Friday, April 19, 2024
Google search engine
HomePendalamanNubuatanLUTHER DI HADAPAN MAHKAMAH (3)

LUTHER DI HADAPAN MAHKAMAH (3)

 

(dalam pelajaran lalu kita telah melihat perjalanan Luther menuju pengadilan yang harus di hadapinya di Worms, dan juga kejadian mula-mula dalam pengadilan itu. Meski harus menghadapi tekanan sedemikian hebatnya, ia bersukacita oleh karena diizinkan untuk meninggikan firman Allah di hadapan penguasa‑penguasa bangsa itu. Bagaimana kelanjutan kisah Pembaharu Jerman ini?)

[AkhirZaman.org] Dengan pikirannya tetap tertuju kepada Allah, Luther mempersiapkan diri menghadapi perjuangan yang menghadangnya. Ia memikirkan rencana jawaban yang akan diberikannya. Ia memeriksa tulisan‑tulisannya, dan mengambil bukti‑bukti dari Alkitab untuk mempertahankan posisinya. Kemudian, ia meletakkan tangan kirinya di atas Alkitab yang terbuka di depannya, ia mengangkat tangan kanannya ke atas, dan berjanji “tetap setia kepada Injil, dan mengakui imannya dengan bebas, walaupun harus memeteraikan kesaksiannya dengan darahnya sendiri.” ‑‑ D’Aubigne, b. 7, ch. 8.

Ketika sekali lagi ia dituntun ke hadapan Mahkamah, tidak tampak rasa takut atau malu di wajahnya. Dengan tenang, penuh kedamaian, namun dengan berani dan penuh wibawa, ia berdiri sebagai saksi Allah di antara orang‑orang besar dunia. Sekarang pejabat kekaisaran menuntut keputusan Luther, apakah ia ingin menarik kembali ajaran‑ajarannya. Luther memberikan jawaban dengan nada yang lembut dan merendah tanpa kekerasan atau emosi. Sikapnya malu‑malu dan penuh hormat, namun ia menunjukkan rasa percaya diri dan sukacita, yang membuat hadirin kagum.

“Kaisar yang agung, para pangeran yang muia, dan tuan‑tuan yang budiman,” kata Luther, “pada hari ini saya berdiri dihadapan hadirin sesuai dengan perintah yang diberikan kepadaku kemarin. Dan oleh rahmat Allah saya memohon yang agung dan yang mulia untuk mendengarkan pembelaanku terhadap satu hal yang saya yakin tepat dan benar. Jikalau oleh karena kelalaian saya harus melanggar kebiasaan dan tata tertib pengadilan, saya mohon diampuni, karena saya tidak dibesarkan di istana raja‑raja, tetapi di biara terpencil.” ‑‑ Idem, b. 7, ch. 8.

Kemudian melanjutkan kepada pertanyaan, ia mengatakan bahwa karya‑karyanya yang sudah diterbitkan itu tidak sama sifatnya. Dalam sebagian ia membahas mengenai iman dan perbuatan‑perbuatan baik, dan musuh‑musuhnya sendiri menyatakan bahwa karya‑karya itu bukan saja tak berbahaya, tetapi bahkan sangat berguna. Menarik kembali karya‑karya ini berarti mempersalahkan kebenaran yang diakui semua pihak. Kelompok yang kedua dari tulisan‑tulisan yang mengungkapkan kebejatan moral dan penyelewengan kepausan. Menarik kembali karya‑karya ini akan memperkuat kekejaman Roma, dan membuka pintu lebih lebar lagi terhadap kejahatan yang lebih banyak dan lebih besar. Dalam kelompok ketiga buku‑bukunya, ia menyerang idividu‑individu yang telah mempertahankan kejahatan‑kejahatan yang sedang merajalela. Mengenai ini ia mengakui bahwa ia telah bertindak lebih keras. Ia tidak menyatakan dirinya bebas dari kesalahan. Dan buku‑buku inipun ia tidak mau menariknya kembali karena dengan berbuat demikian akan memberi semangat kepada musuh‑musuh kebenaran, dan mereka akan mengambil kesempatan untuk menghancurkan umat Allah dengan kekejaman yang lebih besar.

