[AkhirZaman.org] Hari Sabat adalah suatu ajakan untuk menggunakan waktu bersama-sama dengan keluarga kita. Karena begitu sibuk sepanjang minggu sehingga masing-masing anggota keluarga sukar sekali bertemu satu dengan yang lain. Pada beberapa keluarga, tidak ada perbincangan yang bermanfaat.
Sebuah studi menyatakan bahwa rata-rata para ayah di Amerika menggunakan waktu kurang dari sejam setiap minggu untuk mengadakan pembicaraan secara pribadi dengan anak-anaknya. Boleh jadi suami atau isteri begitu sibuk dengan pekerjaannya, atau dengan kegiatan sosial, dan dengan aktifitas lainnya yang menyita banyak waktu sehingga mereka hampir tidak mengetahui satu dengan yang lain.
Rencana Allah yang semula bagi keluarga bukanlah demikian. Hari Sabat adalah hari yang pertama-tama digunakan Adam dan Hawa yang baru menikah ini berkumpul bersama-sama. Tanpa diragukan, mereka menggunakan hari-hari Sabat dengan penuh kebahagiaan.
Rencana Allah yang semula adalah agar hari Sabat itu menjadi suatu hari yang istimewa untuk bersekutu, hari yang membuat kita bergaul akrab dengan anggota keluarga dan sahabat-sahabat, dan khususnya dengan Sang Pencipta. Hari itu menjadi satu hari untuk membagikan sukacita kita, pengharapan kita, dan cita-cita kita dan juga segala duka dan kekecewaan kita.
Hari Sabat juga menjadi waktu yang cukup baik untuk digunakan para anggota keluarga untuk berjalan-jalan bersama-sama di alam pada Sabat sore, di antara pohon yang rimbun sambil membagikan kesukaan hari istimewa yang Allah sudah ciptakan, di tengah-tengah karya-Nya yang begitu agung dan mulia.
Hari Sabat itu juga membawakan satu perasaan aman dalam hidup. Hari itu memberikan pertolongan dalam tekanan-tekanan kehidupan. Beberapa tahun lalu, ada satu artikel yang mencatat tentang satu kelompok peneliti medis yang sedang mempelajari akibat-akibat yang disebabkan oleh ketegangan otot pada pusat saraf. Mereka mengadakan penelitian terhadap sepasang anak domba yang kembar.
Pada bagian pertama penelitian ini, salah seekor anak domba ditempatkan di satu kandang sendirian. Sementara anak domba itu berjalan ke sana kemari di tempat persediaan makanan di dalam kandang itu, para peneliti menggantungkan arus listrik pada beberapa tempat di kandang itu.
Setiap kali aliran listrik itu dihidupkan, anak domba itu tersentak dan lari terbirit-birit ke pojok kandang. Anak domba itu tidak pernah mau kembali ke tempat yang sama di mana ia terkena arus listrik. Hal ini diulangi di beberapa tempat makanan sehingga akhirnya anak domba yang ketakutan itu hanya berdiri di tengah-tengah kandang dengan gemetar. Tak ada lagi tempat baginya untuk berlari karena di mana-mana terdapat arus listrik. Oleh karena tak dapat ke mana-mana lagi dan dipenuhi dengan cemas dan stress, maka anak domba itu pun mengalami gangguan urat saraf.
Pada bagian ke dua percobaan itu tibalah giliran kembarannya. Para peneliti mengambil dia dan menempatkannya di kandang yang sama, hanya pada saat ini induknya juga ditempatkan bersama-sama dengan dia. Arus listrik yang sama diberikan kepadanya. Sama seperti saudara kembarnya, ia pun tersentak dan berlari. Namun ia berlari kea rah induknya. Ia merapatkan dirinya erat-erat kepadanya sementara induknya mendengkurkan suaranya secara lembut di telinganya.
Induknya itu memberikan jaminan keamanan oleh karena terlihat anak domba yang kecil itu dengan segera kembali ke pojok di mana ia sudah terkena arus listrik pada pertama kali. Dan kembali induknya melakukan hal yang sama seperti sebelumnya dan ia kembali ke tempat yang sama. Hal ini terjadi berulang-ulang, namun selama masih ada tempat untuk mendapatkan perlindungan, ia dapat menguasai dirinya dari ketegangan. Ia sanggup menguasainya.
Hari Sabat juga sama seperti satu tempat perlindungan. Seperti anak domba yang kecil itu berlari ke arah induknya, kita pun dapat memiliki perhentian dan keamanan di dalam Yesus. Hari Sabat bagaikan sebuah istana pada waktunya. Kalau kebanyakan istana sekarang ini didirikan secara mulia dan agung untuk kepentingan kerajaan, maka hari Sabat adalah sebuah istana yang diciptakan pada waktunya yang turun dari sorga ke bumi ini setiap hari ketujuh.
Dengan mengasingkan diri ke istana Raja itu, kita dapat menerima kekuatan menghadapi segala ketegangan hidup. Persekutuan dengan Dia pada hari Sabat memberikan dasar persiapan bagi persekutuan kita sehari-hari selama satu minggu itu.
Hari Sabat memberikan keyakinan kepada kita untuk mengatakan: “Saya percaya bahwa Allah menciptakan saya dan Ia mempunyai perhatian yang besar demi kebaikan dan kebahagiaan saya. Saya dapat memiliki perhentian di dalam kasih-Nya. Ia layak menjadi pusat kesetiaan saya, dan pusat peribadatan saya yang paling mulia. Melalui kuasa-Nya saya dapat menghadapi segala ketegangan hidup.”
Pencipta kita selalu mengasihi kita. Ia mau menenangkan saraf-saraf kita yang tegang. Ia mau melegakan pengharapan-pengharapan kita yang meresahkan. Ia sanggup melakukan segala sesuatu karena Dia-lah yang menciptakan kita. Kita adalah penting bagi-Nya. Kita adalah anak-anak-Nya.
Yesus pernah memberikan undangan yang indah: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Matius 11:28, 29.
Perhentian sejati hanya didapatkan di dalam satu persekutuan yang penuh kasih sayang dan penuh kepercayaan dengan Pencipta kita. Sepanjang zaman undangan-Nya yang lemah lembut itu tetap sama: “Marilah kepada-Ku,… dan jiwamu akan mendapat ketenangan.”
Sabat hari ketujuh melambangkan suatu kehidupan yang penuh kepercayaan dan perhentian di dalam Pencipta yang penuh kasih sayang. Setanlah yang ingin menghancurkan persekutuan ini sehingga ia menyerang hari Sabat dengan begitu hebatnya. Walalupun hari Allah itu sudah hampir dilupakan, namun putra dan putri Allah yang setia telah memeliharanya sepanjang zaman karena mereka menyadari bahwa Sang Pencipta pernah berkata INGATLAH akan hari Sabat-Nya dan kuduskanlah.
Abraham, Ishak, Yakub, Musa, dan Daniel adalah sederetan orang-orang yang memelihara hari Sabat. Petrus, Yakobus, Yohanes, dan Paulus; mereka juga adalah orang-orang yang setia. Mereka tidak melupakan hari Sabat Allah. Demikianlah pulalah Teladan Terbesar kita, Yesus juga tidak pernah melupakannya.
Maukah Anda menggabungkan diri dengan orang-orang itu?