Kepribadian Istri.
[AkhirZaman.org] Seorang wanita yang selamanya tunduk kepada setiap perintah sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya pun, wanita yang kehilangan identitasnya, bukanlah wanita yang akan membawa banyak berkat ke dalam dunia ini dan tidak mampu mengemban tugas yang dimaksudkan Allah baginya. Ia menjadi seperti mesin yang dikendalikan oleh kemauan dan pikiran orang lain saja. Tuhan telah mengaruniai setiap orang, baik pria maupun wanita, suatu sifat khusus sebagai individu agar mereka menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan sesuai dengan kehendak Allah.–Letter 25, 1885.
Sifat Khusus Suami Berbeda Dari Istri.
Kepada saya dinyatakan bahwa walaupun wanita dan pria telah mempersatukan diri dalam pernikahan dan bersumpah di hadapan surga dan para malaikat untuk menjadi satu daging, namun demikian masing-masing tetap memiliki ciri khusus yang tak dapat hilang oleh janji pernikahan. Walaupun telah mengingatkan diri satu sama lain, namun masing-masing harus tetap berusaha menanamkan pengaruhnya di dunia ini. Dan mereka berdua janganlah menjadi asyik sendiri menikmati kehidupan ini sehingga menjauhkan diri dari pergaulan masyarakat, sebab jika demikian mereka menguburkan kegunaan dan pengaruh baik mereka sendiri.–Letter 9, 1864.
Istri Yang Pasif.
Apabila seorang istri membiarkan saja suaminya yang merasa memiliki hak luar biasa sebagai suami untuk sepenuhnya menguasai tubuh dan pikirannya sekehendak hati, maka ia telah menyerahkan sifat khusus dirinya sebagai istri; sifat khusus dirinya sebagai istri, pendamping suami telah hilang, lebur di dalam sifat suami. Ini sangat disayangkan. Istri menjadi tak lebih dari mesin yang dikendalikan oleh suami, makhluk yang akan diperlakukan sesuka hatinya. Suamilah yang akan memikirkan, menentukan dan melakukan segalanya yang seharusnya adalah peran istri sendiri. Istri yang bersikap pasif seperti itu tidaklah menghormati Allah. Wanita sebagai istri mempunyai tanggung jawab kepada Allah sebab ia telah diciptakan untuk melakukan peran yang khusus.
Jika istri menyerahkan saja tubuh, pikiran dan hati nurani dan martabatnya, bahkan identitasnya di bawah penguasaan suaminya maka telah hilanglah kesempatan bagi sang istri untuk memperbaiki sifat suaminya.–RH 26 Sep. 1899.
Mengasihi Kristus Dan Teman Hidup.
Janganlah suami atau istri menggabungkan sifat khusus yang dimilikinya di dalam sifat pasangan hidupnya. Tiap orang mempunyai hubungan pribadi dengan Allah jadi harus menanyakan kepada dirinya apakah sesuatu itu benar atau salah sebelum ia melakukannya. Ia harus bertanya bagaimana ia dapat melaksanakan maksud Allah dalam hidupnya. Nyatakanlah kasihmu yang terutama kepada Dia yang telah memberi hidup-Nya bagimu. Jadikanlah Kristus yang pertama dan terakhir dan yang terbaik dalam segala hal. Sementara kasihmu kepada Yesus semakin kuat dan mendalam, maka sejalan dengan itu, kasihmu kepada pasangan hidupmu juga bertumbuh.
Sebagaimana Kristus telah menyatakan kasih-Nya kepada umat-Nya, demikian juga suami dan istri hendaknya menyatakan kasih terhadap satu sama lain. “Seperti Kristus telah mengasihi kita,” “berjalanlah di dalam kasih.” “Sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.”
Jangan Memerintah Secara Sewenang-wenang.
