Saturday, November 23, 2024
Google search engine
HomeUncategorizedPersahabatan Umat Allah: Agama Nenek Moyang Muhammad

Persahabatan Umat Allah: Agama Nenek Moyang Muhammad

 

[AkhirZaman.org] Qushai, pahlawan kaum Quraisy mempunyai beberapa orang anak laki-laki yang bernama Abdul-Dar, Abdul-Uzza, dan Abdul-Manaf. Setelah Qushai wafat, yang memegang jabatan penting menggantikannya adalah Abdul-Manaf, walaupun dia lebih muda dari saudara-saudaranya tetapi dia lebih cerdik dari saudara-saudaranya itu.

Abdul-Manaf mempunyai empat orang anak laki-laki, yaitu Hasyim, Abdul-Syamsin, Muththalib dan Naufal. Ketika Abdul-Manaf hampir wafat ia mewasiatkan kepada anak-anaknya supaya Hasyim yang memegang jabatan sebagai penggantinya. Dan benar bahwa Hasyimlah yang menguasai kota Mekah setelah ayahnya wafat.

Pada waktu Hasyim memegang pucuk pimpinan di Mekah, timbul pemberontakan dari keponakannya yang bernama Umayya (anak Abdul-Syamsin), tetapi keponakannya itu pindah ke negeri Syam.

Naufal adalah saudara Hasyim (sama-sama anak Abdul-Manaf). Naufal itulah orangtua Waraqah, yang biasa disebut Waraah bin Naufal. Waraqah tidak menyembah berhala, dan dia adalah pemeluk agama Kristen yang setia, dan alim tentang Torat dan Injil. Ia pandai bahasa Ibrani, dan menerjemahkan Injil dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Arab sehingga banyak orang menjadi Kristen.

Abdul Muththalib, anak Hasyim dan menggantikan ayahnya sebagai pemegang pucuk pimpinan di kota Mekah. Jadi Abdul-Muththalib itu adalah keponakan dari Nauafal, dan Abdul-Muththalib itulah ayah dari Abdullah (ayah Muhammad). Waraqah bin Naufal berfamili dekat dengan Muhammad.

Khodijah adalah anak Khuailid, keturunan dari Al-Asad. Sedangakan Al-Asad adalah anak dari Abdul-Uzza, dan Abdul Uzza adalah anak dari Qushai, pahlawan dari Quraisy yang terkenal itu. Dengan demikian kita bisa melihat hubungan kefamilian antara Waraqah bin Naufal (pemeluk agama Kristen) itu dekat dengan Muhammad, mereka sama-sama keturunan dari Abdul-Manaf. Lalu kita lihat juga Khodijah adalah keturunan dari Abdul-Uzza, yaitu saudara Abdul-Manaf (nenek moyang Muhammad).

Jadi, Waraqah bin Naufal, Muhammad, dan Khodijah itu sama-sama keturunan dari Qushai, pahlawan Quraisy yang terkenal yang berhasil merebut kembali kota Mekah dari keturunan Khuza’ah yang telah hampir 2 abad merampas Ka’abah dan kota Mekah dari bani Isma’il.
Sebab itulah maka baik Waraqah atau Muhammad atau Khodjah disebut keturunan Bangsawan Quraisy.

Abdul-Muththalib adalah ayah dari Abdullah, sedangkan Abdullah adalah dari Muhammad. Jadi Abdul-Muththalib adalah kakek dari Muhammad, dan Abdul-Muththalib yang memberi nama pada Muhammad oleh karena Abdullah (ayahnya) telah wafat pada waktu Muhammad masih 3 bulan dalam kandungan ibunya.

Sejarah mencatat, sebagaimana kita baca dari Kitab Kelengkapan Tarikh Muhammad SAW, jilid I A, halaman 102, 103 yang mengatakan:
“Pada waktu Abdullah bin Abdul-Muththalib belum lahir, Abdul-Muththalib pernah bernazar kepada berhala yang disembahnya, bahwa jika anaknya laki-laki berjumlah 10 orang, maka salah seorang akan dijadikan korban di hadapan berhala yang berada di sisi Ka’abah yang biasa dipuja oleh bangsawan Quraisy.

Oleh sebab isteri Abdul-Muththalib melahirkan anak laki-laki yang jumlahnya genap 10 orang, anak laki-laki yang kesepuluh itu tidak diberi nama dengan nama-nama berhala sebagaimana nama anak-anaknya yang terdahulu, melainkan diberinya nama Abdullah yang artinya hamba Allah.

Padahal anak-anak Abdul-Muththalib yang sebelumnya diberi nama: Abduk-Uzza yang artinya hamba berhala Uzza, Abdul-Manaf yang artinya hamba berhala Manaf.

Setelah Abdullah berusia beberapa tahun, Abdul-Muththalib belum melaksanakan nazarnya. Pada suatu hari ia mengumpulkan anak-anaknya laki-laki, lalu diadakan undian siapa yang yang akan dijadikan korban kepada berhala di sisi Ka’abah itu. Rupanya undian jatuh kepada anaknya yang bernama Abdullah. Dan Abdullah menurut saja apa kehendak anaknya. Tetapi kepala agama, yaitu pendeta penjaga Masjidil-Haram menghalangi rencananya, karena Abdul Muththalib adalah wali negeri pada waktu itu, dan dia sangat berpengaruh pada segenap penduduk kota Mekah. Apa yang dilakukan olehnya tentu akan diturut dan dicontoh oleh orang banyak.

Pendeta yang menjaga Masjdil-Haram itu memperkenankan nazar Abdul-Muththalib itu ditebus dengan 100 ekor unta. Mendengar itu Abdul-Muththalib menyembelih 100 ekor unta di hadapan berhala di sisi Ka’abah sebagai penebus nazarnya.” Dari cerita itu kita dapat melihat bahwa Abdul-Muththalib beserta anak-anaknya adalah penyembah berhala di sisi Ka’abah yang terletak di dalam Masjidil-Haram itu sama seperti kaum Quraisy sebelumnya.

Alangkah begitu sedihnya Isma’il seandainya ia hidup kembali dan melihat Ka’abah yang dulu didirikannya bersama Ibrahim (ayahnya), yang dulu dipakai sebagai tempat menyembah Allah Yang Maha Esa, tetapi sejak dia wafat Ka’abah itu digunakan sebagai tempat penyembahan berhala oleh keturunannya.

Lebih dari 2 abad lamanya kota Mekah telah menjadi pusat penyembahan berhala. Siapakah yang akan menyeru kepada kaum Quraisy supaya kembali menyembah Allah Yang Maha Esa? Kita akan pelajari dalam artikel selanjutnya.

 

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?