[AkhirZaman.org] Seorang janda miskin Siu Lan punya anak umur 7 tahun bernama Lie Mei. Kemiskinan membuat Lie Mei harus membantu ibunya berjual kue di pasar, karena miskin Lie Mei tidak pernah bermanja-manja kepada ibunya. Pada suatu musim dingin saat selesai bikin kue, Siu Lan melihat keranjang kuenya sudah rusak dan Siu Lan berpesan pada Lie Mei untuk menunggu di rumah karena ia akan membeli keranjang baru.
Saat pulang Siu Lan tidak menemukan Lie Mei di rumah. Siu Lan langsung sangat marah. Putrinya benar-benar tidak tahu diri, hidup susah tapi masih juga pergi main-main, padahal tadi sudah dipesan agar menunggu rumah.
Akhirnya Siu Lan pergi sendiri menjual kue dan sebagai hukuman pintu rumahnya dikunci dari luar agar Lie Mei tidak dapat masuk. Putrinya mesti diberi pelajaran, pikirnya geram. Sepulang dari jual kue Siu Lan menemukan Lie Mei, gadis kecil itu tergeletak di depan pintu.
Siu Lan berlari memeluk Lie Mei yang membeku dan sudah tidak bernyawa. Jeritan Siu Lan memecah kebekuan salju saat itu. Ia menangis meraung-raung, tetapi Lie Mei tetap tidak bergerak. Dengan segera Siu Lan membopong Lie Mei masuk ke rumah. Siu Lan mengguncang-guncang tubuh beku putri kecilnya sambil meneriakkan nama Lie Mei.
Tiba-tiba sebuah bingkisan kecil jatuh dari tangan Lie Mei. Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu dan membuka isinya. Isinya sebuah biskuit kecil yang dibungkus kertas usang dan tulisan kecil yang ada dikertas adalah tulisan Lie Mei yang berantakan tapi dapat dibaca, “Mama pasti lupa, ini hari istimewa bagi mama, aku membelikan biskuit kecil ini untuk hadiah, uangku tidak cukup untuk membeli biskuit yang besar… Mama selamat ulang tahun.”
“Seringkali kita menilai apa yang dilakukan oranglain menurut cara pandang kita sendiri. Kita berpikiran terlalu sempit dan terlalu cepat menghakimi tindakan orang lain tanpa memikirkan apa yang sebenarnya mendasari motif mereka. Kiranya cerita ini mengingatkan kita untuk lebih memahami orang lain, berpikiran positif seperti Yesus dalam interaksi kita dengan orang lain dalam kehidupan kita.”
Kisah nyata ini dimuat di harian Xia Wen Pao tahun 2007