjemukan dan tidak berarti. Mereka salah. Walaupun Romanisme didasarkan atas penipuan, ia tidak melakukannya dengan kasar dan kaku. Upacara keagamaan Gereja Roma adalah suatu upacara yang sangat berkesan. Peragaannya yang indah dan upacara-upacaranya yang khidmat mempesona perasaan orang-orang dan membungkam suara pertimbangan dan hati nurani. Mata terpikat. Gedung-gedung gereja yang indah dan megah, prosesi yang mengagumkan, altar-altar keemasan, tempat-tempat pemujaan yang berhias permata, lukisan-lukisan pilihan dan pahatan halus patung-patung menggugah kecintaan kepada keindahan. Telinga juga ikut terpikat. Musiknya tiada tandingannya. Alunan nada-nada lembut dari suara organ dipadu dengan lagu dari paduan suara yang berkumandang memenuhi kubah-kubah yang tinggi dan lorong-lorong berpilar katedral-katedral besar, tidak boleh tidak akan memberi kesan kagum dan rasa hormat kepada pikiran.
Kemegahan lahiriah peragaan, pertunjukan dan upacara ini, yang hanya mecemoohkan kerinduan jiwa yang berpenyakit dosa, adalah suatu bukti kejahatan batiniah. Agama Kristen tidak membutuhkan penarikan seperti itu. Dalam terang yang bersinar dari salib, Kekritenan yang benar tampak begitu murni dan indah sehingga tidak ada dekorasi luar yang dapat meninggikan nilainya yang sebenarnya. Keindahan kesucian, roh yang lemah lembut dan tenteramlah yang berharga dihadapan Allah.
Kecemerlangan gaya tidak selalu merupakan ukuran pemikiran murni dan agung. Konsep-konsep yang tinggi mengenai seni, kehalusan citarasa sering timbul dalam pikiran-pikiran duniawi dan yang penuh hawa nafsu. hal-hal ini sering digunakan oleh Setan untuk menuntun orang-orang untuk melupakan kebutuhan-kebutuhan jiwa, menghilangkan pandangan kepada masa depan, kehidupan yang kekal, untuk menjauhi Penolongnya yang kekal, dan hidup hanya bagi dunia ini saja.
Agama lahiriah menarik bagi hati yang tidak dibaharui. Pertunjukan megah dan upacara perbaktian Katolik mempunyai kuasa memikat dan menggoda, oleh mana banyak orang disesatkan; sehingga mereka melihat Gereja Roma itu benar-benar sebagai pintu gerbang Surga. Hanya mereka yang telah berpijak dengan kokoh di atas dasar kebenaran, yang hatinya dibaharui oleh Roh Allah, yang dapat bertahan melawan pengaruhnya. Ribuan orang yang belum mengalami pengetahuan tentang Kristus akan dituntun menerima bentuk-bentuk kefasikan tanpa berdaya. Agama yang seperti inilah yang diinginkan oleh orang banyak.
Pernyataan gereja mengenai hak mengampuni dosa, menuntun pengikut-pengikut Romanisme merasa bebas berbuat dosa; dan peraturan pengakuan, tanpa itu pengampunan tidak diberikan, juga cenderung memberi izin untuk melakukan kejahatan. Ia yang berlutut di depan orang yang sudah jatuh, dan membukakan pengakuan pikiran-pikiran yang tersembunyi dan imaginasi hati, merendahkan kemanusiaannya, dan merendahkan derajat setiap naluri agung jiwanya. Di dalam membukakan dosa-dosa hidupnya kepada seseorang imam, — suatu kesalahan dan dosa fana, dan terlalu seringkali dikuasai anggur dan hawa nafsi — standar tabiatnya direndahkan, dan akibatnya ia dicemarkan. Pemikirannya mengenai Allah direndahkan kepada keserupaan dengan manusia yang telah jatuh, karena imam bertindak selaku wakil Allah. Pengakuan dosa manusia kepada manusia yang merendahkan derajat ini adalah mata air rahasia dari mana mengalir banyak kejahatn yang mencemarkan dunia ini, dan melayakkannya kepada kebinasaan terakhir. Namun bagi mereka yang mencintai pemanjaan diri, lebih menyenangkan mengakui kepada sesama manusia fana daripada membukakan jiwa kepada Allah. Adalah lebih enak kepada alamiah manusia membayar denda daripada meninggalkan dosa, adalah lebih mudah merendahkan diri dengan berpakaian karung dan daun jelatang serta rantai kehinaan daripada menyalibkan nafsu daging. Beratlah kuk yang rela dipikul oleh hati duniawi daripada menunduk kepada kuk Kristus.
