Friday, March 29, 2024
Google search engine
HomePendalamanNubuatanJOHN WYCLIFFE (1)

JOHN WYCLIFFE (1)

[AkhirZaman.org] Sebelum Reformasi, pada suatu waktu hanya ada sedikit sekali Alkitab. Tetapi Allah tidak membiarkan firman-Nya sama sekali dilenyapkan. Kebenaran firman itu tidak akan selamanya disembunyikan. Allah dengan mudah dapat melepaskan rantai firman kehidupan itu, seperti Ia membuka pintu-pintu dan gerbang-gerbang besi untuk membebaskan hamba-hamba-Nya. Diberbagai negara di Eropa, Roh Allah telah menggerakkan orang-orang untuk mencari kebenaran seperti mencari harta yang terpendam. Dengan tuntunan Ilahi mereka mempelajari lembaran-lembaran Alkitab dengan minat yang sungguh-sungguh. Mereka bersedia menerima terang itu apapun akibatnya bagi mereka. Walaupun mereka tidak bisa melihat segala sesuatu dengan jelas, mereka telah disanggupkan untuk menyadari adanya kebenaran yang telah lama tersembunyi dan terpendam. Sebagai pesuruh-pesuruh atau jurukabar-jurukabar yang dikirim Surga, mereka bangkit mematahkan mata rantai kesalahan dan ketakhyulan, dan memanggil mereka-mereka yang telah lama diperbudak untuk bangkit dan menyatakan kemerdekaannya.

Kecuali di antara orang-orang Waldensia, firman Allah selama berabad-abad tertutup dalam bahasa yang hanya diketahui oleh orang-orang yang terpelajar saja. Tetapi watunya telah tiba bagi Alkitab untuk diterjemahkan dan diberikan kepada orang-orang di berbagai negeri dalam bahasa mereka sendiri. Dunia telah melewati tengah malamnya. Saat-saat kegelapan telah berlalu, dan di berbagai negeri telah terlihat tanda-tanda fajar menyingsing.

Pada abad keempat belas, telah terbit di Inggris “bintang fajar Reformasi.” John Wycliffe telah mengumumkan sebuah pembaharuan, bukan saja bagi Inggris, tetapi juga bagi dunia Kristen. Protes besar terhadap Roma yang pernah diizinkan ia ucapkan, tidak akan pernah bisa didiamkan. Protes itu membuka perjuangan yang mengakibatkan pembebasan individu, gereja-gereja dan bangsa-bangsa.

Wycliffe menerima pendidikan bebas, dan baginya takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat (Amsal 9:10). Ia menonjol di perguruan tinggi dalam hal semangat kesalehan, dan demikian juga dalam bakat yang luar biasa serta ilmu pengetahuan yang luas. Dalam kehausannya akan ilmu pegetahuan ia berusaha untuk mengetahui setiap cabang ilmu pengetahuan. Ia dididik dalam ilmu filsafat, peraturan-peraturan gereja, dan hukum-hukum sipil, terutama yang berlaku di negaranya. Nilai-nilai dari pendidikannya ini nyata benar dalam tugas-tugasnya di kemudian hari. Pemahaman yang mendalam mengenai filsafat spekulatif pada zamannya menyanggupkannya untuk menyatakan kesalahan. Dan dengan mempelajari hukum nasional dan kependetaan, ia telah disanggupkan untuk terjun dalam perjuangan hak-hak sipil dan kebebasan beragama. Sementara ia dapat menggunakan senjata yang di ambil dari firman Allah, ia telah memperoleh disiplin intelektual sekolah-sekolah, dan ia mengerti taktik para pengajar di sekolah-sekolah itu. Kuasa dari kecerdasannya dan luasnya serta terperincinya pengetahuanya mengundang rasa hormat baik dari teman maupun lawan. Pengikut-pengikutnya merasa puas bahwa pemimpin mereka menonjol di antara para cerdik pandai di negaranya. Dan musuh-musuhnya tidak bisa mencela dan mencemoohkan penyebab timbulnya reformasi dengan mengungkapkan kebodohan atau kelemahan para pendukungnya.

Pada waktu Wycliffe masih di perguruan tinggi, ia sudah mempelajari Alkitab. Pada masa itu, pada waktu Alkitab hanya ada dalam bahasa kuno, para mahasiswa telah mampu mendapatkan jalan kepada mata air kebenaran itu, yang tertutup kepada orang-orang yang tidak berpendidikan. Dengan demikian jalan telah dipersiapkan bagi pekerjaan Wycliffe di kemudian hari sebagai Reformer (Pembaharu). Kaum terpelajar telah mempelajari firman Allah, dan telah menemukan kebenaran besar rahmat-Nya yang dinyatakan di situ. Dalam pengajarannya, mereka telah menyebarkan pengetahuan kebenaran ini, dan telah menuntun orang-orang lain berbalik kepada Firman Allah Yang hidup.