“Namun, saya adalah manusia biasa, bukan Allah,” ia meneruskan, “Oleh sebab itu saya akan mempertahankan diri seperti yang dilakukan Kristus: ‘Jikalau saya berkata jahat, saksikanlah kejahatan itu’ . . . . Oleh rahmat Allah, saya memohon kepadamu kaisar yang agung, dan kepadamu para pangeran yang mulia, dan kepada semua orang dari berbagai tingkatan untuk membuktikan dari tulisan‑tulisan para nabi dan para rasul bahwa saya telah bersalah. Dan segera setelah saya diyakinkan mengenai hal ini saya akan menarik kembali semua yang salah itu. Dan sayalah orang yang pertama mengambil buku‑buku itu dan melemparkannya ke dalam api untuk dibakar.

“Apa yang baru saja saya katakan menunjukkan dengan jelas, saya harap, bahwa saya telah mempertimbangkannya dengan masak‑masak dan memperhitungkan bahaya yang mengancam saya. Tetapi saya jauh dari rasa takut, saya bersukacita bahwa Injil itu sekarang, seperti pada zaman dahulu, penyebab kesusahan dan perselisihan. Inilah sifat dan tujuan firman Allah. ‘Aku datang bukan membawa damai ke atas bumi, tetapi Aku datang membawa pedang,’ kata Yesus Kristus. Nasihat‑nasihat Allah adalah ajaib dan mengerikan. Berhati‑hatilah, jangan menginjak‑injak firman Allah yang kudus dengan dalih memadamkan perselisihan, dan dengan demikian mendatangkan bahaya besar dan mengerikan bagi dirimu, malapetaka sekarang dan kehancuran kekal . . . . Saya dapat mengutip banyak contoh dari firman Allah. Saya dapat berbicara tentang Firaun‑firaun, raja‑raja Babilon, dan tentang raja‑raja Israel, yang usaha‑usahanya hanya mendatangkan kebinasaannya sendiri karena mereka tidak meminta nasihat. Kelihatannya mereka paling bijaksana untuk memperkuat kekuasaannya. ‘Allah memindahkan gunung‑gunung, dan mereka tidak mengetahui hal itu.’ ” ‑‑ Idem, b. 7, ch. 8.

Luther berbicara dalam bahasa Jerman. Sekarang ia diminta untuk mengulangi kata‑katanya itu dalam bahasa Latin. Meskipun ia sudah letih dengan pidatonya yang sebelumnya, ia menuruti dan menyampaikan pidatonya sekali lagi sejelas dan sebersemangat yang pertama. Pemeliharaan Allah menuntunnya ke dalam masalah itu. Pikiran para pangeran telah dibutakan oleh kesalahan dan ketakhyulan sehingga pada penyajian pertama mereka tidak melihat kekuatan dan pemikiran Luther. Tetapi dengan pengulangan ini membuat mereka dapat melihat dengan jelas semua hal yang disampaikan.

Mereka yang dengan degilnya menutup mata kepada terang, dan bertekad untuk tidak diyakinkan oleh kebenaran, telah dibuat marah oleh kuasa kata‑kata Luther. Setelah ia selesai berbicara, jurubicara Mahkamah berkata dengan marah, “Engkau tidak menjawab pertanyaan yang diajukan kepadamu . . . . Engkau diharuskan memberi jawaban yang jelas dan tepat. . . . Mau atau tidak mau menarik kembali ajaran‑ajaranmu?”

Pembaharu itu menjawab, “Oleh karena yang agung dan yang mulia meminta dari saya jawaban yang jelas, sederhana dan tepat, maka saya akan menjawab begini: Saya tidak dapat menyerahkan imanku baik kepada paus atau kepada konsili ini, sebab sudah jelas seperti terangnya siang bahwa mereka sering bersalah dan bertentangan satu sama lain. Kecuali saya diyakinkan oleh kesaksian Alkitab atau oleh pemikiran yang paling terang, kecuali saya terbujuk oleh kalimat‑kalimat yang saya kutip, dan kecuali mereka yang membuat hati nuraniku terikat oleh firman Allah, saya tidak dapat dan tidak akan menarik kembali ajaran‑ajaran saya, karena tidak baik bagi seorang Kristen berbicara melawan hati nuraninya. Disini saya berdiri, saya tidak dapat berbuat yang lain. Kiranya Tuhan Allah menolongku. Amen.”

Begitulah orang benar ini berdiri di atas alasan yang teguh, firman Allah. Terang surga menyinari wajahnya. Kebesarannya dan kesuciannya, kedamaian dan sukacita hatinya, telah dinyatakan kepada semua orang sementara ia bersaksi melawan kuasa kesalahan, dan menyaksikan keunggulan iman yang mengalahkan dunia.

