(dalam pelajaran yang lalu kita telah melihat sepak terjang John Wycliffe, salah satu reformator mula-mula, yang begitu menentang kepalsuan dari kepausan. Dalam pelajaran kali ini kita akan melihat bagaimana tindakan yang dibuat kepausan kepada Wycliffe).
[AkhirZaman.org] Tak lama kemudian geledek kepausan pun menyambarnya. Ada tiga surat perintah dikirimkan ke Inggris — ke universitas, kepada raja, dan kepada pejabat-pejabat gereja — semuanya memerintahkan untuk segera mengambil segala tindakan mendiamkan guru bida’ah atau yang menyimpang itu. — Neander, “History of Christian Religion and Church,” period 6, sec. 2, part 1, paragraf 8. Namun, sebelum surat perintah itu tiba, para uskup, dengan bersemangat, telah memanggil Wycliffe untuk diperiksa. Tetapi dua orang putra mahkota yang paling berkuasa di kerajaan itu mendampinginya di pengadilan. Dan massa yang mengelilingi gedung pengadilan menerobos memasuki gedung, sehingga mengintimidasi para hakim. Akhirnya sidang pada waktu itu ditunda, dan Wycliffe diizinkan pergi dengan aman. Tidak berapa lama kemudian, Edward III, yang pada masa tuanya diminta oleh para pejabat tinggi gereja untuk mempengaruhi Pembaharu itu, meninggal dunia, dan bekas pelindung Wycliffe menjadi wali raja kerajaan.
Akan tetapi dengan tibanya surat perintah itu berlakulah untuk seluruh Inggris suatu perintah yang harus dituruti, untuk menangkap dan memenjarakan para bida’ah. Tindakan ini menunjuk langsung kepada pertaruhan. Nampaknya Wycliffe pasti segera akan menjadi korban pembalasan Roma. Tetapi Ia yang pernah berkata kepada seseorang pada zaman dahulu, “Jangan takut, . . . Akulah perisaimu” (Kejadian 15:1), sekali lagi merentangkan tangan-Nya untuk melindungi hamba-Nya. Kematian datang bukan kepada Pembaharu, tetapi kepada paus yang telah mengeluarkan dekrit untuk membinasakannya. Paus Gregory XI meninggal dan para pendeta yang berkumpul untuk memeriksa Wycliffe dibubarkan.
Pemeliharaan Allah lebih jauh masih mengendalikan kejadian-kejadian untuk memberikan kesempatan bagi pertumbuhan Reformasi. Kematian Paus Gregory dilanjutkan dengan pemilihan dua orang calon paus yang saling bersaing. Dua penguasa yang bersaing itu, yang masing-masing mengatakan bahwa ia tidak dapat salah (mutlak), sekarang menuntut penurutan. (Mengenai doktrin keadaan tidak dapat salah, lihat Catholic Encyclopedia, art. Infallability (contributed by P. J. Turner, S.T.D.); Geo. Salmon, “The Infallability of the Church;” Chas. Elliott, Delineation of Roman Catholicism,” bk. 1, ch. 4; Cardinal Gibbon, “The Faith of Our Fathers,” ch. 7 [49th ed., 1897]).
Setiap paus memanggil pengikut-pengikutnya yang setia untuk membantu memerangi yang lain. Ia memaksakan kemauannya dengan para pendukungnya. Kejadian ini sangat melemahkan kekuasaan kepausan. Fraksi-fraksi yang bersaing melakukan segala apa yang bisa dilakukannya untuk saling menyerang satu sama lain, dan untuk sementara Wycliffe bisa beristirahat. Kutukan dan tuduhan balasan telah dilayangan seorang paus kepada paus yang lain, dan banjir darah tercurah untuk mendukung tuntutan persengketaan mereka. Kejahatan dan skandal membanjiri gereja. Sementara itu Pembaharu, di tempat pengasingannya yang tenang di paroki Lutterworth, telah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menuntun … kepada Yesus, Putra Raja Damai itu.
