Bahaya Bahan Pengembang & Pengawet di Roti
[AkhirZaman.org] Sebenar-nya roti bagus, tapi sayangnya: Karena udara di Indonesia ini Lembab (High moisture Rate) roti lebih mudah ber-jamur dan pengusaha tidak mau rugi. Ada yang memperkirakan roti-roti di Indonesia diberi pengawet hingga 5 kali lipat dari batas yang dibenarkan oleh undang-undang. Padahal pengawet ini merusak otak (mental retardasi, ADD, Hiperactive, migraine, dll. Contoh lain: Sayur singkong yang tersedia di restaurant padang. Sayur singkong mengandung banyak protein, tetapi kalau proses memasaknya memakai kimia boraks supaya terlihat hijau muda segar, maka sayur singkong itu sudah tidak menyehatkan lagi, tetapi malah membahayakan.
Kalau di Cina diperkirakan 50.000 bayi sakit ginjal gara-gara susu yang bermelamin, dan beberapa bayi mati, dan pelakunya dihukum mati. Lalu bagaimana dengan produsen makanan di Indonesia yang kurang ber-tanggung jawab.
Di Indonesia ini bahan makanan yang basah seperti roti, tahu, mie basah, bakso mengandung banyak pengawet. Paling tidak kita sekarang ini sebagai konsumen, kita harus aware (teredukasi) dulu. Jangan sampai kita memberi makan makanan yang kita anggap sehat (seperti roti) kepada anak kita apalagi dalam jumlah yang banyak, padahal tidak sehat (karena sudah dibubuhi/ ditambahi dengan bahan kimia yang terlalu banyak).
Oleh sebab itu bila sekiranya keluarga anda memang senang roti, ya, lebih pintarlah dalam memlih roti (meskipun ini susah juga dalam prakteknya), karena kebanyakan produsen roti tidak mengaku memberi pengawet, meskipun mungkin mereka masukkan-nya dalam jumlah banyak. Lebih baik untuk membuat sendiri karena dari situlah kita lebih mendapat keamanan dalam jenis-jenis bahan yang digunakan dan sekaligus dapat dijadikan acara mempererat ibu dengan anak.
Pengawet Roti Merusak Otak
Sebagai dokter spesialis anak, saya menghimbau kepada para orang tua untuk mengurangi memberi makan roti kepada anak. Meskipun tidak ada produsen roti yang mengaku bahwa roti mereka mengandung pengawet, kebanyakan roti yang beredar di Indonesia mengandung kimia pengawet yg melebihi batas yang dibenarkan oleh undang-undang. Kadang produsen roti menyebut roti mereka tanpa pengawet, karena mereka menganggap propionate sebagai pencegah jamur dan bukan pengawet. Tapi ini Cuma masalah sebutan aja (tapi tetap food chemical supaya roti lebih awet).
Jadi semakin banyak porsi roti yang dimakan seseorang, semakin banyak porsi kimia pengawet yg masuk ke dalam tubuh. Dan kimia pengawet yg terlalu banyak ini, jika seseorang tidak dapat mentolerir-nya (Diperkirakan 7.5% orang tidak bisa mentolerir-nya) menyebabkan kerusakan otak permanen dan mengurangi kemampuan belajar-nya. Seperti menjadi hiperaktif, tidak bisa ber-konsentrasi, migrain, dll (Sumber: Bread Preservative Research Australia dan Wikipedia: Bread Improver dan white bread).
Dan kerusakan otak ini akan terbawa sampai dia dewasa nanti. Jadi semakin banyak roti yang kita makan, bukan semakin baik. Sebenar-nya yang ber-bahaya bukan roti-nya, tetapi kimia pengawet-nya dan kimia pengembang roti. Di zaman industri bakery modern saat ini selain memakai ragi, mereka memakai kimia pengembang untuk membuat roti menjadi cepat mengembang menjadi besar sekali dan empuk. (Artihidupku.com)
Makanan dengan MSG Biang Kegemukan
Penguat rasa monosodium glutamat (MSG), paling sering dikaitkan dengan makanan Cina dan sakit kepala setelah memakannya. Namun tak hanya itu, menurut penelitian terbaru MSG dapat memperbesar lingkar pinggang. Para peneliti menemukan bahwa orang yang hobi makan MSG berpotensi mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Hubungan antara asupan MSG yang tinggi dan kelebihan berat badan bertahan, bahkan setelah menghitung jumlah kalori yang dimakan.