Ada persamaan yang menyolok antara Gereja Roma dengan Gereja Yahudi pada waktu kedatangan Kristus yang pertama. Pada waktu orang Yahudi secara diam-diam menginjak-injak setiap prinsip hukum Allah, secara lahiriah mereka dengan ketat mematuhi semua ajaran-ajarannya, membebani diri dengan ketetapan-ketetapan dan tradisi yang membuat penurutan itu menyakitkan dan menjadi beban. Sebagaimana orang-orang Yahudi mengaku menghormati hukum, demikian juga pengikut-pengikut Romawi mengatakan menghormati Salib. Mereka meninggikan lambang penderitaan Kristus, sementara di dalam hidup mereka, mereka menyangkal Dia yang dilambangkannya.
Para pengikut paus menempatkan salib-salib di atas gereja-gereja mereka, di atas altar-altar mereka dan pada jubah mereka. Di mana-mana terlihat tanda- tanda salib. Di mana saja secara luar salib itu dihormat dan ditinggikan. Tetapi ajaran-ajaran Kristus dikubur di bawah sejumlah tradisi yang tak ada arti, penafsiran palsu dan peraturan-peraturan yang keras. Kata-kata Juru Selamat mengenai orang-orang Yahudi yang fanatik, mengena dengan tepat kepada para pemimpin Gereja Katolik Roma: “Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.” (Mat. 23:4). Jiwa-jiwa yang berhati-hati terus menerus di teror ketakutan akan murka Allah, sementara banyak para pejabat-pejabat gereja hidup dalam kemewahan dan kesenangan hawa nafsu.
Penyembahan patung dan benda-benda keramat, doa-doa kepada orang-orang suci dengan pengagungan dan pemujaan paus, adalah alat-alat Setan untuk mengalihkan perhatian manusia dari Allah dan dari Anaknya. Untuk mencapai kehancuran mereka, ia berusaha mengalihkan perhatian mereka dari Dia, yang hanya melalui Dia saja mereka boleh mendapat keselamatan. Setan itu akan menuntun mereka kepada apa saja yang dapat menggantikan Dia yang sudah berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” (Mat. 11:28).
Adalah usaha tetap Setan untuk melukiskan salah tabiat Allah, sifat dosa, dan masalah sebenarnya yang dipersoalkan dalam pertikaian besar itu. Penipuannya mengurangi kewajiban menuruti hukum ilahi, dan memberikan izin bagi manusia untuk berbuat dosa. Pada waktu yang sama ia membuat mereka menyenangi konsepsi yang salah mengenai Allah, sehingga mereka menurutinya dengan rasa takut dan benci, gantinya karena kasih. Kekejaman yang menyatu dalam tabiatnya dikenakan kepada Pencipta; yang diwujudkan dalam sistem agama, dan dinyatakan di dalam cara perbaktian. Dengan demikian pikiran manusia dibutakan, dan Setan memastikan mereka sebagai agen-agennya untuk berperang melawan Allah. Dengan konsep-konsep yang salah mengenai sifat-sifat ilahi, bangsa-bangsa kafir telah dituntun untuk mempercayai pengorbanan-pengorbanan manusia yang perlu untuk memperoleh perkenan ilahi; dan kekjaman-kekejaman yang mengerikan telah dilakukan di bawah berbagai bentuk penyembahan berhala.