Perpecahan, dengan segala percekcokan dan kebejatan yang disebabkannya, telah menyiapkan jalan bagi Reformasi, oleh berkesempatannya orang-orang melihat apa sebenarnya paus itu. Dalam salah satu selebaran yang diterbitkannya, “On the Schism of the Pope,” (Perpecahan Paus), Wycliffe menghimbau orang-orang untuk mempertimbangkan apakah ke dua imam calon paus itu tidak mengatakan kebenaran dalam saling menuduh sebagai antikritsus. “Allah,” katanya, “tidak akan membiarkan Setan memerintah salah satu dari antara imam-imam itu, tetapi . . . membuat perpecahan di antara keduanya supaya manusia lebih mudah mengalahkan keduanya di dalam nama Krsistus.” — Vaughan, R., “Life and Opinions of John de Wycliffe,” Vo. II, p.6 (ed.1831).
Wycliffe, seperti Tuhannya, mengkhotbahkan Injil kepada orang miskin. Ia tidak merasa puas menyebarkan terang hanya di rumah-rumah yang sederhana di parokinya di Lutterworth. Ia memutuskan bahwa terang itu harus dibawa ke seluruh bagian Inggris. Untuk mencapai maksudnya ini ia mengorganisasikan suatu badan pengkhotbah yang sederhana, orang-orang yang saleh, yang mencintai kebenaran dan tidak ada yang lebih diinginkan selain meluaskan kebenaran itu. Orang-orang ini pergi ke mana-mana, mengajar di pasar-pasar, di jalan-jalan kota, di jalan-jalan kota kota besar, dan di lorong-lorong desa-desa. Mereka mencari orang-orang yang sudah lanjut usia, orang-orang sakit, dan orang-orang miskin, dan membukakan kepada mereka kabar kesukaan rakhmat Allah.
Sebagai seorang profesor teologi di Universitas Oxford, Wycliffe mengkhotbahkan firman Allah di ruangan-ruangan univesitas. Dengan begitu setia ia menyatakan kebenaran itu kepada para mahasiswa yang di bawah asuhannya, sehingga ia menerima gelar “Doktor Kabar Injil.” Tetapi karya terbesarnya selama hidupnya ialah penerjemahan Alkitab ke dalam Bahasa Inggris. Dalam salah satu karyanya, “On the Truth and Meaning of the Scripture,” ia mengatakan rencananya untuk menerjemahkan Alkitab, agar setiap orang di Inggris boleh membaca perbuatan ajaib Allah dalam bahasanya sendiri.
Akan tetapi, tiba-tiba pekerjaanya itu dihentikan. Walaupun ia belum berusia enam puluh tahun, pekerjaannya yang tak habis-habisnya, belajar keras, dan siksaan dari musuh-musuhnya telah mempengaruhi kekuatannya, yang membuatnya lekas tua. Ia terserang penyakit yang berbahaya. Berita itu membawa sukacita kepada para biarawan. Sekarang mereka pikir ia akan bertobat dengan sungguh-sungguh dari “kejahatan” yang ia telah lakukan kepada gereja. Mereka segera ke kamar pengampunan dosa untuk mendengar pengakuannya. Wakil-wakil dari empat ordo keagamaan ditambah dengan empat orang pejabat-pejabat sipil berkumpul sekeliling orang yang sudah sekarat itu. “Maut segara akan menjemputmu,” kata mereka, “sadarilah akan kesalahanmu dan tariklah di hadapan kami semua yang telah engkau katakan yang melukai kami.” Sang Pembaharu itu mendengarkan dengan diam. Kemudian ia meminta pembantunya untuk meninggikan dia di tempat tidur, lalu memandang dengan tenang mereka yang sedang berdiri menunggu penarikan kembali pernyataannya itu. Lalu ia berkata dengan suara yang keras dan teguh yang telah membuat mereka sering gemetar, “Saya tidak akan mati, tetapi akan tetap hidup, dan kembali akan menyatakan perbuatan jahat para biarawan.” — D’Aubigne, b. 17, ch. 7. Terkejut dan malu, para biarawan itu bergegas meninggalkan kamar itu.
