[AkhirZaman.org] Salah satu kebenaran yang paling menggembirakan dan paling mulia yang dinyatakan didalam Alkitab ialah kedatangan Kristus yang kedua kali, untuk menyempurnakan pekerjaan besar penyelamatan. Bagi umat-umat musafir Allah yang sudah lama berdiam sementara di “daerah bayang-bayang maut,” telah diberikan suatu pengharapan yang berharga yang mendatangkan sukacita, yaitu janji kedatangan-Nya kembali, yang menjadi “kebangkitan dan hidup,” untuk “membawa pulang umat-umat-Nya yang terbuang.” Doktrin mengenai kedatangan-Nya yang kedua kali adalah inti dari Alkitab yang suci itu. Sejak pasangan yang pertama melangkah meninggalkan taman Eden, anak-anak yang beriman telah menunggu kedatangan Yang Dijanjikan untuk menghancurkan kuasa yang merusak itu dan untuk membawa mereka kembali ke taman Eden yang telah hilang. Orang-orang saleh zaman dahulu mengharap kepada kedatangan Mesias di dalam kemuliaan, sebagai penyempurnaan pengharapan mereka. Henok, keturunan yang ketujuh dari manusia Adam yang tinggal di taman Eden, yang selama tiga abad berjalan bersama-sama dengan Allah di dunia ini, telah diizinkan memandang dari jauh kedatangan Penebus, si Penyelamat. “Sesungguhnya,” katanya, “Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya hendak menghakimi semua orang.” (Yudas 14,15). Ayub pada malam kesusahannya, berseru, “Tetapi aku tahu, Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit dari atas debu: . . . tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat, . . . mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain.” (Ayub 19:25-27).
Kedatangan Kristus untuk membawa kerajaan atau pemerintahan kebenaran, telah mengilhami kata-kata yang paling agung dan yang membangkitkan semangat dari para penulis kudus. Para pujangga dan para nabi Alkitab memusatkan perhatian kepada-Nya dalam kata-kata yang bercahaya dengan api surgawi. Pemazmur menyanyikan kuasa dan kebesaran Raja Israel, “Dari Sion puncak keindahan, Allah tampil bersinar. Allah kita datang dan tidak akan berdiam diri . . . . Ia berseru kepada langit di atas, dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya.” (Maz. 50:2-4). “Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorak, . . . di hadapan Tuhan sebab Ia datang, sebab ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya.” (Maz. 96:11,13).
Nabi Yesaya berkata, “Ya, Tuhan, orang-orang-Mu yang mati akan hidup pula, mayat-mayat mereka akan bangkit pula. Hai orang-orang yang sudah dikubur di dalam tanah bangkitlah dan bersorak-sorai! Sebab embun Tuhan ialah embun terang, dan bumi akan melahirkan arwah kembali.” “Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya, dan Tuhan Allah akan menghapuskan air mata dari pada segala muka, dan aib umat-Nya akan dijauhkan-Nya dari seluruh bumi, sebab Tuhan telah mengatakannya. Pada waktu itu orang akan berkata, ‘Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah Tuhan yang kita nati-nantikan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya.'” (Yes. 26:19; 25:8,9).
Dan Habakuk, yang asyik dengan penglihatan kudus itu, memandang kedatangan-Nya, “Allah datang dari negeri Teman dan Yang Mahakudus dari pegunungan Paran. Sela. Keagungan-Nya menutupi segenap langit, dan bumipun penuh dengan pujian kepada-Nya. Ada kilauan seperti cahaya.” “Ia berdiri, maka bumi dibuat-Nya bergoyang, Ia melihat berkeliling, maka bangsa-bangsa dibuat-Nya melompat terkejut, hancur gunung-gunung yang ada sejak purba, merendah bukit-bukit yang berabad-abad; itulah perjalanan-Nya yang berabad-abad.” “. . . Engkau mengendarai kuda dan kereta kemenangan-Mu.” “Melihat Engkau gunung-gunung gemetar, . . . samudera raya mendengarkan suara-Nya dan mengangkat tangannya. Matahari, bulan berhenti di tempat kediamannya, karena cahaya anak-anak panah-Mu yang melayang laju, karena kilauan tombak-Mu yang berkilat.” “Engku berjalan maju untuk menyelamatkan umat-Mu, untuk menyelamatkan orang yang Kauurapi.” (Habakuk 3:3-13).
