Friday, March 29, 2024
Google search engine
HomePendalamanNubuatanHUKUM ALLAH YANG TIDAK DAPAT DIUBAH (bagian2)

HUKUM ALLAH YANG TIDAK DAPAT DIUBAH (bagian2)

[AkhirZaman.org] Tanduk-tanduk binatang yang seperti anak domba dan suara naga dari lambang itu menunjukkan kontradiksi hebat antara pengakuan dan praktek bangsa yang dilambangkan. “Berbicara” suatu bangsa adalah tindakan kekuasaan legislatif dan yudikatifnya. Oleh tindakan seperti itu ia akan berdusta kepada prinsip-prinsip kebebasan dan kedamaian yang telah ditetapkannya sebagai landasan kebijakannya. Ramalan bahwa ia akan berbicara “seperti naga” dan menggunakan “seluruh kuasa binatang yang pertama itu,” dengan jelas meramalkan pengembangan roh tidak toleran (timbang rasa) dan penganiayaan yang ditunjukkan oleh bangsa-bangsa yang dilambangkan oleh naga dan binatang yang seperti macan tutul itu. Dan pernyataan bahwa binatang dengan dua tanduk yang “menyebabkan seluruh bumi dan semua penghuninya menyembah binatang pertama,” menunjukkan bahwa kekuasaan bangsa ini akan digunakan untuk memaksakan penurutan yang akan menjadi tindakan penghormatan kepada kepausan.

Tindakan seperti itu akan secara langsung bertentangan kepada prinsip-prinsip pemerintahan negeri ini, kepada keaslian lembaga-lembaga yang bebas, kepada pengakuan langsung dan sungguh-sungguh The Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan), dan kepada Constitution (Konstitusi). Para pendiri bangsa ini dengan bijak berusaha mengawasi penggunaan kekuasaan sekular atas pihak gereja, dengan akibat yang tidak dapat dihindarkan — tiadanya toleransi (tenggang rasa) dan penganiayaan. Konstitusi menetapkan bahwa “Kongres tidak boleh membuat peraturan atau undang-undang untuk menghormati pendirian suatu agama atau melarang pelaksanaannya,” dan bahwa “tidak boleh dituntut ujian agama sebagai persyaratan bagi suatu jabatan perusahaan umum di Amerika Serikat.” Hanya pelanggaran terang-terangan kepada perlindungan kebebasan nasional saja, pemeliharaan atau pelaksanaan sesuatu agama dapat dipaksa oleh kekuasaan sipil. Tetapi ketidak-tetapan tindakan seperti itu tidak lebih besar dari yang digambarkan dalam lambang itu. Binatang bertanduk yang menyerupai anak domba itulah — dalam pengakuan murni, lemah lembut, dan tidak berbahaya, — yang berbicara seperti naga.

“Dan ia menyuruh mereka yang diam di bumi, supaya mereka mendirikan patung untuk menghormati binatang yang luka oleh pedang, namun tetap hidup itu.” Di sini digambarkan dengan jelas suatu bentuk pemerintahan dimana kekuasaan legislatif ada di tangan rakyat, suatu bukti yang sangat nyata bahwa Amerika Serikat adalah suatu negara yang disebutkan di dalam nubuatan.

Akan tetapi apakah “patung binatang itu?” dan bagaimana caranya mendirikan patung itu? Patung itu dibuat oleh binatang bertanduk dua, dan itu adalah patung binatang yang pertama, binatang yang luka namun tetap hidup. Juga dikenal dengan patung dari binatang itu. Kemudian untuk mengetahui bentuk patung itu, dan bagaimana ia dibentuk, kita harus mempelajari ciri-ciri binatang itu sendiri — kepausan.