Kata-kata Wycliffe itu telah digenapi. Ia hidup untuk memberikan senjata paling ampuh melawan Roma di tangan orang-orang sebangsanya — memberikan Alkitab kepada mereka, alat yang ditunjuk Surga untuk membebaskan, menerangi dan mengevangelisasi orang-orang. Ada banyak hambatan besar yang harus diatasi untuk mewujudkan pekerjaan ini. Wycliffe telah dibebani dengan kelemahan dan penyakit karena lanjut usia. Ia menyadari bahwa waktunya tinggal beberapa tahun lagi baginya untuk bekerja. Ia melihat tantangan yang harus ia hadapi, tetapi dikuatkan oleh janji-janji firman Allah, ia maju terus tanpa gentar. Di dalam kekuatan penuh kuasa intelektualnya yang kaya pengalaman, ia telah dipelihara dan dipersiapkan oleh pemeliharaan khusus Tuhan untuk tugas ini, tugasnya yang paling besar. Sementara semua dunia Kristen telah dipenuhi oleh kekacauan dan huruhara, Pembaharu itu di rumah parokinya di Lutterworth, tanpa memperdulikan badai yang menimpa, melakukan pekerjaan pilihannya.
Akhirnya pekerjaan itupun selesai — Alkitab terjemahan Bahasa Inggris pertama yang pernah dibuat. Firman Allah telah dibukakan ke Inggris. Pembaharu itu sekarang tidak lagi dipenjarakan atau digantung. Ia telah menempatkan terang yang tidak dapat dipadamkan itu di tangan orang-orang Inggris. Di dalam ia memberikan Alkitab itu kepada orang sebangsanya, ia telah melakukan sesuatu yang lebih besar dalam memutuskan belenggu kebodohan dan kebiasaan buruk, untuk memerdekakan dan mengangkat negaranya lebih banyak daripada apa yang pernah diperoleh dari kemenangan yang paling brilian di medan perang.
Seni cetak mencetak pada waktu itu belum diketahui orang. Hanya dengan usaha yang melelahkan dan lambat bagian dari Alkitab itu dapat digandakan. Begitu besar minat orang-orang untuk mempunyai buku itu, sehingga banyak orang yang bersedia untuk menyalinnya.
Tetapi hanya dengan susah payah para penyalin bisa memenuhi kebutuhan. Beberapa pembeli yang lebih kaya ingin membeli Alkitab secara lengkap. Yang lain-lain hanya membeli sebagian-sebagian. Dalam beberapa kasus, beberapa keluarga bersatu untuk membeli satu Alkitab. Dengan demikian, Alkitab Wycliffe segera bisa ditemukan di rumah-rumah penduduk.
Himbauan kepada orang-orang untuk berpikir dan menggunakan pertimbangannya membangkitkan mereka dari penyerahan pasif mereka kepada dogma-dogma kepausan. Sekarang Wycliffe mengajarkan doktrin khas aliran Protestan — keselamatan oleh iman di dalam Kristus, dan kemutlakan Alkitab. Para pengkhotbah yang dikirimnya, membagi-bagikan Alkitab itu bersama-sama dengan tulisan-tulisan Pembaharu itu. Pekerjaan ini memperoleh kemajuan sehingga iman yang baru ini telah diterima oleh hampir separuh orang Inggris.