Pada waktu Juru Selamat hampir berpisah dari murid-murid-Nya, Ia menghibur mereka dalam kesedihan mereka dengan jaminan bahwa Ia akan datang lagi, “Janganlah gelisah hatimu . . . . Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal . . . . Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku pergi ke situ dan telah menyedikan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku.” (Yoh. 14:1-3). “Apabila Anak Manusia datang dalam kemualiaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya.” (Matius 25:31,32).
Para malaikat yang ada di Bukit Zaitun setelah kenaikan Kristus ke Surga, mengulangi janji kedatangan-Nya kembali kepada murid-murid itu, “Yesus ini, yang terangkat ke surga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga.” (Kisah 1:11). Dan Rasul Paulus yang berbicara oleh Roh inspirasi, menyaksikan, “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru, dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari surga.” ( 1 Tes. 4:16). Nabi di Patmos berkata, “Lihatlah Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia.”( Wah. 1:7).
Mengenai kedatangan-Nya, yang penuh dengan kemuliaan itu, bahwa Kristus itu harus tinggal di Surga sampai “pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-bainya yang kudus di zaman dahulu.” (Kisah 3:21). Kemudian pemerintahan Setan yang sudah lama akan dihancurkan. “Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya.” (Wah. 11:15). “Maka kemuliaan Tuhan akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama.” “Tuhan Allah akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa-bangsa,” “Pada waktu itu Tuhan semesta alam akan menjadi mahkota kepermaian dan perhiasan kepala yang indah-indah bagi sisa umat-Nya.”(Yes. 40:5; 61:11; 28:5).
Kemudian kerajaan mesias yang penuh damai dan yang telah lama dinanti-nantikan itu akan didirikan di bawah seluruh alam semesta. “Sebab Tuhan menghibur Sion, menghibur segala reruntuhannya; Ia membuat padang gurunnya seperti taman Eden, dan padang belantaranya seperti taman Tuhan.” “Kemuliaan Libanon akan diberikan kepadanya, semarak Karmel dan Saron.” “Engkau tidak akan disebut lagi ‘yang ditinggalkan suami,’ dan negerimu tidak akan disebut lagi ‘yang sunyi’. Tetapi engkau akan dinamai ‘yang berkenan kepada-Ku,’ dan negerimu ‘yang bersuami.'” “Dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu.” (Yes. 51:3; 35:2; 62:4,5).
Kedatangan Tuhan telah menjadi pengharapan pengikut-pengikut-Nya yang benar sepanjang zaman. Janji perpisahan Juru Selamat di Bukit Zaitun, bahwa ia akan datang kembali, menerangi hari depan murid-murid-Nya, memenuhi hati mereka dengan sukacita dan pengharapan yang tidak bisa dihilangkan oleh kedukaan, atau diredupkan oleh pencobaan. Di tengah-tegah penderitaan dan penganiayaan, “kembalinya Allah dan Juru Selamat kita Yeusu Kristus,” adalah “pengharapan yang berbahagia.” Pada waktu orang-orang Kristen Tesalonika dipenuhi dukacita sementara mereka menguburkan kekasih-kekasih mereka, yang telah berharap tetap hidup untuk menyaksikan kedatangan Tuhan, Rasul Paulus, guru mereka, menunjukkan mereka kepada kebangkitan yang terjadi pada waktu Juru Selamat datang. Kemudian yang mati di dalam Kristus akan bangkit dan bersama-sama dengan mereka yang masih hidup menyongsong Tuhan di angkasa. “Karena itu,” katanya, “hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini.” (1 Tes. 4:16-18).
Di Pulau Patmos yang berbatu-batu, murid yang kekasih mendengar janji, “Ya, Aku datang segera!” dan sambutan kerinduannya menyuarakan doa gereja dalam seluruh pengembaraannya, “datanglah Tuhan Yesus1” ( Wahyu 22:20).