Untuk sementara seluruh hadirin terdiam dalam kekaguman. Dalam jawaban Luther yang pertama, ia berbicara dengan nada rendah dan dengan rasa hormat, seolah‑olah menyerah. Para pengikut Romanisme menganggap ini suatu tanda bahwa keberanian Luther mulai pudar. Mereka menganggap permohonan penundaan semata‑mata hanya pendahuluan kepada penarikannya kembali ajaran‑ajarannya. Kaisar Charles sendiri setelah memperhatikan, setengah memandang rendah tubuh biarawan yang sudah merosot, pakaiannya yang sederhana, dan kesederhanaan pidatonya, telah menyatakan, “Biarawan ini tidak akan pernah membuat saya menjadi bida’ah.” Keberanian dan keteguhan yang ditunjukkannya sekarang, serta kuasa dan terangnya pemikirannya, membuat semua pihak terkagum‑kagum. Kaisar, oleh karena kekagumannya, berseru, “Biarawan ini berbicara dengan hati yang berani dan dengan semangat yang tidak tergoyahkan.” Banyak pangeran Jerman memandang wakil bangsa mereka ini dengan bangga dan gembira.

Para pengikut Roma telah dikalahkan. Kepentingan mereka tampaknya sangat suram. Mereka berusaha untuk mempertahankan kekuasaan mereka, bukan dengan merujuk kepada Alkitab, tetapi dengan menggunakan ancaman‑ancaman, argumentasi Roma yang tidak pernah gagal. Juru bicara Mahkamah (Diet) berkata, “Jikalau engkau tidak menarik kembali ajaran‑ajaranmu, maka kaisar dan pemerintah negara bagian di seluruh kekaisaran akan merundingkan tindakan apa yang akan dijalankan terhadap seorang bida’ah yang tidak bisa lagi diperbaiki ini.” Sahabat‑sahabat Luther, yang dengan kesukaan besar mendengarkan pembelaannya, gemetar mendengar kata‑kata ini. Tetapi Dr. Luther sendiri berkata dengan tenang, “Kiranya Allah penolongku, karena tidak ada yang saya dapat tarik kembali.”

Ia disuruh meninggalkan Mahkamah, sementara para pangeran berkonsultasi bersama. Terasa bahwa kemelut besar akan datang. Penolakan terus‑menerus Luther untuk menyerah dapat berpengaruh kepada sejarah gereja selama berabad‑abad. Diputuskan untuk memberikan kesempatan sekali lagi kepadanya untuk menarik kembali ajaran‑ajarannya. Untuk yang terakhir sekali ia dihadapkan ke persidangan. Sekali lagi pertanyaan diajukan, apakah ia mau menarik kembali ajaran‑ajarannya. “Saya tidak mempunyai jawaban yang lain,” katanya, “selain dari pada yang sudah saya katakan.” Terbukti bahwa ia tidak bisa dipengaruhi, baik dengan janji‑janji maupun dengan ancaman untuk menyerah kepada kekuasaan Roma.

Para pemimpin kepausan merasa kecewa kuasa mereka, yang telah membuat raja‑raja dan para bangsawan gemetar, dipandang rendah oleh seorang biarawan yang sederhana. Mereka ingin membuat dia merasakan kemarahan mereka dengan cara menyiksanya. Akan tetapi Luther, yang menyadari bahaya, telah berbicara kepada semua orang dengan keagungan dan ketenangan seorang Kristen. Kata‑katanya tidak mengandung kesombongan, emosi dan kesalah‑pahaman. Ia tidak lagi memperdulikan dirinya sendiri, dan pembesar‑pembesar di sekelilingnya, dan hanya merasa bahwa ia berada di hadirat Seorang yang mutlak, yang lebih tinggi dari paus, para pejabat tinggi gereja, raja‑raja dan para kaisar. Kristus telah berbicara melalui kesaksian Luther dengan kuasa dan keagungan, sehingga pada waktu itu mengilhami dengan kekaguman dan keheranan baik kawan maupun lawan. Roh Allah telah hadir di dalam konsili, untuk mempengaruhi hati para pemimpin kekaisaran. Beberapa orang dari para pangeran dengan tegas mengakui kebenaran perjuangan Luther. Banyak yang diyakinkan mengenai kebenaran, tetapi bagi sebagian orang kesan itu tidak bertahan lama. Ada kelompok lain, yang pada waktu itu tidak menunjukkan keyakinan mereka; tetapi setelah menyelidiki sendiri Alkitab menjadi pendukung Pembaharuan yang tak mengenal takut di kemudian hari.