Munculnya Alkitab membawa ketakutan bagi penguasa-penguasa gereja. Sekarang mereka harus menghadapi suatu alat yang lebih ampuh dari Wycliffe — suatu alat yang mereka tidak dapat lawan dengan alat mereka. Pada waktu itu tidak ada undang-undang di Inggris yang melarang Alkitab, karena sebelumnya belum pernah ada diterbitkan dalam bahasa Inggris. Undang-undang seperti itu baru kemudian diberlakukan dan dipaksakan dengan keras. Sementara itu, walaupun para imam berusaha membendung peredaran Alkitab, ada satu masa kesempatan firman Allah itu tetap beredar.
Sekali lagi para pemimpin kepausan merencanakan untuk membungkam suara Pembaharu itu. Ia telah diperiksa di depan pengadilan sebanyak tiga kali, tetapi tanpa hasil. Mula-mula sinode para uskup menyatakan tulisannya sebagai yang menyimpang, bida’ah. Dan setelah mempengaruhi raja muda Richard II memihak kepada mereka, mereka memperoleh dekrit raja untuk memenjarakan semua orang yang berpegang pada ajaran-ajaran yang dilarang itu.
Wycliffe naik banding dari sinode ke Parlemen. Tanpa takut sedikitpun, ia menjawab semua tuduhan hirarki di hadapan musyawarah nasional, dan menuntut suatu pembaharuan terhadap banyaknya penyalahgunaan yang dilakukan oleh gereja. Dengan kuasa yang menyakinkan ia menggambarkan perampasan dan kebejatan moral kepausan. Musuh-musuhnya menjadi bingung. Teman-teman dan para pendukung Wycliffe telah dipaksa untuk menyerah. Dan sangat diharapkan agar Pembaharu itu nanti pada hari tuanya, pada waktu kesepian tanpa teman, akan tunduk kepada kuasa gabungan kerajaan dan gereja. Tetapi sebaliknya, para pemimpin kepausan melihat mereka telah dikalahkan. Parlemen yang dibangkitkan oleh himbauan yang merangsang dari Wycliffe, mencabut surat perintah untuk menyiksa, dan sekali lagi Pembaharu itu dibebaskan.
Untuk ketiga kalinya ia dihadapkan ke pengadilan untuk di periksa, dan sekarang di pengadilan tinggi gereja kerajaan itu. Di sini tidak akan ada toleransi terhadap bida’ah atau penyimpangan ajaran. Pada akhirnya Roma akan menang di sini, dan pekerjaan Pembaharu itu akan dihentikan. Demikianlah pendapat para pemimpin kepausan. Jika mereka dapat mencapai tujuannya, Wycliffe akan dipaksa bersumpah untuk meninggalkan ajaran-ajarannya atau ia akan dibakar hidup-hidup.
Akan tetapi Wycliffe tidak mundur, ia tidak akan berpura-pura. Tanpa takut ia mempertahankan ajaran-ajarannya dan menolak semua tuduhan penuntutnya. Tanpa memperdulikan kepentingan dirinya, kedudukannya, keadaan dan suasana sekitarnya, ia mengajak semua pendengar-pendengarnya untuk menghadap pengadilan Ilahi, dan menimbang kepura-puraan dan penipuan mereka dengan timbangan kebenaran abad itu. Kuasa Roh Kudus dapat dirasakan di dalam ruangan pengadilan itu. Daya tarik Allah memenuhi para pendengar. Tampaknya mereka tak kuasa meninggalkan tempat itu. Seperti anak panah Allah, kata-kata Pembaharu itu menusuk hati mereka. Tuduhan penyimpangan atau bida’ah yang mereka lontarkan kepadanya, dia lemparkan kembali kepada mereka dengan kuasa yang menyakinkan. Mengapa mereka berani menyebarkan kesalahan mereka? ia bertanya. Demi keuntungan, mereka memperdagangkan rakhmat Allah.
Akhirnya ia berkata, “Dengan siapakah pikirmu kamu sedang berhadapan? Dengan seorang tua yang sudah mau masuk liang kubur? Tidak! Dengan kebenaran — kebenaran yang lebih kuat daripada kamu dan yang akan mengalahkanmu.” — Wylie, b. 2, ch. 13. Setelah selesai berkata-kata demikian, ia meninggalkan sidang tanpa seorangpun daripada penuntutnya berani mencegah.