Dari penjara bawah tanah, dari tiang gantungan pembakaran, dari panggung-panggung hukuman mati, di mana orang-orang saleh dan para syuhada bersaksi demi kebenaran, terdengarlah ucapan-ucapan iman dan pengharapan selama berabad-abad. “Diyakinkan oleh kebangkitan-Nya secara pribadi dan juga kebangkitan mereka sendiri pada kedatangan-Nya,” kata seorang Kristen, “mereka menganggap remeh kematian itu, dan didapati bahwa mereka berada di atasnya.” — Taylor, Daniel T., “The Reign of Christ on Earth; or The Voice of the Church in All Ages,” p. 33. Mereka rela mati, agar mereka bisa “bangkit kepada kebebasan.” — Taylor, “The Voice of the Church,” p. 54. Mereka “menantikan Tuhan datang dari langit dalam awan-awan dengan kemuliaan Bapa-Nya,” “membawa kerajaan kepada orang benar.” Orang-orang Waldenses memegang iman yang sama.” — Idem, pp. 129-132. Wycliffe mengharapkan kedatangan Penebus sebagai pengharapan gereja. — Idem, pp. 132-134.
Luther menyatakan, “Aku meyakinkan diriku dengan sungguh-sungguh, bahwa hari penghakiman tidak akan absen tiga abad penuh. Allah tidak akan, tidak dapat, menahan dunia ini lebih lama lagi.” “Hari yang besar semakin dekat dimana kerajaan kebencian akan dihancurkan.” — Idem, pp. 158, 134.
Dunia yang sudah tua ini tidak jauh dari akhirnya,” kata Melanchthon. Calvin mengajak orang-orang Kristen “jangan ragu-ragu, melainkan dengan bersemangat merindukan hari kedatangan Kristus sebagai hari yang paling memberi harapan dari semua kejadian,” dan menyatakan bahwa “seluruh keluarga orang-orang yang setia akan terus memandang kepada hari itu.” “Kita harus merasa lapar akan Kristus, kita harus mencari, dan memikirkannya,” katanya, “sampai terbitnya fajar hari besar itu, bilamana Tuhan kita menyatakan dengan sepenuhnya kemuliaan kerajaan-Nya.” — Idem, pp. 158, 134.
“Benarkah Tuhan kita Yesus telah membawa daging kita ke surga? kata Knox, Pembaharu Skotlandia itu, “dan tidakkah Ia akan datang kembali? Kita tahu bahwa Ia akan kembali, dan dengan segera.” Ridley dan Latimer, yang mengorbankan hidupnya demi kebenaran, memandang dengan iman kepada kedatangan Tuhan. Ridley menulis, “Dunia ini tanpa ragu-ragu — hal ini saya percayai dan oleh sebab itu saya mengatakannya — menuju kepada akhirnya. Marilah kita bersama-sama Yohanes, hamba Allah itu, berseru di dalam hati kita kepada Juru Selamat kita Kristus, Datanglah, Tuhan Yesus, datanglah!” — Idem, pp. 151, 145.
“Pikiran mengenai kedatangan Tuhan,” kata Baxter, “adalah yang paling manis dan yang penuh sukacita bagiku.” — Baxter, Richard, “Works,” Vol. XVII, p. 555. “Itu adalah pekerjaan iman dan tabiat orang-orang saleh-Nya untuk mencintai kedatangan-Nya dan menantikan pengharapan yang berbahagia itu.” “Jikalau kematian adalah musuh terakhir yang akan dibinasakan pada waktu kebangkitan, kita tahu betapa sungguh-sungguh umat-umat percaya seharusnya merindukan dan mendoakan kedatangan Kristus yang kedua kali itu, ketika penaklukan terakhir dan sepenuhnya akan dilakukan .” — Idem, p. 500. “Inilah hari yang semua orang percaya harus rindukan, dan harapkan, dan tunggu, sebagai pencapaian pekerjaan penebusan mereka, dan semua usaha dan kerinduan jiwa mereka.” “Segerakanlah, ya, Tuhan, hari yang berbahagia ini.” — Baxter, “Works,” Vol. XII, pp. 182,183. Begitulah pengharapan gereja pada zaman rasul-rasul, pengharapan “gereja di padang belantara,” dan pengharapan para Pembaharu.
