Friday, March 29, 2024
Google search engine
HomeUncategorizedIndia Cabut UU Pembatasan Kebebasan Berpendapat di Internet

India Cabut UU Pembatasan Kebebasan Berpendapat di Internet

 

[AkhirZaman.org] Para aktivis kebebasan media internet memuji keputusan Mahkamah Agung India yang mencabut sebuah undang-undang kontroversial yang dinilai melanggar kebebasan berpendapat di internet.

Adalah seorang mahasiswa fakultas hukum berusia 24 tahun bernama Shreya Singhal yang mempelopori perjuangan untuk mencabut UU itu. Dia mengatakan mengenai yang mendorongnya mengajukan petisi ke Mahkamah Agung adalah penangkapan dua remaja putri pada tahun 2012 lalu karena memasang dua pesan yang tampaknya tidak berbahaya.

Seorang remaja putri mengecam penghentian kegiatan di kota Mumbai setelah meninggalnya seorang pemimpin nasionalis Hindu, Bal Thackeray. Dan seorang remaja putri lainnya memberi tanda “suka” pada pesan yang dipasang itu.

Seperti jutaan orang lainnya, Singhal terkejut mendengar penangkapan kedua remaja itu karena menurutnya bisa jadi ia adalah salah seorang yang juga memasang komentar serupa.

Untuk mengkritisi penangkapan itu Singhal mengatakan, “UU itu menghukum orang yang menyatakan pendapat mereka melalui internet, padahal jika mereka menyampaikan pandangan itu lewat TV atau suratkabar, mereka tidak ditangkap.”

Sedangkan Hakim mengatakan UU yang membatasi kebebasan berpendapat di internet itu menimbulkan dampak yang mengerikan pada kebebasan berpendapat karena langsung menghantam dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan berpendapat.

UU itu juga menimbulkan keprihatinan setelah beberapa orang baru-baru ini ditangkap karena memasang “pesan yang dianggap tidak pantas”. Dalam suatu peristiwa terbaru, seorang anak laki-laki berusia 16 tahun di salah satu negara bagian di India ditangkap dan dibebaskan dengan uang jaminan karena memasang pesan yang dianggap “menghina” tentang pemimpin partai lokal Azam Khan. Beberapa orang lain yang juga sempat dijerat UU Teknologi Informasi itu adalah seorang pakar hukum di Kolkata dan seorang kartunis di Mumbai.

Pemerintah sebelumnya – yang meloloskan UU itu – mengatakan UU Teknologi Informasi itu perlu untuk memberantas pelanggaran dan pencemaran nama baik di internet, tetapi beberapa pengecam mengatakan UU itu digunakan oleh partai-partai politik untuk menekan menindas para pembangkang dan pengecam.

Singhal sendiri merasa “sangat terharu” menanggapi kemenangannya dalam pertarungan hukum tentang kebebasan di internet itu.

http://www.voaindonesia.com/content/india-cabut-uu-batasi-kebebasan-di-internet-/2694317.html

Bila kita membahas berita di atas mungkin akan muncul beragam pendapat. Atas nama kebebasan mengungkapkan pendapat ada banyak orang yang melakukannya dengan tidak bertanggungjawab. Namun kebebasan berpendapat dan membuat pilihan adalah hak azasi manusia yang paling mendasar meskipun itu akan memungkinkan terjadi banyak kontroversi.

Begitu pula ketika Tuhan menciptakan manusia pertama kali enam ribu tahun yang lalu. Kepada Adam dan Hawa memang diperintahkan beberapa hal. Contohnya adalah ketika Tuhan berfirman kepada Adam supaya “beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kej. 1:28).

Atau perintah lain sehubungan dengan taman Eden tempat tinggal Adam dengan istrinya. Dalam pasal 2:16 Allah berkata, “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas.” Kepada mereka Tuhan memberikan petunjuk supaya semua buah dari pohon dalam taman itu boleh dikonsumsi.