Pada waktu perhatian Wycliffe ditujukan kepada Alkitab, ia menyelidikinya dengan seksama seperti yang ia lakukan untuk menguasai ilmu pengetahuan di sekolah. Sampai sejauh ini ia telah merasakan kebutuhan besar, yang tidak bisa dipenuhi baik oleh pendidikannya yang tinggi maupun oleh pengajaran gereja. Di dalam firman Allah ia menemukan apa yang sebelumnya ia cari dengan sia-sia. Di sini ia melihat rencana keselamatan dinyatakan, dan Kristus ditetapkan sebagai satu-satunya pembela bagi manusia (1 Timotius 2:5; Ibrani 7:25). Ia menyerahkan dirinya menjadi pelayan bagi Kristus, dan memutuskan untuk mengumumkan kebenaran yang telah ia temukan.

Seperti pembaharu yang lain yang berikut, Wycliffe tidak melihat ke mana arah perjuangan itu pada permulaannya. Mulanya Ia tidak menempatkan dirinya sama sekali oposisi (menentang) terhadap Roma. Tetapi pengabdiannya kepada kebenaran terpaksa membuat ia melawan kepalsuan. Semakin jelas ia melihat kesalahan kepausan, semakin bersungguh-sungguh ia menyatakan pengajaran Alkitab. Ia melihat bahwa Roma telah melupakan firman Allah dan menggantikannya dengan tradisi manusia. Tanpa gentar ia menuduh keimamatan manusia) telah menghapuskan Alkitab, dan menuntut agar Alkitab dikembalikan kepada orang-orang, dan agar wewenangnya kembali ditetapkan di dalam gereja. Ia adalah seorang guru yang berkemampuan dan sungguh-sungguh, dan seorang pengkhotbah yang fasih berbicara. Dan kehidupannya setiap hari adalah peragaan kebenaran yang dikhotbahkannya. Pengetahuan Alkitabnya, kuasa pertimbangannya, kesucian kehidupannya, dan keberanian serta kejujurannya yang tak terbengkokkan, memberikan kepadanya penghargaan dan kepercayaan orang banyak. Banyak dari antara orang-orang yang tidak merasa puas lagi dengan kepercayaannya yang sebelumnya, pada waktu mereka melihat kejahatan yang merajalela di dalam Gereja Roma (Katolik), lalu menyambut dengan sukacita yang tak tersembunyikan kebenaran yang ditunjukkan oleh Wycliffe. Tetapi para pemimpin kepausan sangat marah pada waktu mereka mengetahui bahwa Pembaharu ini telah memperoleh pengaruh yang lebih besar dari mereka. Wycliffe adalah seorang penemu kesalahan yang tajam, dan tanpa takut-takut ia melawan hukuman-hukuman yang keterlaluan yang dilakukan oleh penguasa Roma. Pada waktu ia menjabat sebagai pendeta bagi kerajaan, ia dengan berani menentang pembayaran upeti yang di tuntut oleh paus dari raja Inggris, dan menunjukkan bahwa penggunaan kekuasaan negara bertentangan dengan akal sehat maupun wahyu. Tuntutan paus itu telah menimbulkan kemarahan, dan pengajaran Wycliffe membawa pengaruh kepada cerdik cendekiawan negara itu. Raja dan para bangsawan bersatu untuk melawan tuntutan paus kepada penguasa kerajaan, dan menolak membayar upeti kepada paus. Dengan demikian pukulan hebat melawan supremasi kepausan telah dimulai di Inggris.