Nubuatan bukan hanya meramalkan cara dan tujuan kedatangan Kristus, tetapi juga memberikan tanda-tanda oleh mana orang-orang mengetahui bahwa kedatangan itu sudah dekat. Yesus berkata, “Dan akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintang-bintang,” (Lukas 21:25). “. . . mata hari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit, dan kuasa-kuasa langit akan goncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya.” (Markus 13:24-26). Pewahyu menjelaskan tanda pertama yang mendahului kedatangan kedua kali itu, “sesungguhnya terjadilah gempa bumi yang dahsyat dan matahari menjadi hitam bagaikan karung rambut dan bulan menjadi merah seluruhnya bagaikan darah.” ( Wahyu 6:12).
Tanda-tanda ini telah disaksikan sebelum abad kesembilan belas. Sebagai kegenapan nubuatan ini telah terjadi pada tahun 1755, gempa bumi yang paling dahsyat yang pernah dicatat. Walaupun biasanya dikenal sebagai gempa Lissabon, gempa itu menjangkau sebagian besar Eropa, Afrika dan Amerika. Gempa itu dirasakan juga di Greenland, di pulau-pulau Hindia Barat, di pulau Madeira, di Norwegia dan Swedia, di Britania Raya dan Irlandia. Gempa itu menyebar luas ke tidak kurang dari empat juta mil bujur sangkar. Di Afrika, getaran dirasakan sekeras seperti di Eropa. Sebagian besar Aljazair hancur, dan tidak jauh dari Marokko, suatu perkampungan yang berpenduduk delapan sampai sepuluh ribu orang penduduk telah ditelan bumi. Gelombang laut yang besar dan ganas menyapu pantai Spanyol dan Afrika, melanda kota-kota dan menimbulkan kebinasaan besar.
Goncangan yang paling kuat terjadi di Spanyol dan Portugis. Di Cadiz gelombang yang menyapu dikatakan setinggi 60 kaki. Gunung-gunung, “beberapa buah yang tertinggi di Portugis, telah bergoncang dengan sangat kuat, seolah-olah goncangan itu datang dari dasarnya. Dan beberapa diantaranya terbelah di puncaknya dan bongkahan-bongkahannya terlepas dan terbelah-belah dengan cara ajaib, dan jatuh ke lembah-lembah di sekitarnya. Nyala api tersembur dari gnung-gunung ini.” — Lyell, Sir Charles, “Principles of Geology,” p. 495 (ed. 1858, N.Y.).
Di Lissabon, ” sura gemuruh terdengr di bawah tanah, dan segera sesudah itu goncangan keras meruntuhkan sebagian besar kota itu. Dalam waktu kira-kira enam menit 60,000 ribu orang binasa. Mula-mula pasang surut, ambang laut kering. Kemudian laut itu bergulung, naik setinggi 50 kaki atau lebih dari permukaan yang biasa.” “Di antara kejadian luar biasa yang telah terjadi di Lissabon selama malapetaka itu ialah hilang lenyapnya dermaga baru, yang seluruhnya dibangun dari batu pualam dengan biaya yang tinggi. Sejumlah besar orang berkumpul di sana untuk mencari perlindungan, sebagai satu tempat yang jauh dari reruntuhan gedung-gedung. Tetapi dengan tiba-tiba dermaga itu terbenam dengan semua orang yang di atasnya, dan tak seorang bangkai manusiapun yang mengapung ke permukaan.” — Idem, p. 495 (ed. 1858, N.Y.).