Baik suami maupun istri janganlah berusaha agar dapat bertindak sewenang-wenang terhadap pasangan hidupnya. Jangan berusaha untuk memaksakan kehendak sendiri. Engkau tak dapat melakukan cara itu dan mengharap tetap saling mencintai. Hal itu mustahil! Bertindaklah dengan penuh kasih, kesabaran, pengendalian diri, penuh pertimbangan dan dengan sopan-santun terhadap satu sama lain. Dengan karunia Allah engkau akan dapat membuat pasanganmu bahagia sebagaimana engkau janjikan dalam sumpah pernikahanmu.–RH 10 Des. 1908.
Kepada saya ditunjukkan menantu perempuan seorang bapak. Ia adalah wanita yang dikasihi Allah tetapi yang diperlakukan seperti budak belian, penuh ketakutan, gemetaran, tak berpengharapan, penuh keragu-raguan dan sangat gugup. Seharusnya wanita ini tidak menikah dengan suaminya yang jauh lebih muda dan tidak takut akan Tuhan dan kemudian membiarkan dirinya diperlakukan sewenang-wenang. Ia harus mengingat bahwa pernikahannya tidak harus menghancurkan sifat-sifat khusus yang terdapat dalam dirinya. Allah mempunyai tuntutan terhadap dirinya yaitu bahwa ia adalah milik-Nya dan tuntutan itu jauh lebih tinggi dari tuntutan siapa pun di dunia ini. Kristus telah membeli dia dengan darah-Nya. Wanita itu bukanlah milik dirinya sendiri. Ia tidak percaya sepenuhnya kepada Allah sehingga ia mau menyerahkan keyakinan dan hati nuraninya kepada seorang suami yang pongah dan bersifat menindas, yang digerakkan oleh setan untuk menakut-nakuti jiwanya yang gemetaran dan semakin kecil. Telah amat sering ia terpancing untuk menjadi marah sehingga sarafnya berantakan dan dirinya sama sekali rusak.
Apakah kehendak Allah agar keadaan ibu rumah tangga ini sedemikian parah sehingga ia tidak dapat lagi melayani-Nya? Tentu tidak! Setanlah yang telah menipunya untuk menikah dengan pria itu. Namun demikian sang istri wajib mengusahakan yang terbaik, melayani suaminya dengan lemah lembut dan sedapat-dapatnya membuatnya bahagia tanpa melanggar hati nuraninya; sebab jika suami terus dalam pemberontakannya terhadap Allah, ia tidak akan mewarisi surga, hanya kesenangan dunia ini sajalah yang dapat dinikmatinya. Tetapi bukanlah kehendak Allah supaya sang istri menjauhkan diri dari perhimpunan umat percaya demi memuaskan hati suaminya yang telah menjadi alat setan. Allah menghendaki agar wanita yang lemah ini lari kepada-Nya. Allah akan menjadi tempat berlindung baginya. Allah akan menjadi tempat berteduh yang nyaman seperti bayang -bayang gunung batu di tanah gersang. Satu-satunya cara adalah iman, percaya akan kasih dan kuasa Allah maka Ia akan menguatkan dan memberkati. Wanita tadi mempunyai tiga anak yang nampaknya mudah terpengaruh oleh kebenaran dan Roh Allah. Sekiranya ketiga anak ini dapat hidup di tengah lingkungan yang lebih baik, semuanya akan menerima pertobatan dan masuk menjadi laskar Tuhan.–2T 99, 100.
Kepala Rumah Tangga.
Mary,… terdorong oleh rasa persaudaraan dan kasih seorang ibu, saya memberanikan diri untuk memperingati engkau mengenai satu hal. Saya sudah sering memperhatikan, sebagaimana orang lain pun mengenai kebiasaanmu berbicara kepada John yang kedengarannya seperti memerintah dan seolah-olah tidak sabar. Mary, orang lain juga mengamati ini dan telah menyampaikannya kepada saya. Hal itu merusak pengaruhmu. Kita wanita harus mengingat bahwa Allah telah menempatkan kita untuk tunduk kepada suami. Suami adalah kepala jadi pertimbangan dan pendapat kita harus sejalan dengan dia, jika mungkin. Kalau bukan demikian, Tuhan telah memberikan keunggulan kepada suami dan ini bukan karena pendapat tetapi karena firman Allah mengatakan demikian. Jadi istri harus tunduk kepada suami sebagai kepala rumah tangga.–Letter 5, 1861.