Kejahatan lain yang sudah lama ditentang dan diperangi oleh Pembaharu ialah pembentukan ordo biarawan peminta-minta sedekah. Biarawan pengemis ini banyak di Inggris, yang membawa kesan buruk bagi kebesaran dan kemakmuran negara. Industri, pendidikan, moral, semua merasakan pengaruh yang memalukan itu. Kehidupan biarawan yang bermalas-malas dan meminta-minta bukan saja menghabiskan sumberdaya dari orang-orang, tetapi juga membuat pekerjaan yang berguna menjadi terhina. Para pemuda mengalami penurunan moral dan bejat. Oleh pengaruh para biarawan ini banyak mereka terbujuk untuk memasuki biara dan membaktikan hidupnya pada kehidupan biarawan. Hal ini bukan saja tidak dengan seizin orang tua, tetapi bahkan tanpa sepengetahuan mereka, dan bertentangan dengan perintah mereka. Salah seorang Paderi mula-mula Gereja Roma mengatakan bahwa tuntutan kebiarawan melebihi kewajiban kepatuhan dan cinta serta kewajiban keluarga, berkata: “Meskipun ayahmu tergeletak di pintu rumahmu menangis dan merengek, dan ibumu harus menunjukkan tubuhnya yang melahirkan engkau dan payudaranya yang menyusui engkau, injaklah mereka dan berjalanlah lurus mendapatkan Kristus.” Dengan “monster yang tidak berperikemanusiaan ini,” sebagaimana Luther menggambarkannya kemudian, “melebihi keganasan serigala dan kelaliman daripada orang Kristen dan manusia,” demikianlah hati anak-anak dikeraskan melawan orang tua mereka. — Sears, Barnes, “Life of Luther”, pp. 70,69. Itulah yang dilakukan para pemimpin kepausan, seperti orang Farisi pada zaman dahulu, membuat hukum Allah tidak berguna digantikan oleh tradisi mereka. Rumah-rumah telah menjadi sunyi, dan para orang tua kehilangan anak laki-laki dan perempuan mereka.

Para mahasiswa di perguruan tinggipun telah tertipu oleh pernyataan palsu para biarawan, dan bujukan untuk bergabung dengan orde mereka. Banyak dari antara mereka yang kemudian berbalik, karena melihat bahwa mereka telah merendahkan kehidupan mereka, dan telah menyebabkan orang tua mereka berdukacita. Tetapi sekali telah kokoh terjerat, tidak mungkin bagi mereka untuk membebaskan diri lagi. Banyak orang tua menolak mengirim anak mereka ke universitas karena takut terpengaruh para biarawan. Ada penurunan tajam mahasiswa yang memasuki pusat-pusat pendidikan yang besar. Akibatnya sekolah-sekolah menderita, dan kebodohan pun merajalela. Paus telah memberikan kepada para biarawan ini kuasa untuk mendengarkan pengakuan dan memberikan pengampunan. Ini menjadi sumber kejahatan besar. Cenderung untuk meningkatkan pendapatan mereka, para biarawan bersedia memberikan pengampunan dosa kepada para penjahat dari segala jenis yang meminta pertolongan kepada mereka. Dan sebagai akibatnya, kejahatan yang paling buruk pun bertambah dengan cepat. Orang sakit dan orang miskin dibiarkan menderita, sementara pemberian yang seharusnya meringankan kebutuhan mereka diberikan kepada para biarawan, yang dengan ancaman meminta sedekah orang-orang, melaporkan rasa tidak hormat orang-orang yang menahan pemberian bagi ordo mereka. Walaupun profesi biarawan sebagai profesi miskin, kekayaan para biarawan terus bertambah dan bangunan mereka yang megah dan meja makan mereka yang mewah membuat kemiskinan bangsa itu semakin nyata. Dan sementara menikmati kemewahan dan kepelesiran, mereka mengutus orang-orang bodoh yang hanya bisa memberikan cerita-cerita dongeng, cerita-cerita kuno dan senda gurau untuk menghibur rakyat dan membuat mereka benar-benar menjadi korban penipuan para biarawan. Para biarawan terus menguasai masyarakat banyak yang berpegang pada ketakhyulan, dan menuntun mereka mempercayai bahwa kewajiban keagamaan adalah terdiri dari mengakui supremasi paus, memuja orang-orang kudusnya, dan memberikan pemberian kepada para biarawan; dan dengan melakukan hal-hal itu sudah cukup untuk mendapatkan suatu tempat di surga. Kaum cendekiawan dan orang-orang saleh telah bekerja dengan sia-sia untuk melakukan suatu pembaharuan pada ordo biarawan ini. Tetapi Wycliffe, dengan pandangan yang lebih jelas, menghantam pada akar kejahatan itu, dengan mengatakan bahwa sistem itu sendiri adalah salah, dan oleh sebab itu harus dihapuskan. Timbullah perbincangan dan pertanyaan. Sementara biarawan-biarawan itu menjelajahi negeri untuk menjual surat pengampunan paus, banyak yang sangsi mengenai kemungkinan membeli pengampunan dengan uang. Mereka heran mengapa tidak mencari pengampunan dari Allah gantinya dari paus Roma. Banyak yang sudah sadar mengenai ketamakan para biarawan, yang kerakusannya tampaknya tidak terpuaskan. “Para biarawan dan imam-imam Roma,” kata mereka, “telah menggerogoti kita seperti penyakit kanker. Allah mesti melepaskan kita, kalau tidak orang-orang akan binasa.” — D’Aubigne, b. 17, ch. 7.