Penguasa Saxony Frederick telah lama mengharapkan kehadiran Luther dihadapan Mahkamah. Dan dengan emosi yang mendalam ia mendengarkan pidato Luther. Dengan gembira dan bangga ia menyaksikan keberanian, keteguhan hati, ketenangan dan rasa percaya diri Dr. Luther, dan tekadnya untuk berdiri lebih teguh lagi dalam mempertahankan diri. Ia membandingkan kedua pihak yang bertikai, dan melihat bahwa kebijaksanaan paus, raja‑raja dan pejabat‑pejabat tinggi gereja tidak ada artinya dibandingkan dengan kuasa kebenaran. Kekuasaan kepausan telah menderita suatu kekalahan, yang akan dirasakan di antara semua bangsa dan pada segala zaman.

martin-luther-before-holy-roman-emperor-charles-v-at-worm CopyKetika pejabat tinggi gereja menyadari akibat yang ditimbulkan oleh pidato Luther, ia menjadi takut seperti belum pernah sebelumnya, mengenai keamanan kekuasaan Romawi, dan memutuskan akan mengambil segala tindakan yang di bawah kekuasaannya untuk melenyapkan Pembaharu itu. Dengan kemahirannya berbicara dan ketrampilan diplomatiknya yang menonjol, ia mengemukakan kepada kaisar yang masih muda itu betapa bodohnya dan berbahayanya mengorbankan persahabatan dan dukungan kekuasaan Roma, hanya demi seorang biarawan yang tidak berarti.

Kata‑katanya bukan tanpa akibat. Sehari sesudah Luther memberikan jawabannya, Charles mengirim pesan untuk disampaikan kepada Mahkamah, yang mengumumkan keputusannya untuk menjalankan kebijakan pendahulunya untuk mempertahankan dan melindungi agama Katolik. Oleh karena Luther telah menolak menarik kembali ajaran‑ajarannya, dan mengakui kesalahannya, maka tindakan yang paling keras akan dilakukan terhadap Luther dan terhadap ajarannya yang menyimpang. “Seorang biarawan yang sesat oleh kebodohannya, telah bangkit melawan iman dunia Kristen. Untuk mempertahankan kesesatan seperti itu, berarti saya akan mengorbankan kerajaanku, hartaku, sahabat‑sahabatku, darahku, jiwaku dan hidupku. Saya mau menyingkirkan Luther yang mulia, dan melarangnya melakukan kekacauan yang sekecil apapun di antara rakyat. Kemudian saya akan melawan dia dan pengikut‑pengikutnya sebagai orang‑orang bida’ah yang degil, oleh mengucilkan, mengasingkan dan apa saja yang diperkirakan dapat menghancurkan mereka. Saya menghimbau para anggota penguasa kerajaan untuk berlaku sebagai orang‑orang Kristen yang setia.” ‑‑ Idem, b. 7, ch. 9. Namun demikian, kaisar mengatakan bahwa surat jaminan keselamatan Luther harus dihormati, dan sebelum tindakan terhadapnya dilaksanakan, ia harus diizinkan kembali kerumahnya dengan selamat.

Timbul dua pemikiran yang bertentangan di antara anggota‑anggota Mahkamah. Para utusan dan wakil‑wakil paus menuntut surat jaminan keselamatan itu diabaikan saja. Mereka katakan, “Sungai Rhine harus menerima abunya, sebagaimana telah menerima abu jenazah John Huss seabad yang lalu.” ‑‑ Idem, b. 7, ch. 9. Tetapi para pangeran Jerman, walaupun mereka adalah pengikut kepausan dan mengaku memusuhi Luther, memprotes terhadap pelanggaran iman umum, sebagai suatu noda pada kehormatan bangsa. Mereka menunjuk kepada malapetaka yang timbul sesudah kematian Huss, dan menyatakan bahwa mereka tidak berani mempersalahkan Jerman dan kaisar mereka yang masih muda, jika kejahatan yang ngeri seperti itu terulang kembali.

Charles sendiri, dalam menanggapi protes itu, berkata, “Walaupun kehormatan dan iman harus dilenyapkan dari seluruh muka bumi ini, mereka seharusnya mendapatkan perlindungan di dalam hati para pangeran.” ‑‑ Idem, b. 7, ch. 9. Charles lebih jauh dibujuk oleh musuh Luther yang keras agar memperlakukan Pembaharu itu seperti yang dilakukan Sigismund kepada Huss, ‑‑ menyerahkannya kepada kemurahan hati gereja. Tetapi setelah mengenang peristiwa pada waktu Huss, di hadapan pengadilan, menunjuk kepada rantainya dan mengingatkan raja akan janji imannya, Charles V. menyatakan, “Saya tidak suka dipermalukan seperti Sigismund” ‑‑ Lihat Lenfant, “History of the Council of Constance, ” Vol. I, p. 422.