“Goncangan” gempa itu, “dengan segera disusul oleh runtuhnya gereja dan biara. Hampir semua gedung-gedung besar dan lebih dari seperempat rumah-rumah runtuh. Kira-kira dua jam sesudah goncangan itu, api mengamuk di berbagai tempat. Api itu begitu dahsyatnya dan terus menyala selama tiga hari, sehingga menyebabkan kota benar-benar kosong. Gempa bumi itu terjadi pada waktu hari besar, pada waktu gereja-gereja dan biara-biara dipenuhi orang-orang, sehingga sangat sedikit yang selamat.” — Encyclopaedia Americana, art. Lisbon, note (ed. 1831). “Teror yang mengerikan itu tidak dapat digambarkan. Tak seorangpun yang menangis, karena tidak tertangiskan. Mereka berlari ke sana ke mari, tidak sadar karena ketakutan dan kengerian, sambil memukul-mukul mukanya dan dadanya dan berseru, ‘Misericordia! dunia kiamat!’ Ibu-ibu lupa anak-anak mereka, dan berlari sambil memeluk patung-patung dan salib. Malangnya, banyak yang lari ke gereja mencari perlindungan, tetapi sia-sia sakramen itu dibukakan, sia-sia makhluk yang malang ini memeluk mezbah-mezbah, patung-patung, imam-imam, dan orang-orang terkubur dalam satu reruntuhan.” Diperkirakan sekitar 90,000 orang binasa pada hari yang fatal itu.
Dua puluh lima tahun kemudian muncullah tanda berikut, yang disebutkan dalam nubuatan — matahari dan bulan digelapkan. Apa yang menyebabkan hal ini sangat menarik ialah kenyataan bahwa kegenapan nubuatan itu telah ditunjukkan dengan pasti. Dalam percakapan Juru Selamat dengan murid-murid-Nya di gunung Zaitun, setelah menjelaskan pencobaan yang lama bagi gereja — 1260 tahun penganiayaan kepausan, mengenai ini Ia telah menjanjikan bahwa penyiksaan itu akan diperpendek — maka Ia menyebutkan kejadian-kejadian tertentu yang mendahului kedatangan-Nya, dan menentukan waktunya kapan ini untuk pertama kali akan disaksikan, “Tetapi pada masa itu, sesudah siksaan itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya.” ( Markus 13:24). Masa 1260 hari atau tahun itu berakhir pada tahun 1798. Seperempat abad sebelumnya, penganiayaan sudah hampir seluruhnya berakhir. Sesudah penganiayaan atau penyiksaan ini, menurut perkataan Kristus, matahari akan digelapkan. Pada tanggal 19 Mei 1780, nubuatan ini sudah digenapi.
“Hampir kalau bukan seluruhnya sebagai satu-satunya jenis fenomena yang misterius dan tak terjelaskan, . . . terjadi pada tanggal 19 Mei 1780, — di New England, langit tampak menjadi gelap tidak bisa djelaskan kenapa demikian.” — Devens, R.M., “Our First Century,” p. 89.
Seorang saksi mata di Massachusetts menjelaskan kejadian itu sebagai berikut: “Pada pagi hari matahari terbit bersinar terang, tetapi tidak lama kemudian awan menutupi langit. Awan-awan itu menjadi semakin turun, dan dari awan-awan yang kemudian gelap itu kilat menyambar dan guntur berbunyi serta hujan rintik-rintik turun. Menjelang pukul sembilan, awan itu menjadi semakin tipis, dan berubah warna menjadi kekuning-kuningan bagaikan warna kuningan atau tembaga, sehingga tanah, batu-batuan, pohon-pohonan, bangun-bangunan, air dan orang-orang telah tampak berubah warnanya oleh terang yang aneh dan ngeri itu. Beberapa menit kemudian, awan hitam pekat menyebar ke seluruh langit kecuali lingkaran tipis di kaki langit, dan gelapnya seperti gelapnya pada pukul sembilan malam musim panas. . . .
“Ketakutan, kecemasan dan kengerian merasuk pikiran orang-orang. Perempuan-perempuan berdiri di pintu, melihat pemandangan alam yang gelap; laki-laki kembali ke rumah dari bekerja di ladang. Tukang kayu meninggalkan perkakasnya, tukang besi meninggalkan bengkelnya, dan para pedagang meninggalkan toko-tokonya. Murid-murid sekolah-sekolah dibubarkan, dan dengan gemetar murid-murid itu berlari pulang ke rumah masing-masing. Para pengembara atau yang sedang mengadakan perjalanan berhenti di pondok-pondok petani yang terdekat. ‘Apa yang sedang terjadi,’ hati dan bibir manusia bertanya-tanya. Tampaknya seperti badai akan menyapu negeri itu, atau seolah-olah hari itu merupakan hari kemusnahan segala sesuatu.
