Wednesday, April 24, 2024
Google search engine
HomeKeluargaPelajaran KeluargaPedoman Bagi yang Berencana Menikah: (3) Tentang Kepribadian

Pedoman Bagi yang Berencana Menikah: (3) Tentang Kepribadian

[AkhirZaman.org] Kepribadian Istri. Seorang wanita yang selamanya tunduk kepada setiap perintah sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya pun, wanita yang kehilangan identitasnya, bukanlah wanita yang akan membawa banyak berkat ke dalam dunia ini dan tidak mampu mengemban tugas yang dimaksudkan Tuhan baginya. Ia menjadi seperti mesin yang dikendalikan oleh kemauan dan pikiran orang lain saja. Tuhan telah mengaruniai setiap orang, baik pria maupun wanita, suatu sifat khusus sebagai individu agar mereka menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan sesuai dengan kehendak Tuhan.–Letter 25, 1885.

Sifat Khusus Suami Berbeda Dari Istri. Kepada saya dinyatakan bahwa walaupun  wanita dan pria telah mempersatukan diri dalam pernikahan dan bersumpah di hadapan surga dan para malaikat untuk menjadi satu daging, namun demikian masing-masing tetap memiliki ciri khusus yang tak dapat hilang oleh janji pernikahan. Walaupun telah mengingatkan diri satu sama lain, namun masing-masing harus tetap berusaha menanamkan pengaruhnya di dunia ini. Dan mereka berdua janganlah menjadi asyik sendiri menikmati kehidupan ini sehingga menjauhkan diri dari pergaulan masyarakat, sebab jika demikian mereka menguburkan kegunaan dan pengaruh baik mereka sendiri.–Letter 9, 1864.

Istri Yang Pasif. Apabila seorang istri membiarkan saja suaminya yang merasa memiliki hak luar biasa sebagai suami untuk sepenuhnya menguasai tubuh dan pikirannya sekehendak hati, maka ia telah menyerahkan sifat khusus dirinya sebagai istri; sifat khusus dirinya sebagai istri, pendamping suami telah hilang, lebur di dalam sifat suami. Ini sangat disayangkan. Istri menjadi tak lebih dari mesin yang dikendalikan oleh suami, makhluk yang akan diperlakukan sesuka hatinya. Suamilah yang akan memikirkan, menentukan dan melakukan segalanya yang seharusnya adalah peran istri sendiri. Istri yang bersikap pasif seperti itu tidaklah menghormati Tuhan. Wanita sebagai istri mempunyai tanggung jawab kepada Tuhan sebab ia telah diciptakan untuk melakukan peran yang khusus.

Jika istri menyerahkan saja tubuh, pikiran dan hati nurani dan martabatnya, bahkan identitasnya di bawah penguasaan suaminya maka telah hilanglah kesempatan bagi sang istri untuk memperbaiki sifat suaminya.–RH 26 Sep. 1899.

Mengasihi Kristus Dan Teman Hidup. Janganlah suami atau istri menggabungkan sifat khusus yang dimilikinya di dalam sifat pasangan hidupnya. Tiap orang mempunyai hubungan pribadi dengan Tuhan jadi harus menanyakan kepada dirinya apakah sesuatu itu benar atau salah sebelum ia melakukannya. Ia harus bertanya bagaimana ia dapat melaksanakan maksud Tuhan dalam hidupnya. Nyatakanlah kasihmu yang terutama kepada Dia yang telah memberi hidup-Nya bagimu. Jadikanlah Kristus yang pertama dan terakhir dan yang terbaik dalam segala hal. Sementara kasihmu kepada Yesus semakin kuat dan mendalam, maka sejalan dengan itu, kasihmu kepada pasangan hidupmu juga bertumbuh.

Sebagaimana Kristus telah menyatakan kasih-Nya kepada umat-Nya, demikian juga suami dan istri hendaknya menyatakan kasih terhadap satu sama lain. “Seperti Kristus telah mengasihi kita,” “berjalanlah di dalam kasih.” “Sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.”

Jangan Memerintah Secara Sewenang-wenang. Baik suami maupun istri janganlah berusaha agar dapat bertindak sewenang-wenang terhadap pasangan hidupnya. Jangan berusaha untuk memaksakan kehendak sendiri. Engkau tak dapat melakukan cara itu dan mengharap tetap saling mencintai. Hal itu mustahil! Bertindaklah dengan penuh kasih, kesabaran, pengendalian diri, penuh pertimbangan dan dengan sopan-santun terhadap satu sama lain. Dengan karunia Tuhan engkau akan dapat membuat pasanganmu bahagia sebagaimana engkau janjikan dalam sumpah pernikahanmu.–RH 10 Des. 1908.