Namun demikian, Charles dengan sengaja menolak kebenaran yang disampaikan oleh Luther. “Saya dengan teguh berketetapan untuk mengikuti teladan leluhur saya,” tulis raja. Ia telah memutuskan bahwa ia tidak akan menyimpang dari kebiasaan walaupun dalam jalan kebenaran.Ia akan meninggikan kepausan dengan segala kejahatannya oleh karena ayahnya berbuat demikian. Dengan demikian ia mengambil pendirian, menolak menerima setiap terang yang melebihi apa yang para leluhurnya sudah terima atau melaksanakan sesuatu tugas yang mereka tidak laksanakan.

Sekarang ini ada banyak banyak orang yang bergantung kepada adat kebiasaan dan tradisi para leluhurnya. Bilamana Allah mengirimkan kepada mereka terang tambahan, mereka menolaknya, karena tidak diberikan sebelumnya kepada leluhurnya, sehingga mereka tidak mau menerimanya. Kita tidak ditempatkan di tempat leluhur kita. Sebagai akibatnya tugas‑tugas dan tanggungjawab kita tidak sama dengan mereka. Kita tidak akan berkenan kepada Allah kalau kita mencari teladan leluhur untuk menentukan tugas, gantinya kita menyelidiki sendiri Firman kebenaran itu. Tanggungjawab kita lebih besar dari nenek moyang kita. Kita bertanggungjawab atas terang yang mereka terima, dan yang diturunkan kepada kita sebagai warisan bagi kita. Dan kita juga bertanggungjawab atas terang tambahan yang sekarang bersinar atas kita dari firman Allah.

Kristus berkata kepada orang Yahudi yang tidak percaya, “Sekiranya aku tidak datang dan tidak berkata‑kata kepada mereka, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang mereka tidak mempunyai dalih bagi dosa mereka”( Johanes 15:22). Kuasa ilahi yang sama telah berbicara melalui Luther kepada kaisar dan para pangeran Jerman. Dan sementara terang bersinar dari firman Allah, Roh‑Nya membujuk para hadirin untuk yang terakhir kalinya. Seperti Pilatus berabad‑abad yang lalu, membiarkan kesombongan dan popularitas menutup hatinya terhadap Penebus dunia; seperti Felix yang berkata kepada utusan kebenaran, “Cukuplah dahulu dan pergilah sekarang; apabila ada kesempatan baik, aku akan menyuruh memanggil engkau;” dan seperti Agrippa yang sombong mengakui, “Hampir‑hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen,”( Kisah 24:25; 26:28), namun berpaling dari pekabaran Surgawi itu, ‑‑ demikianlah Charles V., yang menyerah kepada ketentuan kesombongan dan kebijakan duniawi, sehingga memutuskan menolak terang kebenaran.

Desas desus mengenai tindakan terhadap Luther telah tersebar luas, menyebabkan kegemparan besar di seluruh kota itu. Pembaharu itu telah mempunyai banyak sahabat, yang bertekad untuk tidak mengorbankannya, karena mereka mengetahui kekejaman yang akan dilakukan oleh Roma kepada semua orang yang berani mengungkapkan kekejamannya. Ratusan kaum bangsawan bersumpah untuk melindunginya. Tidak sedikit yang secara terbuka mencela pengumuman kerajaan sebagai tanda kelemahan, menyerah kepada kekuasaan Roma. Di gerbang‑gerbang rumah dan di tempat‑tempat umum, ditempelkan kertas pengumuman. Sebagian mengutuk dan sebagian lagi membela Luther. Salah satu kertas pengumuman itu telah dituliskan dengan kata‑kata orang bijak, “Wai engkau tanah, kalau rajamu seorang kanak‑kanak” (Pengkhotbah 10:16). Semangat dukungan populer kepada Luther di seluruh Jerman meyakinkan baik kaisar maupun Mahkamah, bahwa setiap tindakan yang tidak adil kepada Luther akan membahayakan perdamaian di seluruh kekaisaran, dan bahkan stabilitas takhta.

