Friday, April 19, 2024
Google search engine
HomeUncategorizedCINTA SEJATI?

CINTA SEJATI?

Geoff Youlden memercayai bahwa kita mungkin sedikit bingung ketika berhadapan dengan kata ‘CINTA’

[AkhirZaman.org] Saat melihat beberapa kartu Valentine yang saya terima akhir-akhir ini,  saya mendapati kalimat-kalimat sentimentil seperti: “Cinta itu seperti musik. Melodinya digetarkan oleh hati. Hidupku menjadi sebuah lagu indah saat kau berada di sampingku, sayang.” Kartu yang lain menyatakan: “Seorang teman yang selalu dekat di hatiku.” Dan yang lain tak mau kalah, “Saya tidak pernah menyangka bisa begitu bahagia, sampai aku bertemu denganmu.”

Lalu kita bisa menambahkan lirik lagu Barbara Streisand, dimana lagunya yang berjudul “Evergreen” mendefinisikan cinta itu “empuk seperti kursi malas.” Dalam hit singlenya “Teenage Dream,” Katy Perry bernyanyi tentang cinta dan mendeklarasikan, “Sekarang setiap Februari kau akan menjadi Valentineku, valentineku… Jantungku berhenti berdetak setiap kau memandangku.”

Tetapi Anda harus menanyakan apa yang akan terjadi saat tegangan listrik romantisme ini mulai melempem. Sangatlah sulit untuk menemukan penekanan-penekanan yang mengundang kita untuk berpikir tentang cinta sebagai komitmen dan sesuatu yang kekal dalam kartu-kartu dan lagu-lagu cinta ini. Sebaliknya, perasaan—intes, serta merta, intim, menggebu-gebu—adalah emosi yang dilukiskan untuk mendefinisikan ide populer tentang cinta sejati.

Mungkin seolah-olah kita menjadi lebih buruk saat kita tinggal bersama dalam sebuah hubungan yang permanen. Di Amerika, angka pernkahan di antara para muda dewasa terus mengalami penurunan dalam beberapa dekade ini. Untuk pertama kalinya sejak Amerika mulai membuat hitungan pernikahan, lebih banyak orang Amerika yang berada dalam umur-umur untuk menikah lebih memilih untuk tetap single daripada masuk dalam ikatan pernikahan, ini merupakan puncak pergeseran utama di dalam peran hubungan dan pernikahan, yang dimulai pada th 1960 an.

Menurut Badan Sensus Amerika Serikat,  meningkatnya angka perceraian disebabkan oleh tingginya angka kumpul kebo, dan kecenderungan untuk menunda pernikahan merupakan faktor-faktor utamanya.

“Menikah jelaslah merupakan langkah yang besar, dan jika Anda tidak merasa nyaman dengan masa depan Anda, sangatlah masuk akal jika Anda menunda sebuah keputusan besar seperti ini,” kata Mark Mather dari Badan Pencatatan Populasi, sebuah grup peneliti swasta yang bertugas menganalisa data.
Kita akan menjadi lebih bijaksana dengan menyadari kata-kata Yesus Kristus, mengomentari tanda-tanda ‘akhir zaman,’ yang menyatakan bahwa manusia akan menjadi terlalu sibuk dalam kehidupan mereka sehingga Tuhan menjadi masalah sepele dalam pemikiran dan perencanaan mereka, dan pernikahan tidak akan lagi dilihat sebagai lembaga yang permanen. (Lihat Lukas 17:26,27).

Hollywood biasanya bukanlah tempat yang kita tuju untuk mencari contoh tentang kesetiaan pernikahan dan menghimbau para pasangan tentang sakralnya  pernikahan. Tetapi kemudian munculah film Laws of Attraction (Hukum Ketertarikan).

Ide “bertarung” untuk sebuah pernikahan dimasukkan dalam film ini berdasarkan observasi yang dibuat oleh sutradara Peter Howitt tentang apa yang terjadi di pengadilan. Howitt percaya bahwa banyak pernikahan dapat diselamatkan jika orang-orang menggunakan energi dan hasrat yang sama besarnya yang mereka gunakan ketika merencanakan perceraian.

Howitt menunggu sampai dia berumur 47 tahun sampai dia menikah untuk pertama kalinya; dia mempertahankan pemikiran bahwa Ia tidak akan pernah bercerai karena menikah merupakan hal yang sangat penting untuknya.

Kerinduan akan kekekalan pernikahan ini disampaikan oleh aktor utama film ini, Pierce Brosnan, yang berkata, “Pernikahan tampak seperti bisnis yang sekarat, yang sangat menyedihkan. Orang-orang  berpaling pada perceraian dengan sangat enteng dan sangat siap sekarang ini. Dan ini merupakan cara yang menakutkan untuk memandang masa depan manusia, karena kita perlu berkomitmen satu sama lain, dalam sebuah dasar seorang pria terhadap seorang wanita, sehingga kita bisa menciptakan keluarga-keluarga penuh cinta dan komunitas-komunitas kuat yang berhasil.”
Yang menyedihkan, komitmen tampaknya hilang dari konsep modern tentang cinta, karena komitmen menuntut sesuatu dari kita—ia menggantikan dongeng tentang pernikahan dengan kehidupan nyata pernikahan.

Rasul Paulus lah yang 2000 th lalu menyatakan bahwa

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.
Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.
Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap”
(1 Korintus 13:4-10).

Pernyataan Paulus tentang cinta tidak dapat ditemukan dalam album pernikahan, dalam kartu-kartu valentine, atau dalam syair-syair puisi romantis atau lagu-lagu yang sentimentil. Cinta yang sejati dan awet merupakan sebuah hadiah dari Tuhan yang perlu diterima, dihargai, dan dirangkul, dan kemudian dipelihara dan dilatih setiap hari.

Dua orang yang tidak sempurna tidak bisa, secara realistis,  membuat dan menjaga janji sehidup semati terhadap satu sama lain: kita tidak memiliki jenis cinta yang diperlukan untuk membuat suatu pernikahan berhasil. Kita butuh bantuan.

Diambil dari Sign of  the Times, Agustus 2011,
Diterjemahkan oleh: AkhirZaman.org

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments

Anda rindu Didoakan dan Bertanya?