Keluarga-keluarga Misionaris
[AkhirZaman.org] Keluarga-keluarga misionaris diperlukan untuk bermukim di daerah-daerah yang tandus. Biarlah para petani, ahli keuangan, ahli bangunan, dan mereka yang terampil di bidang seni dan hasta karya, pindah ke daerah-daerah yang sudah ditinggalkan untuk memperbaiki keadaan lahan, membangun pelbagai industri, mendirikan rumah-rumah sederhana untuk mereka sendiri, dan menolong para tetangga.
Tempat-tempat yang secara alami keadaannya berat, tempat-tempat yang masih liar, Allah sudah ciptakan dengan menempatkan hal-hal yang indah di antara yang paling tidak sedap dipandang. Inilah pekerjaan di mana kita terpanggil untuk lakukan. Walaupun di padang-padang pasir dunia ini, di mana pemandangan tampak membosankan, dapat menjadi sebagai taman Allah.
“Pada waktu itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab, dan lepas dari kekelaman dan kegelapan mata orang-orang buta akan melihat. Orang-orang yang sengsara akan tambah bersukaria di dalam TUHAN, dan orang-orang miskin di antara manusia akan bersorak-sorak di dalam Yang Mahakudus, Allah Israel.” Yesaya 29:18, 19.
Melalui penyuluhan dalam bidang-bidang yang praktis, kita sering dapat menolong orang-orang miskin secara sangat efektif. Sebagaimana lazimnya, mereka yang tidak mendapat latihan kerja tidak mempunyai kebiasaan yang rajin, tabah, hemat dan menyangkal diri. Mereka tidak tahu bagaimana mengelolanya. Seringkali karena kurangnya kecermatan dan pertimbangan yang tepat ada yang terbuang yang sebenarnya akan memelihara keluarga-keluarga mereka dalam kelayakan dan kesenangan sekiranya itu sudah digunakan dengan hati-hati dan hemat. “Huma orang miskin menghasilkan banyak makanan, tetapi ada yang lenyap karena tidak ada keadilan.” Amsal 13:23.
Kita bisa memberi kepada orang miskin, tetapi sekaligus menyusahkan mereka jika mengajar mereka menjadi bergantung kepada orang lain. Pemberian seperti itu mendorong cinta diri dan ketidakberdayaan. Sering hal itu menimbulkan kemalasan, pemborosan dan ketidakbertarakan. Tidak ada orang yang mampu mencari nafkah sendiri bergantung pada orang lain. Peribahasa “Dunia berutang nafkah padaku” mengandung dasar kepalsuan, penipuan, dan perampasan. Dunia tidak berutang nafkah kepada orang yang dapat bekerja dan mencari nafkah sendiri.
Amal yang benar membantu orang lain untuk menolong diri mereka sendiri. Kalau seorang datang ke pintu rumah kita dan meminta makanan, janganlah mengusir di dalam keadaan lapar; kemiskinannya itu mungkin akibat dari kemalangan. Tetapi kemurahan hati yang murni lebih berarti dari sekadar pemberian. Itu berarti perhatian yang sesungguhnya terhadap kesejahteraan orang lain. Kita harus berusaha memahami kebutuhan orang miskin dan yang tertekan, dan memberi pertolongan yang paling menguntungkan bagi mereka. Memberi buah pikiran, waktu dan usaha pribadi jauh lebih bernilai daripada sekadar memberi uang. Itulah perbuatan amal yang sejati.
Mereka yang telah diajar untuk memperoleh penghasilan akan lebih siap untuk memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dan di dalam belajar mandiri itu mereka memperoleh apa yang tidak saja akan mempertahankan kehidupan, tetapi juga menyanggupkan mereka untuk menolong orang lain. Ajarkanlah pentingnya tugas-tugas kehidupan kepada mereka yang menyia-nyiakan kesempatan. Tunjukkanlah bahwa agama Alkitab tidak pernah membuat manusia jadi pemalas. Kristus senantiasa mendorong kerajinan. “Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari?” (Matius 20:6,) kata-Nya kepada seorang pemalas.
“Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam di mana seorang pun tidak dapat bekerja.” Yohanes 9:4.
Adalah kesempatan bagi semua orang untuk memberikan kepada dunia dalam kehidupan keluarga mereka, dalam adat-istiadat dan perbuatan serta keteraturan mereka, satu bukti tentang apa yang injil itu dapat lakukan bagi mereka yang menaatinya. Kristus telah datang ke dunia ini untuk memberi kita satu contoh tentang apa yang bisa kita peroleh. Ia mengharapkan para pengikut-Nya menjadi teladan-teladan kejujuran dalam segala hubungan kehidupan. Ia menghendaki sentuhan ilahi itu nampak pada perkara-perkara lahiriah.
Rumah dan lingkungan kita harus menjadi bahan pelajaran dan pengajaran cara-cara perbaikan, agar kerajinan, kebersihan, selera dan kehalusan bisa menggantikan kemalasan, kekotoran, kekasaran dan ketidakteraturan. Dengan kehidupan dan keteladanan kita dapat membantu orang lain membedakan apa yang menjijikkan dari tabiat atau lingkungan mereka, dan dengan kesopansantunan Kristen kita dapat mendorong ke arah perbaikan. Sementara kita menyatakan perhatian terhadap mereka kita akan mendapat kesempatan untuk mengajar mereka bagaimana memanfaatkan tenaga mereka sebaik-baiknya.