Frederick dari Saxony tetap tenang namun mengamati keadaan, menyembunyikan dengan hati‑hati perasaannya terhadap Pembaharu. Sementara pada waktu yang sama ia menjaga dirinya tanpa mengenal lelah, memperhatikan gerak geriknya dan gerak gerik musuh‑musuhnya. Tetapi banyak juga yang tidak berusaha menyembunyikan rasa simpatinya kepada Luther. Ia dikunjungi oleh para pangeran, kaum bangsawan, orang‑orang terkemuka, baik awam maupun para ulama. “Kamar doktor yang sempit,” tulis Spalatin, “tidak dapat menampung semua pengunjung yang datang.” ‑‑ Martyn, Vol. I, p. 404. Orang‑orang memandang kepadanya seolah‑olah ia lebih dari sekedar manusia. Bahkan orang‑orang yang tidak percaya kepada ajaran‑ajarannyapun mengagumi integritasnya yang tinggi, yang membuatnya berani mati daripada melanggar hati nuraninya.

Usaha yang sungguh‑sungguh dilakukan untuk memperoleh persetujuan Luther untuk berkopromi dengan Roma. Kaum bangsawan dan para pangeran menyampaikan kepadanya bahwa jika ia tetap pada pendiriannya menentang gereja dan konsili, ia akan dilenyapkan dari kekaisaran, dan dia tidak akan mempunyai perlindungan lagi. Luther memberi jawaban kepada usaha ini, “Injil Kristus tidak dapat dikhotbahkan tanpa perlawanan . . . . Kalau begitu mengapa rasa takut atau cemas akan bahaya memisahkan aku dari Tuhanku dan dari firman‑Nya, yang adalah kebenaran satu‑satunya? Tidak. Lebih baik saya serahkan tubuhku, darahku dan hidupku.” ‑‑ D’Aubigne, b. 7, ch. 10.

Sekali lagi ia didesak agar menyerah kepada pengadilan kaisar, dan kemudian tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. “Aku setuju,” jawabnya, “dengan segenap hatiku, agar kaisar, para pangeran dan bahkan orang Kristen yang paling hina, harus memeriksa dan menimbang karya‑karyaku, tetapi dengan satu syarat, bahwa mereka membuat firman Allah sebagai ukuran. Manusia tidak bisa berbuat lain selain menurutinya. Janganlah bertindak kejam terhadap hati nuraniku yang terikat dan terantai kepada Alkitab.” ‑‑ Idem, b.7, ch. 10.

Kepada himbauan lain ia berkata, “Aku setuju melepaskan surat jaminan keselamatanku. Saya menempatkan diriku dan hidupku di tangan kaisar, tetapi firman Allah . . . sekali lagi tidak!” ‑‑ Idem, b. 7, ch. 10. Ia mengatakan kesediaannya menyerah kepada keputusan konsili umum, tetapi hanya dengan syarat bahwa konsili diminta memutuskan sesuai dengan Alkitab. Selanjutnya ia menambahkan, “Dalam urusan apa firman Allah dan iman setiap orang Kristen disamakan dengan paus dalam menghakimi meskipun didukung oleh sejuta konsili.” ‑‑ Martyn, Vo. I, p. 410. Akhirnya baik kawan maupun lawan yakin bahwa usaha‑usaha selanjutnya untuk perdamaian tidak akan ada gunanya.

Kalau saja Pembaharu itu menyerah dalam satu hal saja, Setan bersama pengikut‑pengikutnya akan memperoleh kemenangan. Tetapi keteguhannya yang tak tergoyahkan itu, menjadi sarana pembebasan gereja untuk memulai era baru yang labih baik. Pengaruh orang yang satu ini, yang berani berpikir dan bertindak bagi dirinya dalam masalah‑masalah agama, telah mempengaruhi gereja dan dunia, bukan saja pada zamannya, tetapi juga pada semua generasi yang akan datang. Keteguhannya dan kesetiaannya akan menguatkan semua orang yang akan melalui pengalaman yang serupa pada akhir zaman. Kuasa dan kebesaran Allah mengatasi pemikiran manusia dan mengatasi kekuasaan besar Setan.

Luther segera diperintahkan oleh kaisar untuk kembali ke kampung halamannya. Dan dia tahu bahwa perintah ini akan segera disusul oleh penghukumannya. Awan gelap yang menakutkan membayangi jalannya. Tetapi sementara ia meninggalkan kota Worms, hatinya dipenuhi sukacita dan pujian. “Iblis sendiri,” katanya, “mengawal benteng paus; tetapi Kristus telah menerobosnya, dan Setan terpaksa mengakui bahwa Tuhan lebih berkuasa daripadanya.” ‑‑ D’Aibigne, b. 7, ch. 11.