Namun di ayat ke 17 Tuhan juga memberikan amaran sehubungan dengan salah satu pohon di taman itu, “Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Dengan tegas Tuhan mengatakan bahwa ada satu pohon yang mana buahnya akan mengakibatkan kebinasaan jika mereka memakan buahnya.

Semua perintah itu bukanlah diberikan oleh satu Oknum kepada robot ciptaanNya, namun diberikan kepada manusia bermoral yang memiliki akal budi untuk memilih sesuai apa yang menjadi pemikiran atau pendapat mereka.

Kalau kita mau sederhanakan bahwa kebebasan memilih dan mengungkapkan suatu pemikiran adalah satu konsep yang memang sudah ada sejak dari taman Eden.

Apa buktinya? Mari kita masuk pada bagian selanjutnya dari kisah ini di dalam Kejadian 3:6, “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.”

Bisakah Anda melihat apa yang Adam dan Hawa buat dengan pilihan mereka? Memakan buah dari pohon yang dilarang Tuhan untuk dimakan. Artinya mereka memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang menjadi pemikiran dan keinginan mereka.

Tetapi ingat, bukan berarti Allah menciptakan mereka dengan suatu maksud bahwa mereka akan berbuat dosa. Iya memang benar bahwa memakan buah larangan itu adalah asal mula manusia berbuat dosa, namun itu bukanlah rencana Tuhan melainkan bentuk ketidakpercayaan mereka kepada firman Tuhan.

Mengapa Tuhan tidak menciptakan makhluk yang secara otomatis dapat menuruti perintahNya? Karena Tuhan tidak ingin menciptakan manusia yang patuh kepada segala firmanNya seperti suatu robot yang memang secara khusus diprogram untuk patuh kepada pembuatnya. Jika kita robot, apakah berarti kita memiliki kuasa moral? Tentu saja tidak.

Robot memang dapat mengikuti semua perintah yang diingini pemiliknya, namun mereka tidak akan pernah menjadi makhluk yang memiliki kuasa moral oleh karena tidak dilengkapi dengan kuasa memilih atau kuasa berpikir.

Alasan lainnya mengapa Tuhan memberikan kebebasan bertindak sesuai pemikirannya adalah karena Allah hanya menginginkan penurutan dari ciptaanNya atas dasar kasih. Robot memang bisa menuruti semua perintah majikannya, namun dia tidak melakukannya dengan kasih melainkan karena memang sudah ditentukan untuk melakukan itu tanpa kuasa pikiran dan perasaan.

Lalu alasan terakhir berhubungan dengan karakter. Memang Adam dan Hawa memiliki karakter yang sempurna waktu itu karena Tuhan “menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” (Kej. 1:27). Namun dengan dilengkapi kuasa berpikir untuk menentukan pilihan maka mereka tidak sekadar diciptakan memiliki citra dan karakter Allah, namun mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan karakter mereka sehingga mereka akan tiba pada suatu keadaan di mana segala yang mereka pikirkan dan putuskan selaras dengan kehendak Tuhan. Namun satu hal yang pasti adalah mereka tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi setara dengan Allah.

Dari sekian alasan ini, kita dapat mengetahui bukankah kebebasan memilih sesungguhnya sudah ada sejak dari saat pertama kali diciptakan dan itu adalah pemberian Allah kepada manusia.

Namun tidak bisa kita pungkiri bahwa oleh karena pilihan yang salah dari manusia pertama, maka karakter kita rusak oleh dosa sehingga seringkali kita memiliki atau membuat pilihan yang salah. Sehingga ada banyak ide supaya kebebasan berpendapat untuk dibatasi karena untuk mencegah dampak buruk daripadanya. Namun jika itu diberlakukan, maka kita mencabut hak paling mendasar yang Allah berikan dalam penciptaan manusia enam ribu tahun silam.

Rasul Paulus juga setuju dengan ide bahwa kebebasan untuk memilih tidak bisa diambil dari pada manusia yang sampai kapan pun ketika di Galatia 5:13 dia menyatakan, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka.” Kata merdeka di sini tentunya bisa juga diartikan sebagai kondisi bahwa kita adalah orang-orang yang memiliki kebebasan.