Untuk menutupi ketamakan mereka, para biarawan peminta-minta ini mengatakan bahwa mereka mengikuti teladan Juruselamat. Mereka mengatakan bahwa Yesus dengan murid-murid-Nya telah didukung oleh sumbangan derma orang-orang. Pernyataan ini merusak usaha mereka sendiri, karena dengan demikian banyaklah orang dituntun kepada Alkitab untuk mempelajari kebenaran — suatu akibat yang paling tidak disukai Roma. Pikiran manusia tidak diarahkan kepada Sumber kebenaran, yang selama ini dengan sengaja ditutupi.

Wycliffe mulai menulis dan menyiarkan selebaran menentang para biarawan, namun ia berusaha untuk tidak menimbulkan perselisihan dengan mereka sementara ia menarik perhatian orang-orang kepada pengajaran Alkitab dan Pengarangnya. Ia menyatakan bahwa kuasa pengampunan atau pengucilan yang dimiliki oleh paus tidaklah lebih besar derajatnya dari yang dimiliki oleh imam-imam biasa, dan bahwa tak seorangpun benar-benar dikucilkan kecuali sebelumnya ia telah mendapat hukuman dari Allah. Tidak ada cara yang lebih berhasil yang dapat dilakukan untuk menggulingkan dominasi raksasa kerohanian dan duniawi yang telah didirikan oleh paus, di mana badan dan jiwa berjuta-juta orang di tawan.

Sekali lagi Wycliffe dipanggil untuk mempertahankan hak-hak kerajaan Inggris melawan pelanggaran-pelanggaran Roma. Dan karena ia diangkat menjadi duta kerajaan Inggris, ia tinggal dua tahun di Negeri Belanda untuk bermusyawarah dengan pejabat-pejabat tinggi (komisaris) paus. Di sini ia berkesempatan berkomunikasi dengan pendeta-pendeta dari Perancis, Italia dan Spanyol, dan berkesempatan melihat ke balik layar, dan memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal yang selama ini tersembunyi baginya di Inggris. Ia banyak mempelajari hal-hal yang kelak berguna bagi pekerjaannya di kemudian hari. Dari para utusan istana kepausan, ia mengerti sifat dan tujuan yang sebenarnya hirarki. Ia kembali ke Inggris untuk mengulangi pengajaran-pengajarannya yang sebelumnya dengan cara yang lebih terbuka dan dengan semangat yang lebih besar. Ia mengatakan bahwa ketamakan, kesombongan dan penipuan adalah ilah-ilah Roma.

Dalam salah satu selebarannya tentang paus dan para pengumpul uang, ia berkata, “Mereka mengeruk uang dari negeri kita, dari mata pencaharian orang-orang kita yang miskin, ribuan banyaknya setiap tahun, dan uang raja untuk upacara-upacara suci dan hal-hal kerohanian. Tindakan adalah tindakan terkutuk, yang membuat semua dunia Kristen menyetujui dan melaksanakan penyimpangan atau bida’ah ini. Dan tentu saja, walaupun negara kita mempunyai gunung emas yang besar, kalau terus-menerus uang diambil oleh pengumpul uang imam yang sombong ini, lama kelamaan gunung emas itu akan habis juga. Paus selalu mengambil uang dari negeri kita, tetapi tidak ada yang dikirim kepada kita selain kutukan Allah atas ketamakan terkutuk itu.” — Lewis, Rev. John, “History of the Life and Suffering of J. Wycliffe,” p. 37 (ed. 1820).

Segera setelah ia kembali ke Inggris, Wycliffe ditugaskan oleh raja di tempat pendeta-pendeta di Lutterworth. Penugasan ini memastikan bahwa raja paling sedikit tidak digusari oleh pernyataannya yang terus terang itu. Pengaruh Wycliffe terasa di dalam menentukan tindakan istana serta di dalam membentuk kepercayaan bangsa.

(dalam pelajaran selanjutnya kita akan lihat apa yang kepausan lakukan terhadap Wycliffe karena telah menyatakan kesalahan-kesalahan mereka).

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?