Bilamana gereja yang mula-mula itu menjadi korup karena berpaling dari kesederhanaan Injil dan menerima upacara-upacara kekafiran dan adat istiadat mereka, maka gereja kehilangan Roh dan kuasa Allah; dan agar supaya dapat mengendalikan hati nurani rakyat, ia mendukung kekuasaan sekular. Akibatnya ialah kepausan, sebuah gereja yang mengendalikan kekuasaan negara, dan menggunakannya untuk mencapai tujuan-tujuannya terutama dalam menghukum kaum “bida’ah,” “para penyeleweng.” Agar supaya Amerika Serikat dapat membuat patung binatang itu, kekuatan dan kekuasaan agama harus sedemikian rupa mengendalikan pemerintahan sipil, sehingga kekuasaan pemerintahan sipil itu juga dapat digunakan oleh gereja untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Bilamana gereja sudah memperoleh kekuasaan sekular, ia menggunakan kekuasaan itu untuk menghukum para pembangkang dari doktrin-doktrinnya. Gereja-gereja Protestan yang telah mengikuti jejak Roma dengan membentuk persekutuan dengan kekuatan dan kekuasaan duniawi telah menunjukkan keinginan yang sama untuk membatasi kebebasan hati nurani. Suatu contoh untuk ini diberikan penganiayaan yang berlarut-larut terhadap para pembangkang oleh Gereja Inggeris. Selama abad keenambelas dan ketujuh belas, ribuan pendeta-pendeta yang tidak mau berkompromi telah dipaksa meninggalkan gereja mereka, dan banyak lagi baik pendeta maupun anggota-anggota diancam dengan hukuman, penjara, penyiksaan dan mati syahid.

Kemurtadanlah yang menuntun gereja mula-mula itu untuk mencari dukungan pemerintahan sipil, dan inilah yang meluruskan jalan kepada kepausan — binatang itu. Rasul Paulus berkata, “Sebab sebelum Hari itu, akan datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka.” (2 Tes. 2:3). Jadi kemurtadan di dalam gereja akan menyediakan jalan bagi pendirian patung binatang itu.

Alkitab menyatakan bahwa sebelum kedatangan Tuhan akan terjadi kemerosotan agama yang serupa dengan pada abad-abad pertama. “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterimakasih, tidak memperdulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.” (2 Tim. 3:1-5). “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan.” (1 Tim. 4:1). Setan akan bekerja “disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, dan akan disertai rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa.” Dan semua yang “tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka,” akan dibiarkan menerima “kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta.” (2 Tes. 2:9-11). Apabila keadaan fasik ini dicapai, maka akibat yang sama akan menyusul seperti yang terjadi pada abad-abad permulaan.

Keanekaragaman kepercayaan dalam gereja-gereja Protestan dianggap oleh banyak orang sebagai bukti kuat bahwa tidak dapat dilakukan usaha untuk mencapai penyeragaman yang dipaksakan. Tetapi di gereja-gereja Protestan selama bertahun-tahun telah ada perasaan yang kuat untuk bersatu atas dasar pokok-pokok ajaran yang umum. Untuk mencapai persatuan seperti itu perbincangan mengenai pokok-pokok yang belum disepakati oleh semua — betapapun pentingnya ditinjau dari sudut pandang Alkitab — harus dihindarkan.

Charles Beecher, dalam sebuah khotbahnya pada tahun 1846, menyatakan bahwa pelayanan “denominasi Protestan evangelikal” “bukan saja dibentuk di bawah suatu tekanan kuat semata-mata kekuatiran manusia, tetapi mereka hidup dan bergerak dan benafas dalam keadaan yang secara radikal bejat, dan menghimbau setiap saat kepada setiap unsur-unsur bermoral rendah dalam keadaan mereka untuk mendiamkan kebenaran, dan sujud kepada kekuasaan kemurtadan. Bukankah cara ini yang terjadi dengan Roma? Bukankah kita menghidupkan hidupnya itu kembali? Dan apakah yang kita lihat di depan? Konsili umum yang lain! Konvensi dunia! Persekutuan Evangelikal, doktrin universal!” — Sermon on “The Bible a Sufficient Creed,” delivered at Fort Wayne, Ind., Feb. 22, 1846. Bilamana semua ini dicapai, kemudian, dalam usaha mencapai keseragaman sempurna dan lengkap, hanya tinggal selangkah lagi kepada penggunaan paksaan.

Bilamana gereja-gereka utama di Amerika Serikat bersatu dalam pokok-pokok ajaran seperti itu, sebagaimana yang biasanya mereka lakukan, akan mempengaruhi negara untuk memaksakan ajaran mereka dan mempertahankan institusi mereka, kemudian Protestan Amerika akan membentuk patung hirarki Romawi, dan pengenaan hukuman sipil kepada pembangkang-pembangkang akan terjadi dengan pasti.

