1. Penciptaan Manusia Sebagai Titik Berangkat Kelurga Kristen.
[AkhirZaman.org] Alkitab (khususnya kitab Kejadian) dengan tegas dan lugas mendeskripsikan eksistensi manusia. Pendeskripsian ini dimulai dari proses penciptaan hingga pada pengingkaran manusia kepada Allah (dosa). Dalam proses penciptaan dinyatakan bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang istimewa. Keistimewaan ini terletak pada penciptaan manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Imago Dei) dan juga diciptakan dengan sikap proaktif Allah. Keistimewaan manusia ini pada akhirnya menimbulkan suatu tanggungjawab manusia kepada Allah. Pertanggungjawaban manusia kepada Allah nyata dalam mandat Allah kepada manusia untuk menaklukkan dan menguasai segenap ciptaan. Dengan kata lain, keutuhan dan bahkan kesejahteraan seluruh ciptaan adalah tanggungjawab manusia. Manusia harus senantiasa proaktif untuk mewujudkan dunia yang diwarnai dengan keteraturan, kedamaian dan kesejahteraan sebagai konsekwensi keistimewaan itu.
Pertanggungjawaban manusia sebagai ciptaan yang unik dan istimewa berpusat kepada Allah. Dan yang menarik dalam hal ini adalah, kekuatan dan kesanggupan manusia dalam pelaksanaan tanggungjawab tersebut juga tergantung kepada Allah sebagai pemberi tanggungjawab. Dengan demikian perlu ada komunikasi dan koordinasi yang kontinue antara manusia dengan Allah dalam perwujudan dunia yang diwarnai keteraturan, kedamaian dan kesejahteraan itu. Manusia akan mampu menata dunia dan seluruh ciptaan sesuai dengan kehendak Allah apabila dalam diri manusia tersebut terkandung dimensi ketaatan kepada Allah. Inilah yang menjadi faktor penentu kesuksesan manusia dalam pelaksanaan tanggungjawabnya sebagai ciptaan yang istimewa di hadapan Allah.
Dalam pembentukan keluarga Kristen, kesadaran akan tanggungjawab manusia sebagai perpanjangan tangan Allah dalam pembentukan tatanan dunia yang teratur, damai dan sejahtera menjadi variabel yang sangat menentukan. Bahkan itulah yang seharusnya menjadi titik berangkat pembentukan keluarga Kristen. Setiap keluarga Kristen dibangun dari pribadi yang bertanggungjawab kepada Allah sebagai alat pembentukan tatanan dunia (keluarga) yang teratur, damai dan sejahtera. Kesadaran yang demikian akan membentuk anggota keluarga yang juga bertanggungjawab terhadap anggota keluarga lainnya sebagai bagian dari dunia ciptaan Allah. Anggota keluarga yang memberi apresiasi terhadap pemahaman yang demikian niscaya akan memandang setiap anggota keluarga sebagai pribadi yang harus dihormati dan dibahagiakan. Dan itu dinyatakan atas kesadaran dan tanggungjawabnya sebagai ciptaan Allah yang istimewa.
2. Keluarga Kristen di Tengah Realitas Masyarakat
Keluarga Kristen adalah bagian integral dari keluarga-keluarga dalam masyarakat yang plural. Dalam hal ini tentunya keluarga Kristen juga memiliki hak dan tanggungjawab dalam pembangunan masyarakat yang madani, adil dan sejahtera. Tentunya hal ini harus senantiasa dibangun atas dasar kesadaran dan apresiasinya akan eksistensinya sebagai ciptaan Allah yang istimewa. Ada tanggungjawab dalam setiap keluarga Kristen untuk memberi kontribusi positif dalam pembentukan masyarakat yang teratur, damai dan sejahtera.
Paling tidak ada dua hal yang harus diperlihatikan setiap keluarga Kristen dalam penyataan kontribusi positifnya dalam pembentukan tatanan masyarakat yang teratur, damai dan sejahtera.
a. Pertama: Setiap keluarga Kristen harus senantiasa sadar akan keistimewaannya sebagai ciptaan, yang pada akhirnya membawanya pada sikap yang sadar bahwa ia bertanggungjawab atas keteraturan, kedamaian dan kesejahteraan masyarakat dimana ia berada. Kesadaran ini diimplementasikan dalam kepeduliaan terhadap sesama dan lingkungan. Ada peran yang senantiasa diperlihatkan keluarga Kristen dalam masyarakat dimana ia berada. Jadi tanggungjawab tersebut tidaklah bersifat abstrak.
b. Kedua: Kesadaran akan hal di atas kemudian dinyatakan terlebih dahulu secara internal melalui pola hidup pribadi dan keluarga yang layak untuk diteladani oleh orang lain. Teladan yang dimaksud di sini tentunya berpusat pada firman Allah yang senantiasa dijadikan sebagai orientasi hidup. Artinya, keteladanan itu adalah buah dari kedekatan dan ketaatannya kepada firman Allah.
Dari kedua hal di atas kita melihat bahwa setiap keluarga Kristen harus peka dan peduli pada realitas masyarakat dan ia harus mampu menjadi teladan positif dalam masyarakat. Dan itu diekspresikan pertama-tama dari pribadi, kemudian keluarga sebagai buah kedekatan dan ketaatannya kepada Allah.