Pekerjaan Wycliffe sudah hampir selesai. Panji-panji kebenaran yang selama ini diembannya akan segera lepas dari tangannya, tetapi sekali lagi ia bersaksi demi kebenaran. Kebenaran itu akan dikabarkan justru dari benteng kerajaan kesalahan. Wycliffe telah dipanggil untuk diadili dihadapan pengadilan kepausan di Roma yang telah begitu sering menumpahkan darah para orang kudus. Ia sama sekali tidak menutup mata kepada bahaya yang mengancamnya, namun ia akan memenuhi panggilan itu kalau saja ia tidak lumpuh, sehingga tidak mungkin baginya mengadakan perjalanan. Akan tetapi meskipun suaranya tidak akan terdengar di Roma, ia akan berbicara melalui surat, dan ia telah menetapkan akan melakukannya. Dari tempat parokinya, Pembaharu itu menulis sebuah surat kepada paus yang penuh nada hormat dan roh Kekristenan. Surat ini menjadi kecaman pedas kepada kebesaran dan kesombongan kepausan.
“Sesungguhnya aku bersukacita,” katanya, “membuka dan menyatakan kepada setiap orang iman yang aku pegang, dan teristimewa kepada uskup Roma. Karena sebagaimana aku mendengar bahwa iman itu kuat dan benar, ia akan mengukuhkan iman saya yang saya sebut itu, atau, kalaupun itu salah, aku akan tetap menyatakannya.”
“Pertama-tama, saya kira bahwa Injil Kristus adalah keseluruhan hukum Allah . . . . Saya yakin dan percaya uskup Roma akan berpegang kepada Injil Kristus itu, sebab sebagai wakil Kristus di dunia ini, akan lebih terikat kepada hukum dan Injil itu daripada orang lain. Karena kebesaran bagi murid-murid Kristus tidak terdiri dari kehormatan atau kemuliaan dunia, tetapi pada dekatnya dan tepatnya mengikuti Kristus dalam hidupnya dan perbuatan . . . . Kristus, pada waktu pengembaraannya di dunia ini, adalah orang yang paling miskin, menolak dan membuangkan kehormatan dan kemuliaan dunia . . . .”
“Tidak ada keharusan bagi seseorang yang setia untuk mengikuti paus atau salah seorang dari orang-orang kudus, sehingga dengan demikian ia dianggap telah mengikuti Tuhan Yesus Kristus. Karena Petrus dengan anak-anak Zebedeus telah dipersalahkan, karena menginginkan kemuliaan dunia, yang bertentangan dengan langkah-langkah mengikuti Kristus. Oleh sebab itu di dalam kesalahan-kesalahan tersebut mereka tidak boleh diikuti. . . .”
“Paus harus memberikan kepada pemerintah semua kekuasaan dan pemerintahan. Dan disamping itu menggerakkan dan mendorong secara efektif semua para alim ulama (pendeta-pendeta), karena demikianlah dilakukan oleh Kristus, terutama oleh rasul-rasul-Nya. Oleh sebab itu, jika seandainya aku telah bersalah dalam sesuatu hal ini, dengan rendah hati aku akan menyerah untuk diperbaiki, bahkan dihukum mati bila perlu. Dan jikalau aku bekerja menurut kemauanku atau keinginanku sebagai pribadi, dengan pasti aku akan mempersembahkan diriku dihadapan uskup Roma. Tetapi sebaliknya, Tuhan telah berbicara kepadaku dan telah mengajarku bahwa lebih baik menuruti Allah daripada manusia.”