Namun ayat itu tidak hanya berhenti sampai di situ karena kalimat selanjutnya berbunyi, “Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.”

Kebebasan yang kita miliki bukanlah satu jenis kondisi bahwa kita dapat dengan semau kita untuk tanpa batas mengatakan dan melakukan apa yang menjadi kemauan kita jika itu adalah keliru. Melainkan gunakan kebebasanmu untuk menyatakan kasih. Dan kasih bukanlah sekadar perasaan, namun itu adalah suatu pemikiran dan perasaan yang diatur atas dasar prinsip kebenaran firman Allah.

Lalu bagaimana dengan pembatasan kebebasan berpendapat entah itu lewat perkataan atau lewat media yang kita gunakan sebagai sarana? Saudara, sekali lagi adalah pemberian Tuhan kepada manusia ciptaanNya untuk berpendapat dan membuat pilihan. Bahkan ketika dosa sudah merusak pemikiran dan perasaan manusia tidak membuat kebebasan itu diambil Tuhan dari pada manusia.

Namun penting untuk diingat bahwa kita bertanggung jawab untuk semua yang kita telah pilih dan putuskan. Dan ada satu prinsip yang tidak bisa kita lupakan adalah ada setiap konsekuensi dari setiap pilihan yang kita buat.

Lalu siapakah yang sesungguhnya menjadi otak dibalik pembatasan pendapat? Setan. Mari kita lihat satu bukti nubuatan di dalam Daniel 7:25. “Ia akan mengucapkan perkataan yang menentang Yang Mahatinggi, dan akan menganiaya orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi; ia berusaha untuk mengubah waktu dan hukum, dan mereka akan diserahkan ke dalam tangannya selama satu masa dan dua masa dan setengah masa.”

Siapakah dengan “ia” yang dimaksudkan dalam ayat di atas? Jika Anda rutin mengikuti artikel nubuatan yang kami muat, maka dengan mudah Anda dapat mengenali siapakah yang dimaksud dengan “ia” dalam ayat di atas. Tetapi “ia” sendiri bukanlah setan, namun digerakkan oleh maksud iblis.

Dan bila kita menggunakan logika sederhana, dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan “ia” dalam ayat itu bukanlah sosok protagonis yang membela kebenaran namun sosok antagonis yang jahat. Mengapa? Dalam ayat itu dikatakan bahwa “ia” melakukan beberapa hal
yang sungguh buruk.

Pertama, “menentang Yang Mahatinggi.” Dua kata yang berbunyi “Yang Mahatinggi” di sini merujuk kepada Tuhan. Jika seseorang atau satu oknum dengan berani menentang Tuhan, apakah dapat dikatakan dia sebagai tokoh yang benar? Silahkan jawab sendiri.

Kedua, “menganiaya orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi.” Tidak hanya menentang Allah, namun juga menganiaya umat-umat Allah.

Ketiga, “ia berusaha untuk mengubah waktu dan hukum.” Waktu dan hukum siapakah yang dimaksud di sini? Adalah waktu dan hukum milik Tuhan.

Terakhir, “mereka akan diserahkan ke dalam tangannya selama satu masa dan dua masa dan setengah masa.” Siapakah “mereka” yang diserahkan ke dalam tangan oknum jahat ini? Sudah barang tentu dari kalimat sebelumnya itu merujuk kepada umat-umat Allah.

Bila kita gabungkan semuanya, maka Daniel 7:25 mengatakan bahwa ada satu oknum yang tidak hanya menentang Allah, namun juga menganiaya umat Allah dan juga mengubah hukum Allah. Mengapa umat Allah dianiaya? Sangat mungkin karena mereka ini mempertahankan pilihan mereka mengikuti segala perintah atau hukum Allah.

Pada saat mereka dianiaya oleh karena kesetiaan kepada Allah dan hukumNya, maka kepada mereka sesungguhnya diberikan suatu ketetapan untuk tidak dapat dengan bebas menggunakan kebebasan mereka untuk menyatakan pilihan hati nurani mereka.