Kepada saya ditunjukkan menantu perempuan seorang bapak. Ia adalah wanita yang dikasihi Tuhan tetapi yang diperlakukan seperti budak belian, penuh ketakutan, gemetaran, tak berpengharapan, penuh keragu-raguan dan sangat gugup. Seharusnya wanita ini tidak menikah dengan suaminya yang jauh lebih muda dan tidak takut akan Tuhan dan kemudian membiarkan dirinya diperlakukan sewenang-wenang. Ia harus mengingat bahwa pernikahannya tidak harus menghancurkan sifat-sifat khusus yang terdapat dalam dirinya. Tuhan mempunyai tuntutan terhadap dirinya yaitu bahwa ia adalah milik-Nya dan tuntutan itu jauh lebih tinggi dari tuntutan siapa pun di dunia ini. Kristus telah membeli dia dengan darah-Nya. Wanita itu bukanlah milik dirinya sendiri. Ia tidak percaya sepenuhnya kepada Tuhan sehingga ia mau menyerahkan keyakinan dan hati nuraninya kepada seorang suami yang pongah dan bersifat menindas, yang digerakkan oleh setan untuk menakut-nakuti jiwanya yang gemetaran dan semakin kecil. Telah amat sering ia terpancing untuk menjadi marah sehingga sarafnya berantakan dan dirinya sama sekali rusak.

Apakah kehendak Tuhan agar keadaan ibu rumah tangga ini sedemikian parah sehingga ia tidak dapat lagi melayani-Nya? Tentu tidak! Setanlah yang telah menipunya untuk menikah dengan pria itu. Namun demikian sang istri wajib mengusahakan yang terbaik, melayani suaminya dengan lemah lembut dan sedapat-dapatnya membuatnya bahagia tanpa melanggar hati nuraninya; sebab jika suami terus dalam pemberontakannya terhadap Tuhan, ia tidak akan mewarisi surga, hanya kesenangan dunia ini sajalah yang dapat dinikmatinya. Tetapi bukanlah kehendak Tuhan supaya sang istri menjauhkan diri dari perhimpunan umat percaya demi memuaskan hati suaminya yang telah menjadi alat setan. Tuhan menghendaki agar wanita yang lemah ini lari kepada-Nya. Tuhan akan menjadi tempat berlindung baginya. Tuhan akan menjadi tempat berteduh yang nyaman seperti bayang -bayang gunung batu di tanah gersang. Satu-satunya cara adalah iman, percaya akan kasih dan kuasa Tuhan maka Ia akan menguatkan dan memberkati. Wanita tadi mempunyai tiga anak yang nampaknya mudah terpengaruh oleh kebenaran dan Roh Tuhan. Sekiranya ketiga anak ini dapat hidup di tengah lingkungan yang lebih baik, semuanya akan menerima pertobatan dan masuk menjadi laskar Tuhan.–2T 99, 100.

Kepala Dalam Rumah Tangga. …Terdorong oleh rasa persaudaraan dan kasih seorang ibu, saya memberanikan diri untuk memperingati wanita (Mary) mengenai satu hal. Saya sudah sering memperhatikan, sebagaimana orang lain pun mengenai kebiasaan berbicara kepada Pria (John) yang kedengarannya seperti memerintah dan seolah-olah tidak sabar. Orang lain juga dapat melihat hal itu dan telah menyampaikannya kepada saya. Hal itu merusak pengaruh wanita. Kita wanita harus mengingat bahwa Tuhan telah menempatkan kita untuk tunduk kepada suami. Suami adalah kepala, jadi pertimbangan dan pendapat kita harus sejalan dengan dia (dalam Tuhan). Kalau bukan demikian, Tuhan telah memberikan keunggulan kepada suami dan ini bukan karena pendapat tetapi karena firman Tuhan mengatakan demikian. Jadi istri harus tunduk kepada suami sebagai kepala rumah tangga.–Letter 5, 1861.

Suami Yang Menguasai. Saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu mengenai pernikahanmu. Ya, saya merasa dipaksa oleh Roh Kudus Tuhan untuk mengatakan kepadamu bahwa saya menjadi kurang yakin terhadap ketulusan hatimu setelah engkau menikah. Inilah yang sangat membebani hati saya. Saya tahu bahwa engkau tidak dapat menjadi suami yang memenuhi syarat bagi istrimu (Drake). Engkau mencegah istrimu itu menyampaikan keluhannya kepada kami jadi apa yang dinyatakan Tuhan mengenai persoalan rumah tanggamu tak dapat kami sampaikan kepadanya. Saudara (R), saya percaya bahwa sifatmu yang mementingkan dirilah yang menjadi alasan pernikahanmu. Saya tidak percaya bahwa niatmu menikah (dengan Drake) adalah untuk membahagiakannya atau untuk memuliakan Tuhan. Engkau mendesaknya menikah tanpa meminta nasihat orang-orang yang mengenalmu. Cepat-cepat engkau menikah dengannya seperti sifatmu yang memang suka buru-buru.