Ka He, pakar nutrisi di University of North Carolina, Chapel Hill, yang memimpin peneitian mengatakan meskipun risiko pertambahan berat badan akibat konsumsi MSG tidak besar, namun implikasi bagi kesehatan masyarakat cukup besar. “Setiap orang mengonsumsinya,” kata He kepada Reuters Health.
MSG merupakan salah satu aditif yang paling banyak digunakan di dunia makanan. Meskipun cenderung lebih populer di negara-negara Asia, warga Amerika juga menikmati MSG yang ditambahkan pada makanan olahan seperti sup kalengan, bahkan ketika di labelnya tidak dicantumkan bahan itu.
Asupan sehari-hari khas Amerika untuk MSG diperkirakan hanya sekitar setengah gram, sedangkan perkiraan untuk Jepang dan Korea konsumsi rata-rata MSG antara 1,5 gram hingga 10 gram per hari.
MSG dianggap aman, tetapi beberapa orang mengeluh sakit kepala, mual dan reaksi buruk lain setelah mengonsumsi makanan yang ditambah bahan penguat rasa itu. Beberapa studi telah meneliti hubungan potensial antara MSG dan berat badan, dengan hasil yang bertentangan. Para ilmuwan telah berspekulasi bahwa orang cenderung makan porsi besar makanan dengan MSG karena selera makannya meningkat. Bukti lain menunjukkan bahwa MSG bisa mengganggu sinyal sistem dalam tubuh yang mengatur nafsu makan.
Dalam penelitian terbaru, yang diterbitkan di American Journal of Clinical Nutrition, He dan rekan-rekannya mengikuti lebih dari 10.000 orang dewasa di Cina selama sekitar 5,5 tahun. Para peneliti mengukur asupan MSG secara langsung sebelum dan setelah menimbang produk yang mengandung bahan penguat rasa itu, seperti botol kecap, untuk melihat berapa banyak orang makan. Peneliti juga meminta orang untuk memperkirakan asupan mereka selama tiga periode 24-jam.
Pria dan wanita yang makan MSG paling banyak (rata-rata 5 gram per hari) sekitar 30 persen lebih cenderung menjadi gemuk pada akhir penelitian dibandingkan mereka yang makan paling sedikit, kurang dari satu gram-setengah per hari. Setelah mengecualikan orang yang kelebihan berat badan di awal penelitian, risiko untuk gemuk meningkat menjadi 33 persen.
Obesitas tidaklah menjadi masalah besar di Cina seperti di Amerika Serikat, yang mungkin menunjukkan bahwa MSG bukanlah biang keladi yang signifikan dalam kenaikan berat badan. Tapi orang-orang Cina cenderung aktif secara fisik, yang mungkin membantu mengimbangi sifat menaikkan berat badan dari MSG.
Mengapa MSG dan kenaikan berat badan bisa berhubungan, sejauh ini belum jelas, kata He. Tapi mungkin ada hubungannya dengan hormon leptin, yang mengatur nafsu makan dan metabolisme. Kelompoknya menemukan bahwa orang yang mengonsumsi lebih banyak MSG cenderung menghasilkan leptin lebih banyak.
“Konsumsi MSG dapat menyebabkan resistensi leptin,” kata He, Dia berkata, sehingga tubuh tidak dapat memproses dengan benar setiap energi yang diterimanya dari makanan. Hal itu bisa menjelaskan mengapa orang-orang yang makan MSG lebih banyak cenderung bertambah berat badan terlepas dari berapa banyak kalori yang mereka konsumsi, imbuh He. Tapi Ivan E. de Araujo, pakar neurobiologi dari Universitas Yale yang telah mempelajari dampak MSG terhadap leptin, tidak yakin dengan temuan baru.
Leptin dilepas oleh sel lemak, sehingga berat badan orang yang bertambah cenderung memiliki leptin lebih banyak dalam darah mereka, kata Araujo. Maka dari itu, pengaruh MSG pada kadar leptin, hanya mungkin merupakan cerminan dari pertumbuhan massa tubuh. Untuk studi lanjutan, He dan rekan-rekannya berharap untuk melihat apakah orang-orang yang berhenti menggunakan MSG mengalami manfaat kesehatan apapun terkait dengan perubahan pola makan mereka. (Metronews.com)