Anda bisa lihat perbedaan antara Tuhan dengan iblis. Tuhan memberikan kebebasan memilih kepada kita (termasuk kebebasan berpendapat), dan pembatasan memilih serta mengungkapkan pendapat berasal dari setan.

Apa pentingnya kita membahas ini? Toh pada intinya kita tahu bahwa secara hati nurani kita harus memilih yang benar dan menyembah hanya kepada Tuhan. Namun Alkitab juga mengatakan bahwa Yesus memberi perintah kepada para murid dan juga bagi kita di dalam Matius 28:19, 20 supaya “jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

Kepada setiap umat Tuhan diberikan suatu tanggung jawab untuk membagikan iman kita kepada orang lain. Para rasul di masa lalu juga melakukannya. Anda tahu apa upah yang mereka dapatkan? Kematian. Petrus disalib dengan kepala terbalik. Bartolomeus dikuliti tubuhnya. Paulus dipenggal oleh pemerintahan Romawi. Hanya Yohanes Kekasih yang mati tanpa hukuman mati namun bukan berarti dia menikmati hidupnya dengan mudah dan kenyamanan.

Jika Anda mempelajari Daniel 7:25 dengan teliti maka Anda akan mendapati bahwa dari tahun 538-1798 M begitu banyak orang Kristen yang mati sebagai martir. Sejarah mencatat bahwa dalam kurun waktu selama 1260 tahun itu ada total sekitar 50 juta orang Kristen harus mati demi mempertahankan kesetiaan mereka kepada Juruselamat dan Penebus mereka.

Saudara, bisakah membayangkan ketika Anda mempertahankan iman dan kepercayaan kepada Yesus namun betapa banyak orang yang menentang Anda. Atau kebebasan Anda untuk beragama dan beribadah dibatasi oleh berbagai peraturan yang diilhami setan supaya iman Kristen yang benar dibinasakan dan sebagai upahnya mungkin Anda mengalami penganiayaan dan maut.

Dalam artikel Peristiwa (Dunia Yang Bangkit) kami memuat dalam beberapa artikel terakhir mengenai ekstrimisme. Mulai dari definisi tentang ekstrimisme yang tidak hanya mencakup tindakan terorisme namun juga berpotensi untuk membatasi kebebasan berpendapat dan beragama. Karena akan sangat besar kemungkinan di masa depan bahwa iman Kristen berdasar Alkitab saja akan dikategorikan sebagai ekstrimisme.

Dalam beberapa artikel Anda juga bisa melihat bagaimana upaya Amerika dan negara-negara Eropa dalam menangani ekstrimisme. Maka dunia ini tanpa disadari sedang mengulangi sejarah di masa lampau di mana akan ada suatu kuasa yang di’otak’i setan untuk melenyapkan iman Kristen yang sejati.

Apa yang terjadi di India yang sempat membatasi kebebasan berpendapat di internet terlihat sebagai suatu hal yang wajar. Sekarang mereka mencabut UU yang melarang kebebasan mengungkapkan ide dan pemikiran, namun akan ada masanya di seluruh penjuru dunia pada suatu kondisi yang memberikan batasan atau larangan di mana kita tidak dapat dengan bebasnya untuk memilih siapa yang kita sembah dan bagaimana kita menyembah sesuai keyakinan kita.

Alkitab mengungkapkan mengenai hal ini di dalam Wahyu 13:15 bahwa bagi barang siapa yang “tidak menyembah patung binatang itu, dibunuh.”

Alkitab menyatakan akan tiba saatnya di mana ancaman kematian akan dialami oleh umat Tuhan. Dan “mereka yang menolak mengorbankan kebebasan hati nurani dan hak pertimbangan pribadinya, mengetahui dengan jelas bahwa mereka kelak akan dikritik, dicela, dan disiksa.” D’Aubigne, b. 13, ch. 5.

Namun rasul Yohanes di dalam Wahyu 12:11 mengatakan mengatakan bahwa kita dapat “mengalahkan dia oleh darah Anak Domba.”

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?