Gereja Katolik Roma, yang mempersatukan bentuk-bentuk kekafiran dan Kekristenan, dan seperti kekafiran menyalahgambarkan tabiat Allah, telah menjalankan praktek-praktek yang tidak kurang kejamnya dan sangat menjijikkan. Pada zaman supremasi Roma, ada alat-alat penyiksa untuk memaksa orang-orang setuju kepada doktrin-doktrinnya. Ada tiang tempat menganiaya mereka yang tidak mau mengakui tuntutannya. Ada pembunuhan masal dengan jumlah yang tidak akan pernah diketahui sampai kelak dinyatakan di penghakiman Tuhan. Para pejabat tinggi gereja mempelajari, di bawah pimpinan Setan tuan mereka, cara untuk menciptakan penyiksaan yang paling mengerikan, namun tidak sampai menghabisi nyawa korban. Dalam banyak kasus, proses yang sangat mengerikan itu diulangi sampai ke batas kesanggupan manusia menahannya, sampai akhirnya alam menghentikan pergumulan itu alias mati, dan sipenderita menyambut sebagai suatu kelepasan yang menyenangkan.
Demikianlah nasib lawan-lawan Roma. Bagi para pengikut-pengikutnya ia menyediakan disiplin dengan cambuk, dengan kelaparan, siksaan fisik dalam berbagai bentuk yang dapat dilakukan, dan yang menyakitkan hati. Untuk memperoleh perkenan Surga, orang yang bertobat melanggar hukum Allah oleh melanggar hukum alam. Mereka telah diajar untuk memutuskan ikata-ikatan yang telah dibuat-Nya untuk memberkati dan menggembirakan kehidupan duniawi manusia. Pekarangan gereja berisi berjuta-juta korban yang telah mengorbankan nyawanya dengan sia-sia dalam usahanya untuk menaklukkan kasih alamiah mereka, untuk menekan setiap pikiran dan perasaan simpati kepada sesama makhluk, sebagaimana hal itu merupakan pelanggaran kepada Allah.
Jikalau kita ingin mengerti kekejaman yang pasti dari Setan yang dinyatakan selama ratusan tahun, bukan di antara mereka yang tidak pernah mendengar tentang Allah, tetapi justru pada jantung dan sepanjang masa Kekristenan, kita cukup melihat pada sejarah Romanisme. Melalui sistem penipuan raksasa ini raja kejahatan mencapai tujuannya untuk menghina Allah dan menyengsarakan manusia. Dan sebagaimana kita lihat bagaimana ia berhasil menyamarkan dirinya dan melaksanakan pekerjaannya melalui para pemimpin gereja, kita boleh mengerti lebih baik mengapa ia sangat membenci Alkitab. Jika kitab itu di baca, kemurahan dan kasih Allah akan dinyatakan, akan kelihatan bahwa Ia tidak menimpakan kepada manusia beban-beban berat. Apa yang diminta-Nya adalah hati yang hancur dan menyesal, roh yang merendahkan diri dan menurut.
Kristus tidak memberikan teladan dalam hidup-Nya bagi pria dan wanita untuk mengurung diri di dalam biara-biara agar layak masuk Surga. Ia tidak pernah mengajarkan bahwa kasih dan simpati harus ditindas. Hati Juru Selamat dipenuhi dengan kasih. Semakin dekat seseorang kepada kesempurnaan moral, semakin tajam perasaannya , semakin tajam pengamatannya kepada dosa, dan semakin dalam simpatinya kepada mereka yang menderita. Paus menyatakan dirinya wakil Kristus, tetapi bagaimanakah tabiatnya dibandingkan dengan tabiat Juru Selamat kita itu? Pernahkah Kristus mengirimkan orang ke penjara atau ke tempat penyiksaan oleh karena mereka tidak menghormati-Nya sebagai Raja Surga? Pernahkah terdengar suaranya menghukum mati mereka yang tidak menerima-Nya? Pada waktu Ia diremehkan orang-orang di suatu desa Samaria, rasul Yohanes telah sangat amarah, dan bertanya, “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” Yesus memandang murid-Nya ini dengan rasa kasihan, dan menegur rohnya yang kasar itu dengan berkata, “Anak Manusia datang bukan untuk membinasakan manusia tetapi menyelamatkan mereka.” (Luk. 9:54,56 — terjemahan langsung). Betapa berbedanya roh yang ditunjukkan Kristus dengan yang ada pada dia yang mengaku wakil-Nya.
-Bersambung