Suami Yang Menguasai.
Saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu mengenai pernikahanmu. Ya, saya merasa dipaksa oleh Roh Kudus Tuhan untuk mengatakan kepadamu bahwa saya menjadi kurang yakin terhadap ketulusan hatimu setelah engkau menikah. Inilah yang sangat membebani hati saya. Saya tahu bahwa engkau tidak dapat menjadi suami yang memenuhi syarat bagi saudari Drake. Engkau mencegah istrimu itu menyampaikan keluhannya kepada kami jadi apa yang dinyatakan Allah mengenai persoalan rumah tanggamu tak dapat kami sampaikan kepadanya. Saudara R, saya percaya bahwa sifatmu yang mementingkan dirilah yang menjadi alasan pernikahanmu. Saya tidak percaya bahwa niatmu menikah dengan saudari Drake adalah untuk membahagiakannya atau untuk memuliakan Tuhan. Engkau mendesaknya menikah tanpa meminta nasihat orang-orang yang mengenalmu. Cepat-cepat engkau menikah dengannya seperti sifatmu yang memang suka buru-buru.
Penatalayanan Harta.
Sesudah menikah, engkau berusaha memiliki kepunyaannya dan menguasainya. Hal ini menyatakan bahwa alasanmu untuk menikah dengan dia adalah salah. Tindakanmu yang salah ini menyatakan sifat mementingkan diri yang sangat dalam terdapat padamu. Juga sifatmu yang ingin menjadi penguasa yang memerintah. Tetapi ketahuilah, Allah tidak akan membiarkannya menyerah kepada keinginanmu ini. Pernikahannya tidak membuatnya kehilangan hak milik dan tugas penatalayanan. Pernikahan tidak menghilangkan identitasnya. Individualitas istrimu tidak menjadi tenggelam di dalam dirimu. Ia mempunyai tugas khusus yang diberikan Allah kepadanya dan engkau tak berhak mencampuri pelaksanaannya. Ada hal yang dituntut Allah dari istrimu yang tak dapat engkau penuhi. Ia adalah seorang penatalayan Allah dan karenanya ia harus menolak engkau atau siapapun yang bermaksud menggantikan kedudukannya itu.
Engkau tidak memiliki kebijaksanaan yang lebih sempurna dan pasti daripada yang dimilikinya yang mengharuskannya untuk menyerahkan kepadamu penatalayanan hartanya. Ia telah mengembangkan tabiat yang jauh lebih baik darimu dan lagipula ia memiliki pikiran yang lebih seimbang. Maka ia mampu mengelola harta miliknya dengan lebih bijaksana, lebih masuk akal dan akan lebih memuliakan Allah daripada oleh dirimu. Engkau adalah seorang ekstrem. Tindakanmu berdasarkan dorongan hati yang muncul seketika dan lebih sering berlangsung di bawah pengaruh roh setan daripada malaikat Allah.–Letter 4, 1870.
Motif Yang Tidak Patut.
Tak perlu memberitahukan kepadamu bahwa saya sangat menyesalkan pernikahanmu. Engkau bukanlah pria yang dapat membahagiakan istri. Engkau terlalu mencintai dirimu sendiri sehingga engkau tidak berlaku ramah, memberi perhatian, berlaku sabar, mengasihi dan menaruh simpati. Seharusnya engkau memperlakukan istrimu dengan lembut. Seharusnya engkau mempelajari dengan hati-hati bagaimana agar ia jangan menyesal telah mempersatukan nasibnya denganmu. Allah memandang jalan hidupmu dalam perkara ini dan engkau tidak dapat memaafkan dirimu untuk menempuh jalan yang demikian. Allah membaca motifmu. Engkau mempunyai kesempatan sekarang untuk mempertunjukkan jati dirimu, memperlihatkan apakah engkau menikah dengannya berdasarkan cinta atau karena sifatmu yang sangat mementingkan diri. Engkau menikah, saya pastikan, adalah karena ingin memiliki hartanya untuk engkau pergunakan sesuka hatimu.