Keluarga Kristen dalam masyarakat dewasa ini diperhadapkan dengan multi pergumulan. Dalam ranah sosial, realitas yang ada adalah kemiskinan dan kelaparan; Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai bias budaya patriakhat; tingginya angka kematian ibu dan anak sebagai buah dari rendahnya kesadaran akan pola hidup sehat dalam masyarakat; pemanasan global (global warming); tingginya angka kriminalitas anak dan remaja; meningkatnya angka perceraian dan keluarga yang tidak harmonis; dan ragam masalah sosial sebagai bias dari kemajuan teknologi dan informasi yang merusak moral, spiritual dan tatanan masyarakat. Dan dalam ranah kepercayaan/iman, realitas yang terbentang juga tak kalah ragamnya. Maraknya model dan corak kepercayaan yang berkembang tidak jarang membuat keluarga dan masyarakat kehilangan iman, terjebak pada pola keberimanan yang cenderung pragmatis, semu dan ekstrim. Dinginnya minat dan kontribusi anggota keluarga dalam pelayanan, dll. Inilah ragam tantangan yang harus dijawab setiap keluarga Kristen di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.
Keluarga Kristen yang adalah ciptaan yang istimewa dan bertanggungjawab sudah selayaknya kita menunjukkan sikap yang proaktif menanggapi semua realitas tersebut. Bukanlah sikap yang bertanggungjawab jika dalam realitas yang ada kita masih berpangku tangan, duduk diam menjadi penonton yang budiman. Sekaranglah saatnya setiap keluarga Kristen menampilkan dirinya sebagai sosok teladan yang senantiasa peduli dan bereaksi serta memberi kontribusi positif untuk menanggapi segala persoalan yang ada. Keluarga Kristen diharapkan mampu mempromosikan nilai-nilai positif ditengah-tengah masyarakat. Hal ini tentunya dimulai dari pribadi dan keluarga yang layak untuk diteladani.
3. Peranan Gereja dalam Membentuk Keluarga yang Bertanggungjawab.
Keluarga Kristen yang bertanggungjawab dan mampu menjadi teladan ditengah masyarakat tidaklah terbentuk dengan sendirinya. Perlu ada pembinaan dan pengarahan menuju hal itu. Disinilah diharapkan peranan gereja sebagai faktor pembentuk pribadi dan keluarga yang bertanggungjawab. Gereja diharapkan mampu menjadi motor penggerak kesadaran setiap orang dan keluarga Kristen untuk mampu menjadi pribadi yang bertanggungjawab sebagai alat pembentukan masyarakat yang teratur, damai dan sejahtera. Keluarga adalah fondasi gereja dan gereja adalah wahana pembentuk, pendidik dan pembina warganya untuk menjadi Kristen sejati. Dalam keluarga dan gerejalah pribadi Kristen dibentuk, dididik dan dibina untuk menjadi pribadi yang bertanggungjawab sesuai kehendak Allah.
Allah menetapkan keluarga sebagai wadah untuk menyatakan rencana-Nya bagi dunia. Allah sebagai pembentuk keluarga memiliki misi agar keluarga menjadi komunitas yang memancarkan rencana dan kasih-Nya bagi dunia. Dalam tujuan ini Allah membentuk keluarga serta mengikatnya oleh persekutuan yang berbasis iman dan tentunya memiliki kasih dalam setiap relasi yang dibangun.
Keluarga juga merupakan bagian dari gereja. Keluarga sering disebut sebagai “gereja kecil” (ecclesiola) atau gereja rumah tangga (ecclesia domestica) yang dalam istilah Simalungun disebut “kuria na etek-etek”. Dalam pemahaman ini ada sebuah benang merah antara keluarga dan gereja. Dari keluarga akan terpancar realitas gereja yang sebenarnya. Ketika keluarga hidup dalam suasana yang harmonis dan sejahtera maka akan terbentuk tatanan gereja yang juga harmonis dan sejahtera. Demikian sebaliknya, ketika keluarga hidup dalam suasana yang amburadul maka akan terbentuk tatanan gereja yang juga amburadul. Yang menjadi persoalan adalah, bagaiman jika keluarga sebagai pembentuk gereja belum sampai pada tatanan hidup yang harmonis dan sejahtera itu mengingat banyaknya pergumulan global yang dihadapi keluarga dewasa ini? Disinilah peranan gereja dinyatakan dengan sebenarnya. Gereja sebagai wahana pembentuk, pendidik dan pembina warganya harus mampu memperlihatkan perananya dengan lebih efektif lagi. Gereja diharapkan mampu menjadi motor perubahan bagi warganya, menjadi wahana pembebas bagi segenap warga secara holistik. Gereja diharapkan menjadi media pengharapan, menjadi perubah paradaigma berpikir, menjadi motivator kehidupan dan apabila memungkinkan juga menjadi pendongkrak keberhasilan ekonomi keluarga. Dengan kata lain, gereja diharapkan menjadi penatalayan keluarga (family’s steward) menuju keluarga harmonis dan sejahtera. Menjadi penatalayan yang menyentuh ranah materi, rohani dan jasmani. Sentuhan ini tentunya diharapkan mampu membuka peluang bagi keluarga untuk memberi diri ke gereja, ber-gereja dan meng-gereja.
Gkps.or.id