Setelah keberangkatannya, ia masih ingin agar ketetapan pendiriannya jangan dianggap salah sebagai suatu pemberontakan. Ia menulis kepada kaisar. “Allah yang menyelidiki segala hati, adalah saksiku,” katanya, “bahwa saya siap sedia dengan sungguh‑sungguh mematuhi yang mulia, dalam kehormatan atau tidak, dalam kehidupan atau kematian, dan tanpa kecuali dalam firman Allah, oleh mana manusia hidup. Dalam semua liku‑liku permasalahan hidup masa kini, kesetiaanku tidak tergoyahkan, oleh karena di sini kalah atau menang tidak mempengaruhi keselamatan. Akan tetapi kalau dikaitkan dengan kekekalan, Allah tidak mau bahwa manusia menyerah kepada manusia. Oleh karena penyerahan seperti itu dalam masalah kerohanian adalah perbaktian yang sebenarnya, maka kita berbakti hanya kepada Allah saja.” ‑‑ Idem, b. 7, ch. 11.

Dalam perjanannya pulang dari Worms, sambutan terhadap Luther lebih semarak dibandingkan dengan pada waktu ia pergi. Para ulama yang ramah dan baik hati menyambut biarawan yang dikucilkan itu, dan pejabat‑pejabat pemerintah menghormati orang yang telah dikutuk oleh kaisar. Ia diminta untuk berkhotbah, dan walaupun ada larangan kekaisaran, ia sekali lagi naik ke mimbar. “Aku tidak pernah berjanji kepada diriku untuk merantai firman Allah, dan tidak akan saya lakukan,” katanya. ‑‑ Martyn, Vol. I, p. 420.

Tidak berapa lama setelah ia meninggalkan Worms, para pengikut kepausan mendesak kaisar untuk mengeluarkan satu dekrit melawan Luther. Dalam dekrit itu Luther dicela sebagai “Setan sendiri dalam bentuk manusia dan berpakaian jubah biarawan.” ‑‑ D’Aubigne, b. 7, ch. 11. Diperintahkan agar segera setelah surat jaminan keselamatan habis masa berlakunya, diambil langkah‑langkah untuk menghentikan kegiatannya. Semua orang dilarang untuk menyembunyikannya, memberinya makanan atau minuman, atau membantunya atau bersekongkol dengannya dengan kata‑kata atau tindakan, di muka umum atau secara pribadi. Ia harus ditangkap di mana saja memungkinkan, dan menyerahkannya kepada penguasa. Pengikut‑pengikutnya juga akan dipenjarakan, dan harta mereka disita. Tulisan‑tulisannya akan dimusnahkan, dan akhirnya, semua yang berani bertindak bertentangan dengan dekrit ini akan menerima hukuman yang sama. Penguasa Saxony, dan para pangeran yang bersahabat dengan Luther, telah meninggalkan kota Worms segera setelah Luther meninggalan Worms, dan dekrit kaisar itu mendapat sanksi dari Mahkamah. Sekarang para pengikut Romawi kegirangan karena merasa menang. Mereka menganggap nasib Pembaharuan telah ditutup termeterai.

Allah telah menyediakan jalan kelepasan bagi hamba‑Nya pada saat genting seperti ni. Mata yang terus waspada, yang tidak pernah tertidur, mengawasi gerak gerik Luther. Dan hati yang benar dan agung telah memutuskan untuk menyelamatkannya. Sudah jelas bahwa Roma tidak akan puas kalau Luther belum mati. Hanya dengan menyembunyikannya nyawanya dapat diselamatkan dari mulut singa. Allah memberikan kebijaksanaan kepada Frederick dari Saxony untuk membuat suatu rencana penyelamatan Pembaharu itu. Dengan kerjasama sahabat‑sahabat sejati, rencana penguasa Saxony ini dapat dijalankan, dan Luther dapat disembunyikan dengan baik dari sahabat‑sahabat dan musuh‑musuhnya. Dalam perjalanan pulang ia ditangkap dan dipisahkan dari pengikut‑pengikutnya, dan dengan segera dibawa melalui hutan ke kastel Wartburg, suatu benteng terpencil di pengunungan. Baik penangkapannya maupun penyembunyiannya dilakukan secara misterius sehingga Frederick sendiripun, untuk beberapa waktu lamanya, tidak tahu kalau‑kalau rencana itu sudah dijalankan. Ketidaktahuan ini bukanlah secara kebetulan. Selama Frederick tidak tahu di mana Luther berada, selama itu pula ia tidak bisa menyatakannya. Ia merasa puas bahwa Pembaharu itu aman.

