[AkhirZaman.org] Suatu hari Ami yang berusia lima tahun bertanya kepada ibunya,”Kenapa sih mama harus punya papa? Mama kan bisa kerja sendiri dan melahirkan anak?”Pertanyaan Ami ini menyentak ibunya dan membuat sang ibu termenung lama. Ia sama sekali tidak menyangka Ami yang masih belia dapat mengajukan pertanyaan yang sedemikian menusuk sanubarinya. Ya, kenapa harus ada papa? Selama ini toh Ami dan mama bisa hidup berdikari tanpa ayah.
Bila pertanyaan Ami tercetus dari sebuah keluarga yang harmonis, tentu senyumanlah yang tersungging di bibir sang ibu. Namun justru tetesan air matalah yang ditahan sang ibu karena memang sang ayah tidak menjalankan fungsi keayahannya. Sama seperti kebanyakan keluarga masa kini, ayah Ami berangkat bekerja sejak pagi dini hari dan pulang ketika Ami telah tertidur. Sang ayah juga sering keluar kota berhari-hari. Bahkan pada hari Sabtu dan Minggu pun sang ayah penuh dengan aktivitas di gereja. Semua urusan kecil dan besar soal anak diserahkan pada sang ibu. Tidak heran bahwa Ami seolah tidak merasakan perlunya kehadiran seorang ayah.
Ketidakpuasan sang ibu terhadap suaminya atas ketidakhadiran sang suami di rumah tidak mampu dikemukakannya secara langsung dan tuntas. Masalahnya,suami berpendapat bahwa anak sepenuhnya urusan wanita. Tugas ayah adalah mencari uang dan memenuhi kebutuhan materi keluarga.
Benarkah soal anak adalah urusan ibu? Bila ayah juga mempunyai peran dalam mendidik anaknya, apakah fungsi yang harus dijalankannya? Adakah dampaknya bila anak tidak memperoleh pengasuhan dari pihak ayah?
Kepala Keluarga yang Mendidik Anak-anaknya
Mari kita simak dulu apa yang dikatakan Alkitab mengenai tugas seorang ayah. Paulus mensyaratkan seorang diaken yang dipilih untuk melayani jemaat haruslah seorang yang terhormat (1Timotius 3:8), suami dari seorang istri, serta mengurus anak-anak dan keluarganya dengan baik (1 Timotius 3:12). Jadi, seorang ayah pada dasarnya memang dituntut untuk mengurus keluarganya dengan baik, dan bukan sekedar bertugas mencari uang semata.
Tampak pula bahwa Paulus menekankan pentingnya mengutamakan keluarga sebelum seseorang dipercaya untuk mengurus gereja Tuhan. Nasehat ini sangat masuk akal mengingat bahwa seorang pelayan Tuhan yang memiliki keluarga dan anak-anak yang baik pasti memiliki kemantapan lebih bila berhadapan dengan permasalahan jemaat. Ayah yang mengurus keluarganya dengan baik juga pasti memperoleh dukungan keluarga atas pelayanannya.
Seyogyanyalah seorang ayah yang tidak menjadi diaken juga mengambil tanggung jawab mengurus keluarga dan anak-anak. Persyaratan bagi diaken olehRasul Paulus dengan penekanan khusus pada kehidupan berkeluarga karena diaken menduduki jabatan strategis dan harus menjadi teladan bagi jemaatnya. Dengan demikian, pendapat bahwa seorang ayah tidak perlu mengurus keluarga dan lebih mengurusi hal-hal di luar rumah merupakan pandangan budaya yang tidak alkitabiah.
Selain itu Rasul Paulus juga memberikan persyaratan bagi penilik jemaat,antara lain bahwa ia haruslah seorang kepala keluarga yang baik, disegani, dan dihormati oleh anak-anaknya (1 Timotius 3:4). Paulus memberi alasan bahwa orang yang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri tentu sulit mengurus jemaatAllah. Sekali lagi, sesungguhnya ini adalah sebuah sasaran yang harus dicapai oleh setiap ayah. Ayah merupakan pemegang otoritas di dalam keluarga. Untuk mencapai keadaan demikian, seorang ayah haruslah meluangkan waktu untuk mendidik dan mengajar anak-anaknya.
Bila kita perhatikan, banyak keluarga yang secara de facto dipimpin oleh ibu dan bukannya ayah. Semua keputusan diambil oleh ibu. Ayah seolah tidak mau tahu soal anak harus bersekolah di mana, bagaimana dengan pelajaran anaknya, perlu tambahan kursus di luar sekolah atau tidak, sakit ataukah sehat, dan bagaimana perilakunya. Tragisnya, ketika ibu pun tidak memikul tanggung jawab ini, urusan demikian diserahkan kepada guru privat, pembantu, atau supir. Tidak mudah membayangkan seberapa parah dampak kondisi demikian bagi anak-anak kita. Kita tentu saja tidak mungkin menuntut pembantu, supir, bahkan guru privat yang kita bayar tinggi sekalipun untuk banyak peduli dengan perkembangan moral dan iman anak-anak kita.