Binatang yang bertanduk dua itu “menyebabkan (memerintahkan) semua orang, kecil atau besar, kaya atau miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda pada tangan kanannya atau pada dahinya, dan tidak seorangpun yang dapat membeli atau menjual selain daripada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu, atau bilangan namanya.” (Wah. 13:16,17). Amaran malaikat yang ketiga itu ialah, “Jikalau seorang menyembah binatang dan patungnya itu, dan menerima tanda pada dahinya atau pada tangannya, maka ia akan minum air anggur murka Allah.” “Binatang” yang disebutkan dalam pekabaran ini, yang penyembahannya dipaksakan oleh binatang yang bertanduk dua, adalah binatang yang pertama atau binatang yang menyerupai macan tutul dalam Wahyu 13 — kepausan.

“Patung binatang” itu menggambarkan Protestantisme murtad yang akan berkembang bilamana gereja-gereja Protestan mencari dukungan kekuasaan sipil untuk memaksakan dogma-dogmanya. “Tanda binatang” itu masih akan diterangkan.

Setelah amaran terhadap penyembahan binatang dan patungnya nubuatan menyatakan, “Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus.” Sementara mereka yang menuruti perintah-perintah Allah ditempatkan pada posisi yang bertentangan dengan mereka yang menyembah binatang itu dan patungnya dan yang menerima tandanya, maka pemeliharaan hukum Allah pada satu pihak dan pelanggarannya di pihak yang lain, akan membuat perbedaan antara penyembah Allah dan penyembah binatang itu.

Ciri-ciri khas binatang itu, dan dengan demikian juga patungnya, adalah pelanggaran kepada perintah-perintah Allah. Daniel berkata mengenai tanduk kecil kepausan itu, “Ia berusaha untuk mengubah waktu dan hukum.” Dan. 7:25). Dan Rasul Paulus menggolongkan kekuasaan yang seperti itu kepada “manusia durhaka,” yang meninggikan dirinya melebihi Allah. Nubuatan yang satu melengkapi nubuatan yang lain. Hanya dengan mengubah hukum Allah kepausan dapat meninggikan dirinya melebihi Allah; barangsiapa dengan sadar memelihara hukum yang sudah diubah itu akan memberikan penghargaan tertinggi kepada kekuasaan yang mengadakan perubahan itu. Tindakan penurutan kepada hukum-hukum kepausan seperti itu adalah tanda kesetiaan dan kepatuhan kepada paus yang menggantikan kedudukan Allah.

penyembahan patung maria CopyKepausan telah berusaha untuk mengubah hukum Allah. Hukum yang kedua, larangan penyembahan berhala, telah dihapuskan dari hukum itu, dan hukum keempat telah diubah untuk menyetujui secara resmi pemeliharaan hari pertama gantinya hari ketujuh sebagai hari Sabat. Tetapi para pengikut paus menyatakan sebagai alasan menghilangkan hukum kedua, bahwa itu tidak perlu karena sudah dimasukkan dalam hukum yang pertama, dan bahwa dengan demikian memberikan hukum itu seperti yang sebenarnya Allah maksudkan untuk dipahami. Ini tidak bisa tidak adalah perubahan yang diramalkan oleh nabi. Perubahan yang disengaja dan yang diperhitungkan telah dilakukan, “Ia berusaha mengubah waktu dan hukum.” Perubahan pada hukum keempat tepat sekali menggenapi nubuatan itu, oleh karena ini sajalah otoritas dari gereja. Di sini kuasa kepausan dengan terang-terangan menempatkan dirinya di atas Allah.

Sementara penyembah-penyembah Allah terutama akan dibedakan oleh perhatian mereka kepada hukum keempat, — oleh karena ini adalah tanda kuasa penciptaan-Nya, dan kesaksian kepada tuntutan-Nya atas penghargaan dan penghormatan manusia — maka penyembah-penyembah binatang itu akan dibedakan oleh usaha-usaha mereka untuk menghancurkan peringatan Khalik, Pencipta, untuk meninggikan lembaga Roma. Adalah untuk kepentingan hari Minggu sehingga kepausan pertama kali menyatakan tuntutannya yang sombong (Lihat Lampiran); dan usaha yang pertama untuk mendapatkan kekuasaan negara memaksakan pemeliharaan hari Minggu sebagai “hari Tuhan.” Tetapi Alkitab menunjuk kepada hari ketujuh, dan bukan hari pertama, sebagai hari Tuhan. Kristus berkata, “Jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.” Hukum yang keempat menyatakan, “Tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu.” Dan melalui nabi Yesaya Tuhan menunjukkan sebagai “hari kudus-Ku.”