Musim bunga, musim panas dan musim gugurpun berlalu. Dan musim dingin pun tiba, dan Luther pun masih tetap sebagai tawanan. Aleander dan pengikut‑pengikutnya bergembira karena terang Injil itu seolah‑olah akan padam. Tetapi sebaliknya, Pembaharu itu sedang mengisi minyak lampunya dan perbendaharaan kebenaran, agar sinarnya memancar lebih terang.

Dalam pengamanan Wartburg, untuk sementara, Luther merasa gembira karena terbebas dari kekacauan dan panasnya peperangan. Tetapi ia tidak merasa puas berlama‑lama berdiam diri dan beristirahat. Karena sudah biasa dengan kehidupan yang aktif dan pertentangan yang keras, ia tidak tahan tetap tanpa kegiatan. Selama hari‑hari hidup menyendiri itu, gereja bangkit di hadapannya sehingga ia berseru dalam keputusasaan, “Aduh! tak seorangpun pada hari terakhir murka‑Nya, yang dapat berdiri bagian tembok di hadapan Tuhan, dan menyelamatkan Israel!” ‑‑ Idem, b. 9, ch. 2. Sekali lagi, ia memikirkan dirinya sendiri, dan ia takut dicap sebagai pengecut oleh karena menarik diri dari arena perjuangan. Akhirnya ia mempersalahkan dirinya karena bermalas‑malas dan memanjakan diri. Namun pada waktu yang sama setiap hari ia melakukan tugas yang tampaknya tidak mungkin dilakukan oleh seorang. Penanya tidak pernah malas. Sementara musuh‑musuhnya memuji diri oleh karena Luther sudah diam, mereka dikejutkan dan dibingungkan oleh bukti nyata bahwa Luther masih aktif. Sejumlah besar risalah‑risalah yang ditulisnya, diedarkan di seluruh Jerman. Ia juga melakukan suatu jasa kepada bangsanya dengan menerjemahkan buku Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman. Dari “Patmos”nya yang berbatu‑batu ia terus menyiarkan Injil hampir sepanjang tahun, menegur dan mencela dosa‑dosa dan kesalahan‑kesalahan pada masa itu.

Akan tetapi bukan hanya sekedar melindungi Luther dari angkara murka musuh‑musuhnya, atau bahkan memberinya waktu yang tenang untuk pekerjaan penting ini, sehingga Allah menarik hamba‑hamba‑Nya dari panggung kehidupan umum. Ada hasil yang lebih berharga dari itu yang akan diperolehnya. Di tempat pengasingan yang terpencil dan tidak diketahui orang ini, Luther terpisah dari dukungan duniawi, dan dari sanjungan manusia. Dengan demikian ia terhindar dari kesombongan dan kepercayaan pada diri sendiri yang sering disebabkan oleh keberhasilan. Oleh penderitaan dan kehinaan ia telah dipersiapkan kembali untuk berjalan dengan aman di atas ketinggian ke mana ia tiba‑tiba dinaikkan.

Pada waktu orang‑orang bersukacita dalam kebebasan yang diberikan oleh kebenaran kepada mereka, mereka cenderung menyanjung mereka yang dipakai Allah untuk memutuskan rantai kesalahan dan ketakhyulan. Setan berusaha untuk mengalihkan pikiran dan kasih manusia dari Allah, dan menujukan kepada manusia. Ia memimpin mereka menghormati alat‑alat dan melupakan Tangan yang mengatur semua kejadian‑kejadian dan pemeliharaan. Terlalu sering pemimpin‑pemimpin agama yang dipuji‑puji dan dihormati kehilangan rasa ketergantungan mereka kepada Allah dan menaruh percaya pada diri sendiri. Akibatnya, mereka berusaha menguasai pikiran dan hati nurani orang‑orang, yang cenderung mencari tuntunan dari mereka, gantinya mencari dari firman Allah. Pekerjaan pembaharuan itu sering menjadi lambat karena roh seperti itu dimanjakan oleh para pendukungnya. Allah akan menjaga usaha Pembaharuan dari bahaya ini. Ia rindu agar pekerjaan ini menerima, bukan pengaruh manusia, tetapi pengaruh Allah. Mata orang‑orang telah ditujukan kepada Luther sebagai penerang kebenaran. Ia diasingkan agar semua mata boleh ditujukan kepada Pencipta kebenaran abadi itu.

 

 

 

Previous article
Next article
RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?