Pentingnya Kasih Dan Kelembutan.
Engkau tidak punya hak mendikte istrimu seperti memperlakukan anak kecil. Engkau tidak memiliki nama baik yang mendatangkan hormat. Perlu bagimu, mengingat kegagalanmu pada masa lalu, untuk merendahkan diri dan lepaskan dirimu dari kedudukanmu yang tinggi yang pada sangkamu patut bagimu padahal tidak. Engkau manusia yang lemah yang menuruti kemauan sendiri. Engkau perlu memerintahkan dirimu….
Jangan pernah meninggikan diri terhadap istrimu. Ia memerlukan kelemahlembutan dan kasih sayangmu hal mana akan terpantul kembali kepadamu. Jika engkau mengharap ia menyayangimu, engkau akan mendapatkannya apabila engkau menyatakan kasihmu kepadanya melalui perkataan dan perbuatan. Di tanganmulah letak kebahagiaan istrimu. Jalan hidupmu mengatakan kepadanya bahwa ia harus menyerahkan kemauannya sepenuhnya kepadamu barulah ia bahagia; ia harus tunduk kepada apa yang engkau senangi. Engkau mendapat kenikmatan tersendiri dalam melaksanakan kekuasaanmu karena mengira engkau dapat berbuat demikian. Tetapi jika engkau teruskan jalan hidupmu sesuai dengan temperamenmu itu, engkau tidak membangkitkan kasih terhadapmu dalam hatinya; kasihnya akan undur dari padamu dan pada akhirnya menghina kekuasaan itu kuasa yang belum dirasakan kehadirannya selama ini dalam hidup berumah tangga, ia akan memandang rendah kekuasaanmu itu. Tak pelak lagi, engkau melakukan perbuatan yang sukar dan penuh kepahitan bagi dirimu dan engkau akan menyabit apa yang engkau tabur.
Tanggung Jawab Ibu Terhadap Anaknya.
Saya tak berani menempuh cara lain daripada berbicara kepadamu secara terus terang. Kasusmu memerlukan cara itu. Bagaimanakah pengaruh pernikahanmu dengan saudari Drake memperbaiki kondisinya? Tak secuil pun; jalan hidupmu membuatnya penuh kepahitan. Penderitaannya hampir-hampir tak dapat lagi ditanggungnya. Memang sudah saya ketahui segera sesudah mendengar kabar pernikahanmu bahwa akan demikianlah keadaannya. Ia mengira telah menemukan seorang yang akan menolongnya membesarkan anak lelakinya, tetapi engkau memisahkan sang ibu dari anaknya dan menuntut agar ia menyerahkan tugas keibuan untuk memelihara anaknya dan kasihnya kepadamu. Alasanmu berbuat demikian adalah karena ikatan pernikahanmu dengannya. Tidak ada alasanmu untuk dapat mengorbankannya seperti itu. Engkau tidak mengikuti cara yang tepat agar ia mempercayaimu. Padahal engkau menuntut pengorbanan besar dari dia yaitu memisahkan seorang ibu dari anaknya. Engkau membela tindakanmu dengan mengatakan bahwa engkau mengerti permasalahannya sementara kami mengatakan bahwa engkau hanya tahu sedikit. Daripada merasa wajib untuk berlaku sabar, mengasihi dan dengan bijaksana mengurus keperluan anaknya, malah engkau berlaku seperti seorang penguasa lalim yang tak berperasaan.
Saya akan menasihati sang ibu untuk bertindak dalam takut akan Allah dan tidak mengizinkan orang baru yang masih asing masuk, yang mengaku diri mempunyai hak sebagai suami lalu memisahkan anak dari pemeliharaan dan kasih sayang ibunya. Allah tidak membebaskan sang ibu dari tanggung jawabnya karena menikah dengan kamu. Engkau tidak memiliki kasih sejati.