“Lilin-lilin dinyalakan dan api dari perapian bercahaya begitu terang seperti pada malm tanpa sinar bulan di musim gugur . . . . Unggas kembali ke sarangnya dan tidur, ternak berkumpul di kandangnya, katak-katak berisik, burung-burung menyanyikan nyanyian malam mereka, dan kelelawar-kelelawar mulai beterbangan. Tetapi manusia mengetahui sebenarnya malam belum tiba . . . .
“Dr. Natahanael Whittaker, pendeta gereja Tabernakel di Salem, mengadakan acara keagamaan di tempat pertemuan, dan mengkhotbahkan khotbah di mana ia mengatakan bahwa kegelapan itu suatu keajaiban supernatural. Anggota-anggota jemaat datang berkumpul di berbagai tempat. Ayat-ayat khotbah yang tiba-tiba tanpa persiapan ini adalah yang tampaknya menyatakan bahwa kegelapan itu sesuai dengan nubuatan Alkitab . . . . Kegelapan yang paling pekat atau kelam terjadi sesudah pukul sebelas.” — “The Essex ntiquarian,” Salem, Mass., April 1899 (Vol. III, No. 4, pp. 53, 54). “Di sebahagian besar negeri itu kegelapan begitu hebatnya di siang hari itu, sehingga orang-orang tidak bisa menyatakan jam berapa dengan melihat jam, atau makan atau melakukan kerjanya di rumah tanpa cahaya lilin . . . .
” Luasnya cakupan kejadian kegelapan ini luar biasa. Dapat dilihat ke sebelah Timur sejauh Falmouth. Ke arah Barat sampai bagian terjauh Connecticut dan Albany. Ke arah Selatan, dapat dilihat sepanjang tepi laut, dan ke arah Utara sejauh pemukiman Amerika.” — Gordon, Dr. Wm., “History of the Rise, Progress and Establishment of the Independent of U.S.A.,” Vol. III, p. 57 (N.Y., 1789).
Kegelapan pekat hari itu telah berlalu sejam atau dua jam kemudian sebelum malam, oleh langit yang sebagian terang, dan matahari tampak meskipun masih ditutupi oleh kabut hitam tebal. “Sesudah matahari terbenam, awan kembali datang menutupi dan malampun datang cepat.” “Kegelapan malam inipun tidak kurang menakutkan dan luar biasa dibandingkan dengan yang terjadi pada siang harinya. Walaupun pada malam itu sudah hampir bulan purnama, tidak ada benda yang dapat dilihat tanpa pertolongan terang buatan atau lampu, yang bilamana dilihat dari rumah-rumah tetangga dan tempat-tempat lain yang agak berjauhan, nampak bagaikan kegelapan Mesir yang kelihatannya hampir tidak bisa ditembusi oleh sinar.” — Thomas, Massachusetts Spy; or, American Oracle of Liberty,” Vol. X, No. 472 (May 25, 1780). Salah seorang saksi mata pemandangan itu berkata, “Saya tidak bisa membayangkan pada waktu itu, sekiranya semua benda bercahaya di jagad raya ini diselubungi dengan selubung yang tidak tembus cahaya, atau benda-benda bercahaya itu dilenyapkan, maka kegelapan itu akan lebih hebat lagi.” — Letter by Dr. Samuel Tenney, of Exeter, N. H., December 1785 (in “Massachusetts Historical Society Collection,” 1792, 1st series, Vol. I, p. 97).
Walaupun pukul sembilan malam itu bulan purnama nampak juga, “sinarnya tak mampu mengusir kegelapan mencekam bagaikan maut itu.” Sesudah tengah malam, kegelapan itu sirna, dan bulan pada waktu pertama kali kelihatan, tampak seperti darah.
-KA