Mengenai Penatalayanan Harta. Sesudah menikah, engkau berusaha memiliki kepunyaannya dan menguasainya. Hal ini menyatakan bahwa alasanmu untuk menikah dengan dia adalah salah. Tindakanmu yang salah ini menyatakan sifat mementingkan diri yang sangat dalam terdapat padamu. Juga sifatmu yang ingin menjadi penguasa yang memerintah. Tetapi ketahuilah, Tuhan tidak akan membiarkannya menyerah kepada keinginanmu ini. Pernikahannya tidak membuatnya kehilangan hak milik dan tugas penatalayanan. Pernikahan tidak menghilangkan identitasnya. Individualitas istrimu tidak menjadi tenggelam di dalam dirimu. Ia mempunyai tugas khusus yang diberikan Tuhan kepadanya dan engkau tak berhak mencampuri pelaksanaannya. Ada hal yang dituntut Tuhan dari istrimu yang tak dapat engkau penuhi. Ia adalah seorang penatalayan Tuhan dan karenanya ia harus menolak engkau atau siapapun yang bermaksud menggantikan kedudukannya itu.

Engkau tidak memiliki kebijaksanaan yang lebih sempurna dan pasti daripada yang dimilikinya yang mengharuskannya untuk menyerahkan kepadamu penatalayanan hartanya. Ia telah mengembangkan tabiat yang jauh lebih baik darimu dan lagipula ia memiliki pikiran yang lebih seimbang. Maka ia mampu mengelola harta miliknya dengan lebih bijaksana, lebih masuk akal dan akan lebih memuliakan Tuhan daripada oleh dirimu. Engkau adalah seorang ekstrem. Tindakanmu berdasarkan dorongan hati yang muncul seketika dan lebih sering berlangsung di bawah pengaruh roh setan daripada malaikat Tuhan.–Letter 4, 1870.

Motif Yang Tidak Patut. Tak perlu memberitahukan kepadamu bahwa saya sangat menyesalkan pernikahanmu. Engkau bukanlah pria yang dapat membahagiakan istri. Engkau terlalu mencintai dirimu sendiri sehingga engkau tidak berlaku ramah, memberi perhatian, berlaku sabar, mengasihi dan menaruh simpati. Seharusnya engkau memperlakukan istrimu dengan lembut. Seharusnya engkau mempelajari dengan hati-hati bagaimana agar ia jangan menyesal telah mempersatukan nasibnya denganmu. Tuhan memandang jalan hidupmu dalam perkara ini dan engkau tidak dapat memaafkan dirimu untuk menempuh jalan yang demikian. Tuhan membaca motifmu. Engkau mempunyai kesempatan sekarang untuk mempertunjukkan jati dirimu, memperlihatkan apakah engkau menikah dengannya berdasarkan cinta atau karena sifatmu yang sangat mementingkan diri; Engkau menikah, karena ingin memiliki hartanya untuk engkau pergunakan sesuka hatimu.

Pentingnya Kasih Dan Kelembutan. Pria tidak punya hak mendikte istrimu seperti memperlakukan anak kecil. Hal itu menunjukan tidak adanya nama baik yang mendatangkan hormat. Perlu  untuk, mengingat kegagalan pada masa lalu, untuk merendahkan diri dan lepaskan diri dari kedudukan yang tidak patut.

Janganlah pria meninggikan diri terhadap istrinya. Ia memerlukan kelemahlembutan dan kasih sayangmu yang mana akan terpantul kembali kepadamu. Jika engkau mengharap ia menyayangimu, engkau akan mendapatkannya apabila engkau menyatakan kasihmu kepadanya melalui perkataan dan perbuatan. Di tanganmulah letak kebahagiaan istrimu. Janganlah  menganggap bahwa wanita harus menyerahkan kemauannya sepenuhnya kepadamu barulah ia bahagia; ia harus tunduk kepada apa yang engkau senangi. Engkau mendapat kenikmatan tersendiri dalam melaksanakan hal itu karena mengira hal itu patut. Tetapi jika engkau teruskan jalan itu, engkau tidak membangkitkan kasih terhadapmu dalam hatinya; kasihnya jauh dari padamu dan akhirnya balik menghina kekuasaan itu; ia akan memandang rendah kekuasaanmu. Tak pelak lagi, engkau membuka jalan terhadap kesukaran yang penuh kepahitan bagi dirimu sendiri dan akan menyabit apa yang engkau tabur.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?