Tuntutan yang sering dikemukakan, bahwa Kristus mengubah hari Sabat itu, tidak sesuai dengan firman-Nya sendiri. Pada khotbah-Nya di atas bukit Ia berkata, “Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam kerajaan Surga.” (Mat. 5:17-19).

Adalah suatu kenyataan yang secara umum diterima oleh orang Protestan bahwa Alkitab tidak memberi wewenang mengenai perubahan hari Sabat. Hal itu dengan jelas dikatakan oleh penerbitan-penerbitan yang diterbitkan oleh American Tract Society dan American Sunday School Union. Salah satu penerbitan itu mengakui “Perjanjian Baru sama sekali bungkam sejauh mengenai sesuatu perintah yang jelas mengenai hari Sabat (Minggu, hari pertama dalam minggu) atau peraturan-peraturan yang jelas untuk pemeliharaannya.” — Elliot, George, “The Abiding Sabbath,” p. 184.

Yang lain berkata, “Sampai kepada kematian Kristus tidak ada perubahan dilakukan atas hari itu, sejauh catatan menunjukkan, mereka (rasul-rasul) tidak . . . mengeluarkan perintah yang jelas untuk meninggalkan Sabat hari ketujuh, dan pemeliharaan hari pertama dalam minggu.” — Waffle, A. E., “The Lord’s Day,” pp. 186-188.

Katolik Roma mengakui bahwa perubahan hari Sabat dilakukan oleh gereja mereka, dan menyatakan bahwa orang-orang Protestan, oleh memeliharakan hari Minggu, mengakui kekuasaan gereja Katolik Roma. Dalam buku “The Catholic Cathechism of Christian Religion,” dalam jawaban kepada pertanyaan mengenai hari yang harus dipelihara menurut hukum keempat, terdapat pernyataan ini, “Selama hukum yang lama berlaku, hari Sabtu adalah hari yang dikuduskan, tetapi gereja diperintahkan oleh Yesus Kristus dan dituntun oleh Roh Allah, telah menggantikan hari Sabtu kepada hari Minggu. Jadi sekarang kita kuduskan hari pertama, bukan hari ketujuh. Dan sekarang, Minggu artinya hari Tuhan.”

Sebagai tanda kekuasaan Gereja Katolik, seorang penulis pengikut paus mengutip, “Tindakan mengubah hari Sabat kepada hari Minggu yang disetujui dan diizinkan oleh orang Protestan; . . . sebab dengan memelihara hari Minggu, mereka mengakui kuasa gereja untuk menetapkan hari-hari raya, dan memerintahkan mereka di bawah dosa.” — Tuberville, H., “An Abridgment of Christian Doctrine,” p. 58. Lalu apakah perubahan hari Sabat, kalau bukan tanda, atau cap kekuasaan Gereja Roma — “tanda binatang” ?

Gereja Roma belum meninggalkan usahanya unutk memperoleh supremasi. Dan bilamana dunia ini dan gereja-gereja Protestan menerima hari Sabat buatannya itu, sementara mereka menolak hari Sabat Alkitab, sebenarnya mereka menerima usaha itu. Mereka boleh menuntut wewenang tradisi dan para Bapa leluhur atas perubahan itu, tetapi dengan berbuat demikian mereka meremehkan atau mengabaikan prinsip utama yang memisahkan mereka dari Roma, — bahwa “Alkitab, dan hanya Alkitab saja, agama orang-orang Protestan.” Para pengikut paus dapat melihat bahwa mereka sedang menipu dunia ini dan orang-orang Proytestan yang dengan rela menutup mata kepada fakta-fakta dalam hal ini. Pada waktu gerakan memaksakan hari Minggu memperoleh kemajuan, ia bersukacita, merasa pasti bahwa hal itu akan membawa seluruh dunia Protestan di bawah panji-panji Roma.