Sebagai penutup ia berkata, “Marilah kita berdoa kepada Allah kita, agar Ia menggerakkan hati paus kita yang baru, Urban VI, agar ia dan para pastor-pastornya boleh mengikuti Tuhan Yesus Kristus dalam hidup dan perbuatannya. Dan agar mereka boleh mengajar orang-orang dengan efektif, dan agar demikian juga orang-orang itupun mengikuti mereka dengan setia.” — Foxe, Acts and Monuments” (edited by Rev. J. Pratt), Vol. III, pp. 49, 50.
Dengan demikian Wycliffe menyatakan kepada paus dan para kardinalnya kelembutan dan kerendahan hati Kristus, dan bukan hanya kepada mereka, tetapi kepada semua dunia Kristen, perbedaan antara mereka dan Tuhan yang mereka mengaku sebagai wakil-wakilnya.
Wycliffe sepenuhnya mengharapkan agar kehidupannya adalah harga kesetiaannya. Raja, paus dan para uskup bersatu untuk membinasakannya, dan hampir pasti bahwa paling tidak dalam beberapa bulan mendatang ia akan dibawa ke tiang gantungan. Tetapi keberaniannya tidak goyah. “Mengapa kamu berkata mahkota mati syahid itu jauh?” katanya. “Khotbahkanlah Injil Kristus kepada para pejabat tinggi kepausan, dan mati syahid akan pasti menimpamu. Apa? Saya harus hidup dan berdiam diri? . . . Tidak akan pernah! Biarlah maut itu datang, saya menunggu kedatangannya.” — D’Aubigne, b. 17, ch. 8.
Tetapi pemeliharaan Allah masih melindungi hamba-Nya. Orang yang seumur hidupnya telah berdiri teguh mempertahankan kebenaran dalam bahaya sehari-hari kehidupannya, tidak akan menjadi korban kebencian musuh-musuh kebenaran itu. Wycliffe tidak pernah mencari perlindungan dirinya sendiri, tetapi Tuhanlah menjadi perlindungannya. Dan sekarang, pada waktu musuh-musuhnya merasa pasti mengenai korbannya, tangan Allah memindahkannya jauh dari jangkauan mereka. Di gerejanya di Lutterworth, pada waktu ia hampir memulai perjamuan kudus, ia jatuh karena mendapat serangan kelumpuhan. Dan tidak berapa lama kemudian ia pun meninggal dunia.
Allah telah menunjuk Wycliffe kepada pekerjaan-Nya. Ia telah menaruh firman kebenaran itu di dalam mulutnya, dan Ia menjaganya agar firman ini boleh sampai kepada orang-orang. Kehidupannya telah dilindungi dan kerjanya dilanjutkan sampai dasar fondasi telah diletakkan bagi pekerjaan besar pembaharuan (reformasi).
Wycliffe datang dari kekelaman Zaman Kegelapan. Belum ada seorangpun sebelum dia yang boleh ditirunya untuk membentuk sistem pembaharuannya. Dibesarkan seperti Yohanes Pembaptis untuk mengemban satu tugas, ia adalah pemberita era baru. Namun, dalam sistem kebenaran yang dinyatakannya ada kesatuan dan kesempurnaan yang tidak dilebihi oleh para Pembaharu yang mengikutinya kemudian, dan yang beberapa dari mereka tidak capai, bahkan pada seratus tahun kemudian. Begitu luas dan dalamnya fondasi itu diletakkan, begitu kuat dan benar kerangkanya sehingga tidak perlu dibangun kembali oleh mereka yang datang kemudian sesudah dia.