Kepala keluarga yang baik dapat diumpamakan sebagai seorang manajer yang baik di rumah. Seorang ayah seyogyanya mengambil keputusan-keputusan penting, mengatur jadwal dan membagi tugas, memberi peraturan dan menerapkan peraturan itu, juga mengorganisir serta mengawasi keluarganya. Untuk melaksanakan tugas-tugas ini, tentunya dituntut tekad, semangat, dan pengorbanan ekstra.
Bagaimana seorang ayah dapat disegani dan dihormati anak-anaknya? Pertama,ayah dihormati kalau hidupnya kudus dan menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya. Kedua, ayah disegani anak bila ia mendidik anak-anaknya didalam Tuhan.
Berbicara soal mendidik anak, Alkitab menasehatkan demikian, “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu” (Amsal Salomo 1:8). Tampak jelas dalam nasehat yang ditujukan kepada anak ini, bahwa seorang ayah sudah pasti mendidik anaknya dan anak hendaknya mendengarkan didikan ini. Tugas mendidik anak bagi seorang ayah bukan dilakukan atas dasar dorongan rasa kasihan melihat istri kewalahan mengurus anak-anaknya. Mendidik anak adalah suatu kewajiban yang langsung melekat ketika seseorang memperoleh predikat ayah. Ketidakseriusan ayah mendidik anak bahkan dapat mengundang hukuman Tuhan atas seluruh keluarga sebagaimana yang dialami oleh imam Eli.
Bagian lain Alkitab yang berbicara soal keharusan ayah mendidik anaknya adalah sebagai berikut, “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayanginya” (Amsal 3:11-12). Dalam bagian ini,Tuhan dianalogikan sebagai seorang ayah yang mengasihi, dan dengan demikian,mengajar dan memberi peringatan kepada anak-anaknya. Dengan kata lain, seorang ayah berkewajiban dan sudah sepantasnya mengajar dan memberi peringatan kepada anak-anak yang dikasihinya agar mereka senantiasa hidup dalam kebenaran.
Tugas ayah mendidik anak secara jelas diperintahkan dalam Efesus 6:4,”Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”
Pemenuh Kebutuhan Anak
Bagi seorang anak, hadirnya ayah mempunyai arti yang sangat penting. Kita dapat mengetahuinya dari dampak yang muncul pada anak bila ayah tidak menjalankan fungsinya. Pertama, anak merasakan kekosongan dan tidak terarah hidupnya karena tidak ada yang memberi inspirasi dan memberikan dorongan untuk mengeksplorasi dunia luar. Seorang penulis melukiskan perbedaan ayah dengan ibu demikian,”Kalau ibu melindungi dan mempertahankan, ayah merebut dan membuka jalan untuk berbagai kemungkinan. Setiap hari dia pulang ke rumah dan mewakili kuasa, gengsi, pengetahuan dan aturan. Tidak mengherankan bahwa bagi anak, sang ayah merupakan puncak dari segala kemampuan.” Bila ayah tidak terlibat dalam kehidupan anak, anak akan cenderung kurang mampu menyesuaikan diri dengan dunia luar.
Kedua, berbagai masalah emosi dapat muncul bila ayah tidak hadir dalam kehidupan anak. Suatu studi menemukan kaitan antara ketidakhadiran ayah dengan kesedihan yang besar pada anak ketika mereka mencapai usia yang lebih dewasa. Dalam penelitian yang lain, siswa yang tidak memperoleh disiplin, dukungan emosi, dan kasih ayah memiliki kemampuan menghadapi stres yang rendah, kurang kontroldiri, dan cenderung menarik diri dari kehidupan sosial.
Ketiga, anak akan kehilangan kepercayaan diri dan rasa percaya pada orang lain bila ayah tidak dapat menjadi model di tengah keluarganya.
Pengantar:
- Pandangan yang salah: mengurus anak adalah urusan Ibu
- Tanggung jawab ayah adalah memenuhi kebutuhan fisik anak
Bagi seorang anak, ayah adalah:
- Pemegang otorita utama
- Sumber perlindungan
- Sumber identitas keluarga
Apa yang perlu ayah lakukan?
- Prioritaskan keluarga
- Berikan komitmen
- Lakukan perintahTuhan
Apa yang perlu ayah lakukan?
-
Prioritaskan keluarga
-
Berikan komitmen
-
Lakukan perintahTuhan