Para pengikut Roma menyatakan bahwa, “pemeliharaan hari Minggu oleh orang-orang Protestan adalah suatu penghormatan yang mereka berikan kepada kekuasaan Gereja Katolik.” — Mgr. Segur “Plain Talk About Protestantism of Today ” p. 213. Pemaksaan pemeliharaan hari Minggu pada pihak gereja Protestan adalah pemaksaan penyembahan kepausan — binatang itu. Mereka yang mengerti tuntutan hukum yang keempat itu, yang memilih memelihara yang salah gantinya hari Sabat yang benar, dengan demikian memberi penghormatan kepada kuasa yang memerintahkannya. Tetapi tindakan memaksakan kewajiban agama oleh kuasa sekular, dengan demikian gereja-gereja membuat patung binatang itu. Sejak diberlakukannya pemeliharaan hari Minggu di Amerika Serikat akan menjadi pemberlakuan penyembahan kepada binatang itu dan patungnya.

Tetapi orang-orang Kristen pada generasi-generasi terdahulu memelihara hari Minggu menyangka dengan berbuat demikian mereka sedang memelihara hari Sabat Alkitab. Dengan demikian sekarang orang-orang Kristen yang benar di tiap-tiap gereja, tidak terkecuali persekutuan Roma Katolik, yang dengan jujur percaya bahwa hari Minggu adalah hari Sabat yang ditetapkan oleh ilahi. Allah menerima kesungguh-sungguhan tujuan mereka dan integritas mereka di hadirat-Nya. Tetapi bilamana pemeliharaan hari Minggu dikuatkuasakan oleh undang-undang, dan dunia akan diterangi mengenai kewajiban terhadap hari Sabat yang benar, maka siapa saja yang melanggar perintah Allah, dan menuruti pedoman yang tidak lebih tinggi dari Roma, akan menghormati kepausan di atas Allah. Ia memberikan penghormatan kepada Roma, dan kepada kuasa yang memaksakan lembaga yang ditetapkan oleh Roma. Ia menyembah binatang itu dan patungnya. Sementara manusia menolak lembaga yang dinyatakan Allah sebagai tanda kekuasaan-Nya dan menghormati gantinya yang telah dipilih oleh Roma sebagai tanda supremasinya, maka dengan demikian mereka menerima tanda kesetiaan kepada Roma — “tanda binatang itu.” Hanya apabila masalah ini dengan jelas dinyatakan kepada manusia, dan mereka dihadapkan kepada pilihan antara perintah-perintah Allah atau perintah-perintah manusia, barulah mereka menerima “tanda binatang itu,” yaitu mereka yang terus menerus melanggar perintah-perintah Allah.

Ancaman yang paling menakutkan dan mengerikan yang ditujukan kepada manusia fana ini ialah yang terdapat dalam pekabaran malaikat yang ketiga. Hal itu adalah dosa yang paling mengerikan, yang mendatangkan murka Allah yang tidak bercampur dengan belas kasihan. Manusia tidak akan ditinggalkan dalam kegelapan mengenai perkara-perkara penting. Amaran mengenai dosa ini akan diberikan kepada dunia ini sebelum datangnya penghakiman Allah, agar semua mengetahui mengapa harus dikenai hukuman dan memberikan kesempatan untuk melepaskan diri. Nubuatan menyatakan bahwa malaikat yang pertama akan mengumumkan kepada “semua bangsa, dan suku, dan bahasa, dan kaum.” Amaran malaikat yang ketigan, yang merupakan bagian dari pekabaran rangkap tiga, juga tidak kurang meluasnya. Hal itu dinyatakan dalam nubuatan sebagai diumumkan “dengan suara nyaring,” oleh seorang malaikat yang terbang di tengah-tengah langit, dan hal itu akan menarik perhatian dunia.

Mengenai pertentangan, seluruh dunia Kristen akan dibagi dalam dua golongan, — mereka yang memelihara perintah-perintah Allah dan iman kepada Yesus, dan mereka yang menyembah binatang itu dan patungnya dan menerima tandanya. Walaupun gereja dan negara akan mempersatukan kuasa mereka untuk memaksa “semua orang, kecil atau besar, kaya atau miskin, merdeka atau hamba,” untuk menerima “tanda binatang itu” (Wah. 13:16), namun umat Allah tidak akan menerimanya. Nabi di Patmos melihat “orang-orang yang telah mengalahkan binatang itu dan patungnya dan bilangan namanya,” berdiri di atas laut kaca. “Pada mereka ada kecapi Allah” dan menyanyikan nyanyian Musa dan nayanyian Anak Domba. (Wah. 15:2,3).

-KA

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?