Pergerakan besar yang sudah diresmikan oleh Wycliffe, yaitu yang memerdekakan hati nurani dan inteligensia, yang membebaskan bangsa-bangsa yang sudah begitu lama dibelenggu oleh kekusaan Roma, pergerakan ini bersumber dari dalam Alkitab. Dari sinilah sumber mata air berkat, yang telah mengalir sepanjang zaman sejak abad keempatbelas, seperti mata air kehidupan. Wycliffe menerima Alkitab dengan iman yang mutlak, seperti diilhamkan oleh penyataan kehendak Allah, sebagai aturan iman dan praktek yang lengkap. Ia telah dididik untuk menganggap Gereja Roma sebagai penguasa ilahi yang mutlak dan menerima tanpa ragu-ragu kesucian pengajaran dan kebiasaan yang telah ditetapkan selama seribu tahun. Tetapi ia meninggalkan semua ini karena mendengarkan firman Allah yang suci. Firman inilah satu-satunya penguasa yang ia himbau agar diakui oleh semua orang. Sebagai gantinya gereja berbicara melalui paus, ia menyatakan satu-satunya penguasa yang benar adalah suara Allah yang berbicara melalui firman-Nya. Dan ia mengajarkan bukan saja Alkitab itu sebagai penyataan kehendak Allah yang sempurna, tetapi bahwa Roh Suci adalah penerjemah satu-satunya, dan bahwa setiap orang harus mempelajari tugas-tugas untuk diri sendiri, oleh mempelajari pengajaran firman itu. Dengan demikian ia membalikkan pikiran orang-orang dari paus dan Gereja Roma kepada firman Allah.
Wycliffe adalah salah seorang yang terbesar daripada Pembaharu. Ia telah disamai beberapa orang yang datang kemudian dalam hal luasnya intelek atau kecerdasannya, kejernihan pikirannya, keteguhannya dalam mempertahankan kebenaran, dan keberaniannya menjaga kebenaran itu. Kesucian kehidupan, kerajinan yang tidak mengenal lelah dalam belajar dan bekerja, integritas yang tidak bejat, dan kecintaan yang menyerupai Kristus serta kesetiaan dalam pelayanannya, menandai para Pembaharu yang mula-mula itu. Semua ini mereka punyai walaupun ada kegelapan intelektual dan kebejatan moral pada zaman di mana mereka hidup.
Tabiat Wycliffe adalah suatu kesaksian kepada kuasa mengajar dan mengubahkan dari Alkitab. Alkitablah yang membuat ia seperti ia ada sekarang. Usaha untuk meraih kebenaran agung, wahyu memberikan kesegaran dan kekuatan kepada pikiran. Ia memperluas pikiran, mempertajam pengertian dan mematangkan pertimbangan. Pelajaran Alkitab mempertinggi derajat pemikiran, perasaan, dan aspirasi yang tidak dapat diberikan oleh pelajaran lain. Ia memberikan stabilitas kepada maksud, kesabaran, keberanian dan kekuatan pikiran. Ia memperhalus tabiat, dan menyucikan jiwa. Mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh dan dengan hikmat akan membawa pikiran si pelajar berhubungan langsung dengan pikiran yang tanpa batas itu, sehingga akan memberikan kepada dunia orang-orang yang mempunyai intelek yang lebih kuat dan lebih aktif serta prinsip yang lebih tinggi daripada yang bisa dihasilkan oleh pelatihan terbaik yang bisa diberikan oleh falsafah manusia. “Bila tersingkap,” kata pemazmur, “firman-firman-Mu memberi terang, memberi pengertian kepada orang bodoh” (Mazmur 119:130). Doktrin atau ajaran-ajaran yang telah diajarkan oleh Wycliffe untuk sementara terus menyebar. Pengikut-pengikutnya yang disebut orang-orang Wycliffe dan Lollards, tidak saja menjelajahi Inggris, tetapi tersebar ke negeri-negeri lain membawakan pekabaran Injil. Sekarang meskipun pemimpin mereka telah tiada, para pengkhotbah bahkan bekerja lebih bersemangat daripada sebelumnya, dan orang-orang berduyun-duyun mendengarkan pengajaran mereka. Beberapa bangsawan dan bahkan ratu sendiri adalah di antara orang-orang yang bertobat. Di berbagai tempat terdapat perubahan yang nyata dalam tabiat orang-orang, dan lambang-lambang penyembahan berhala Romawi telah dibuangkan dari gereja-gereja. Tetapi topan penganiayaan yang tak berbelas kasihan segera menimpa mereka yang berani menerima Alkitab sebagai penuntun mereka. Raja-raja Inggris, yang ingin memperkuat kekusaan mereka dengan memperoleh dukungan Roma, tidak segan-segan mengorbankan para Pembaharu itu. Untuk pertama kali dalam sejarah Inggeris, tiang gantungan diputuskan menjadi hukuman murid-murid Injil. Mati syahid diikuti mati syahid silih berganti. Penganjur-penganjur kebenaran diasingkan, dianiaya, dan hanya dapat mencurahkan jeritan mereka ke telinga Allah Zebaot. Diburu sebagai musuh gereja dan pengkhianat kerajaan. Mereka terus berkhotbah di tempat-tempat rahasia, mencari perlindungan yang terbaik yang boleh didapat di rumah-rumah orang miskin, dan bahkan sering bersembunyi di lubang-lubang dan gua-gua.
Meskipun amukan penganiayaan terus berlangsung, protes yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, tenang, sabar dan tulus terhadap kebejatan iman keagamaan yang merajalela terus dilancarkan selama berabad-abad. Orang-orang Kristen yang mula-mula itu hanya mengetahui sebagian kebenaran itu, tetapi mereka telah belajar mengasihi dan menuruti firman Alah, dan dengan sabar mereka menanggung penderitaan karenanya. Seperti murid-murid pada zaman rasul-rasul, banyak yang mengorbankan hartanya demi Kristus. Mereka yang diizinkan tinggal di rumahnya, dengan senang hati memberi perlindungan kepada saudara-saudara mereka yang terbuang. Dan bilamana mereka juga diusir, dengan gembira mereka menerima nasibnya. Benar, ribuan orang yang takut akan keganasan para penganiaya, membeli kebebasan dengan mengorbankan iman mereka. Mereka keluar dari penjara dengan berpakaian jubah pertobatan untuk menyatakan pengunduran diri mereka dari kebenaran. Tetapi tidak sedikit jumlahnya yang membawa kesaksian tanpa takut ke dalam penjara bawah tanah di “menara Lollards,” yang di antara mereka terdapat keturunan bangsawan serta yang sederhana dan hina. Dan di tengah-tengah penyiksaan dan nyala api mereka bersukacita karena termasuk di antara orang-orang yang layak mengetahui “persekutuan penderitaan-Nya.”
Para pemimpin kepausan telah gagal melaksanakan kehendaknya kepada Wycliffe semasa hidupnya, dan kebencian mereka tidak terpuaskan kalau jasadnya terbaring beristirahat di kuburannya. Dengan dekrit Konsili Constance lebih empat puluh tahun sesudah kematiannya, tulang-tulangnya digali dan dibakar di depan umum, dan abunya dibuangkan ke anak sungai yang terdekat. “Anak sungai ini,”kata seorang penulis tua, “telah meneruskan abunya ke Avon, dari Avon ke Severn, dari Severn ke laut sempit dan terus ke lautan luas. Dan dengan demikian abu jenazah Wycliffe adalah lambang doktrinnya yang sekarang tersebar di seluruh dunia.” — Fuller, T., “Church History of Britain,” b. 4, sec. 2, par. 54. Hanya sedikit disadari oleh musuh-musuhnya makna tindakan jahat mereka itu.
Adalah melalui tulisan Wycliffe, sehingga John Huss dari Bohemia telah dituntun untuk meninggalkan banyak kesalahan Romanisme, dan memasuki gerakan reformasi (pembaharuan). Jadi di dalam dua abad ini, yang terpisah jauh, bibit kebenaran telah ditaburkan. Dari Bohemia pekerjaan itu meluas ke negeri-negeri lain. Pikiran-pikiran manusia telah dituntun kepada firman Allah yang telah lama dilupakan. Tangan ilahi telah mempersiapkan jalan kepada Reformasi Akbar.